What Happened ?

55.2K 4.3K 190
                                    

Sinar Mentari perlahan masuk kedalam kamar Alice. Tirai putih tipis perlahan mengembang tertiup angin pagi yang menembus celah-celah jendela. Nampak perlahan tubuh Alice menggeliat dibalik selimutnya. Lenguhan lembut terdengar dari bibirnya. Perlahan gadis itu membuka matanya. Masih setengah sadar gadis itu mengerjapkan matanya mengusir rasa kantuk yang masih melekat.
"Mimpi yang sangat indah." Gumamnya dengan senyum lebar yang terukir jelas di bibirnya.

Saat ia hendak berbalik kesisi tempat tidurnya, dia merasa tubuhnya begitu lelah dan sedikit sakit. Perlahan dia berbalik dan seketika itu matanya membulat sempurna begitu melihat sosok lain di ranjangnya, dia tertidur dengan lelap. Alice hampir berteriak namun suaranya tertahan di kerongkongan. Dia segera menutup mulutnya menahan setiap teriakan yang ingin menerobos keluar untuk melampiaskan rasa terkejutnya.
'A.. Apa yang terjadi?? Ke.. Kenapa Devian ada disini. Aku dalam satu selimut dengannya.'

Kepala Alice terasa berputar-putar. Saat angin berlahan berhembus menembus sela-sela selimutnya dia dapat merasakan belaian angin diseluruh permukaan kulitnya. Ragu dengan tangan bergetar gadis itu mengintip di balik selimut. Cepat dia kembali menutup selimutnya, dia mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kamar, keadaan kamar yang begitu berantakan. Gaun yang ia kenakan semalam sudah bertengger diatas kursi dekat ranjangnya, terlihat gaun itu koyak dibeberapa bagian. Beberapa pakaian dalam sudah berserakan diatas lantai dan di ujung ranjang. Kepala Alice terasa berdenyut, dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Sekelebat bayang muncul. 'Lupakan, kau tak harus mengingat ini' dan bayangan itu berakhir dengan iris merah Devian.
"A.. Apa yang terjadi kenapa aku tak mengingat apapun, mimpi apa aku semalam." Gumam Alice panik.

Alice menatap Devian yang masih terlelap, terlihat separuh dada bidangnya yang tidak tertutup selimut, bahu lebar dan lengan berotot. Badan yang tidak kurus tapi juga tidak gemuk, cukup berisi dengan otot-otot yang Indah. Kulit putih pucat yang begitu mulus. Sesaat Alice tergoda, namun dia segera menggeleng cepat mengusir setiap pikiran aneh diotaknya. Gadis itu segera beralih mencoba meraih gaun dikursi, agar dia dapat segera menjauh dari ranjangnya dan berganti pakaian yang layak sebelum Devian bangun. Namun, itu tidak mudah karena dia tak bisa mencapai gaun itu jika tidak keluar dari dalam selimut yang berarti dia harus keluar dengan tubuh polosnya. Alice terus berusaha hingga tubuhnya hampir saja jatuh dari tepi ranjang, kalau saja tangan seseorang tidak menarik pinggangnya.

Mata Alice membulat kaget, dengan mudah Devian menarik istrinya, mendekap gadis itu dalam pelukannya. Alice menatap wajah Devian, dia terlihat masih memejamkan matanya.
"Tetaplah seperti ini sebentar." Gumam Devian.

"Ya.. Yang Mulia, tapi saya... "

Chup..

Kecupan kilat dari bibir Devian terasa begitu lembut dibibir Alice. Alice memejamkan matanya menutup erat matanya, namun Devian perlahan membuka matanya iris merahnya telah berubah biru entah sejak kapan. Tapi yang jelas Devian memperlakukan gadis itu lembut. Devian menghentikan ciumannya dan memeluk erat istrinya. Alice membenamkan wajahnya kedalam dada bidang suaminya, menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah bagai udang rebus.
"Maaf, semalam aku lepas kendali." Gumam Devian lembut sambil membelai rambut gadis didalam pelukannya.

Bingung Alice menatap Devian seakan menuntut penjelasan.
"Aku menghapus sedikit ingatanmu, karena aku tidak ingin kau melihat sosok itu." Devian terlihat begitu menyesal. "Harusnya aku melakukannya saat kau dalam keadaan lebih baik, bahkan sekarang keadaanmu terlihat lebih buruk."

"Yang Mulia saya juga bersalah, karena meminta anda untuk tinggal disini." Semburat merah terlihat kembali di wajah Alice.

"Tapi aku melukaimu." Jemari Devian menyusuri kulit mulus istrinya.

Terlihat luka lebam dan juga luka gores baru di atas kulit mulus gadis itu. Setiap kali jemari Devian mengenai luka tersebut Alice sedikit meringis menahan perih. Ekspresi menyesal terlihat jelas diwajah Devian. Alice segera menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Devian, senyum tulus terukir diwajah gadis itu.
"Bukankah ini bukan dosa, kita sudah menikah." Alice mencoba menghibur Devian juga dirinya sendiri.

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang