Sudah 1 minggu sejak kedatangan alice di aldwick. Alice tinggal di kastil barat tak jauh dari kastil utama tempat tinggal devian. Sejak sampai dialdwick alice tak pernah bertemu lagi dengan devian. Alice mulai melalu semua seperti biasa, sama seperti di corfe hanya saja tak ada orang tua yang menghawatirkannya. Alice masih suka membaca buku di balkon terkadang diam-diam berlatih pedang, dan memanah di malam hari. Dia sudah mulai tertawa dengan beryl pelayan di aldwick sangat ramah tak seperti Raja mereka yang memiliki pribadi yang keras. Saat alice berlatih pedang di Taman kastilnya seseorang menyapanya.
"Wahhhh.. Aku belum pernah melihat seorang wanita yang pandai memainkan pedang seperti itu." alice yang terkejut segera berbalik dan mengarahkan pedangnya kearah leher orang itu.
"Siapa kau?" alice menatapnya waspada.
"Aku... Aku saudara Raja, pangeran Adrian." perlahan Adrian melangkah mundur menjauh dari pedang alice. Alice dengan cepat menarik pedangnya dan menyerahkan pada pelayannya.
"Maafkan saya pangeran." alice memberi hormat.
"Jangan begitu yang mulia aku yang harusnya meminta maaf karena mengganggu Ratu yang sedang serius berlatih." ucapnya santai.Dia tak seperti saudaranya dia lebih ramah.
"Anda ingin minum teh pangeran." elice menawarkan sambil berjalan menuju tempat minum teh ditaman itu. Sebuah rumah kecil dengan bunga-bunga dan 1 set meja dan kursi berwarna putih. Disana sudah terhidang beberapa kudapan dan juga teh.
"Tentu, merupakan suatu kehormatan bagi saya yang mulia." Adrian tersenyun.
Mereka duduk berhadapan, Adrian tanpa sadar terus menatap saudara iparnya takjub.
"Anda ingin gula lagi pangeran Adrian? " pertanyaan alice menyadarkannya dari lamunan.
"Hmm.. Tentu yang mulia." Adrian menyodorkan cangkirnya pada alice dan alice menambahkan satu sendok teh gula kedalamnya.
"Ratu alice, saya boleh mengajukan satu permintaan?"
"Tentu asalkan saya dapat mengabulkannya." elice menatap Adrian.
"Bolehkah saya memanggil anda dengan nama elice, itu jika anda tak keberatan." ucap Adrian dengan tawa.
"Tentu jika itu yang anda inginkan pangeran." jawab alice sambil tersenyum. "Saya rasa anda cukup ramah mungkin kita bisa berteman dengan baik." alice kembali tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Adrian menyambut tangan alice dengan senang.Bisakah kita lebih dari teman ratu alice.
"Aku harus pergi alice, ini sudah cukup lama."
"Kenapa buru-buru?" alice terlihat kecewa.
"Haha.. Kapan-kapan aku akan mengunjungimu lagi. Aku sedang ada urusan. Aku benar-benar minta maaf." Adrian tampak menyesal.
"Baiklah, sampai jumpa." ucap alice membiarkan Adrian pergi.
Setelah Adrian pergi beryl menghampiri alice dengan sedikit berlari.
"Yang mulia anda harus bergegas, yang mulia Raja sedang mencari anda." wajah beryl nampak panik dan cemas.
"Tenanglah beryl !!" alice mencoba menengkan pelayannya meskipun dirinya juga merasa cemas. Alice berjalan cepat menyusuri lorong menuju kastil utama diikuti beryl dari belakang.
Saat alice memasuki ruangan itu alice sedikit terkejut karena ternyata itu kamar devian.
Kenapa memanggilku ke kamarnya, aku pikir dia mengundangku untuk mendiskusikan sesuatu atau menanyakan sesuatu."Jangan dekati Adrian." devian masih memunggungi alice.
"Apa ?" tanya alice tak percaya.
"Apa kau tuli? " devian berbalik dan kini iris mata merahnya nampak menyipit.
"Kalian keluar." perintah devian pada aiden dan beryl yang menemani tuannya. Dengan cepat keluar dari kamar itu.
"Apa hanya karena ini kau memanggilku?" tanya alice tak percaya. Devian mendekat kerah alice.
"Adrian sudah punya tunangan. Sebaiknya kau jangan macam-macam aku tidak ingin kau mempermalukan aku." ucap devian marah.
"Aku hanya berteman dengannya, apa itu salah yang mulia? "
"Kau tak butuh teman." ucap devian datar.
"Aku tak mengerti dengan mu, yang mulia anda bersikap kasar dan dingin. Tak menghargai nyawa seseorang sedikitpun. Bahkan untuk bertemanpun kau melarangku."
"Ya, aku melarangmu. Jika kau memaksa aku akan membunuhmu dan adrian." alice terbelalak kaget.
"Semudah itukah anda mengatakannya, apakah anda sadar dia saudara anda yang mulia?" nada bicara alice mulai meninggi. Devian memandang tajam wajah istrinya tajam, tangannya meraih rahang bawah gadis itu dan mencengkramnya kuat.
"Aku bisa melakukan apapun yang aku mau? " devian mendekati wajah istrinya yang menahan rasa sakit di rahangnnya. Devian mengamati setiap inci wajah gadis itu dengan marah.Tok.. Tok.. Tok..
Devian segera melepas cengkramannya kasar saat mendengar suara pintu diketuk, alice menggosok rahangnnya yang terasa agak perih. Alice hanya menunduk mencoba menahan air matanya sekuat tenaga agar tidak keluar.
"Yang mulia, Raja aaron ingin bertemu dengan anda." terdengar suara aiden dari balik pintu.
"Biarkan dia masuk."
Pintu terbuka dan seorang pria tua yang sudah berusia 60 thnan memasuki ruangan tersebut, mata abu-abunya menatap punggung putranya dan menatap menantunya yang masih berdiri disamping ranjang suaminya.
"Putraku, bagaimana kabarmu? Kau tak pernah mengunjungi ayah belakangan ini? " suara serak Raja terdengar menggema, begitu berwibawa dan penuh kesabaran.
"Aku sibuk ayah. Kenapa kau kesini?" tanya devian tanpa basa basi.
"Sudah 1 minggu kedatangan menantuku, aku ingin melihatnya tapi saat aku ke kastilnya dia tidak disana ternyata kau membawanya ke kediamanmu. Bahkan kau membawanya ke ruangan pribadimu." Raja aaron tersenyum memandang putranya. Sedang devian hanya menatap dingin ayahnya.
"Hmmm.. Jadi bolehkah aku bicara dengannya sebentar secara pribadi?" lanjut Raja aaron.
"Terserah ayah." devian menjawab singkat.
"Ayo menantuku kita bicara." ajak Raja aaron lembut.
Alice mengikuti Raja aaron dari belakang, mereka menuju Taman kastil tempat tinggal alice.
"Maaf kan putraku Ratu alice, dia sedikit kasar." ucap Raja aaron sambil melirik elice di belakangnya.Sedikit kasar? Dia sangat kasar menurutku.
"Tidak apa-apa yang mulia, dia hanya sedikit tersinggung karena saya ingin berteman dengan pangeran Adrian." alice menjelaskan. Raja aaron yang mendengar itu langsung berhenti dan menatap alice.
"Ada apa yang mulia?" tanya alice bingung.
"Kita memang harus bicara. " ucapnya serius.
Mereka duduk berhadapan di Taman kastil alice, Raja aaron mentap alice dan meraih cangkir teh yang ada disana. Dia pun menyesap sedikit teh dari cangkir itu.
"Rasa tehnya berbeda."
" itu teh yang saya bawa dari corfe."
"Corfe cukup terkenal dengan tehnya yang harum, devian juga menyukai teh dia sering minum teh dengan ibunya." kenang Raja aaron sambil menatap sedih cangkir teh yang tinggal separuh.
"Mungkin kau juga mendengar hal buruk tentangnya diluar sana." Raja aaron menatap alice tajam.
"Hmmm.. Tidak juga yang mulia, saya jarang keluar dari istana." alice menyesap tehnya mencoba menyembunyikan ke gugupannya di depan ayah suaminya itu.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Raja aaron.
"Apa maksud anda?" tanya alice bingung.
"Devian, bagaimana menurutmu?" Raja aaron mengulangi pertanyaannya.
"Saya belum mengenal Raja devian dengan baik yang mulia."
"Maka berkenalanlah dengan dia, berteman dengannya, dia adalah anak yang Malang." ucap Raja aaron. Alice menatap Raja aaron tak mengerti.
******
Waktu berlalu dengan cepat matahari sudah mulai bersembunyi, membenamkan dirinya dibelahan bumi yang lain. Raja aaron pun pamit pada menantunya itu.
"Baiklah, aku pergi dulu. Tak terasa waktu begitu singkat. Sudah lama aku tak memiliki teman bicara yang menyenangkan. Bagaimanapun aku bahagia memiliki menantu sepertimu, pasti ibu devian juga bahagia." raja aaron memeluk elice sebulum pergi. Alice tersenyum pada raja aaron.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...