Hari ini alice masih berdiam diri di kediamannya, menatap kosong kearah jendela. Memikirkan setiap kata yang di ucapkan Raja aaron.
Haruskah aku berteman dengan devian? Dia sangat menakutkan. Apa dia akan mau berteman denganku? Dia bahkan tak menyukaiku sedikit pun.
Dia kembali menjatuhkan dirinya diatas kasur yang empuk. Mengamati langit-langit kamarnya yang dipenuhi lukisan-lukisan Indah malaikat diatas awan.
"Bagaimana aku harus memulainya? Aku bahkan tak menyukainya?" gumamnya pelan.
Alice beranjak dari tempat tidurnya dan pergi keluar untuk memikirkan bagaimana harus mulai berteman dan mengenal devian.
"Dia anak yang Malang."
Ucapan Raja aaron masih memenuhi otaknya. Sudah kesekian kalinya alice menghela nafas berat.
"Yang mulia, apa anda baik-baik saja ?" tanya beryl cemas
"Beryl, apa menurut mu aku harus mulai mencoba bicara dengan devian?"
"Hmmmm... Entahlah, aku kira itu bukan hal yang mudah!! Bukankah begitu?" beryl menatap alice tak yakin.
"Ahhhh.. Kau benar. Aku bahkan harus menyerah sebelum perang."
Alice jalan mengitari Taman kastilnya dan berjalan lurus menuju kearah kastil utama dan hingga akhirnya tanpa sadar elice sudah berada di dekat kastil utama, saat itu dia melihat devian di Taman disana ada beberapa pengawal istana devian berdiri angkuh dan ditemani aiden.Apa yang terjadi? Pikir alice
Alice mendekat dan matanya tertuju dibawah kaki devian seseorang dipaksa berlutut didepannya. Dia pun bersembunyi di belakang tiang besar mengamati apa yang sedang terjadi. Meski alice tak dapat mendengar apapun tapi dari keadaannya devian sangat marah. Dan orang itu menyeringai penuh kemenangan pada devian. Dan dengan cepat devian menarik pedang yang di bawa aiden dan langsung menebas leher orang itu hingga terputus. Alice pun terbelalak kaget. Tanpa sadar tubuh alice terasa lemas matanya berkunang-kunang membuatnya terhuyung kebelakang. Beryl dengan cepat menahan tubuh tuannya.
"Yang mulia, apa... " dengan cepat alice menutup mulut beryl dan menarik tangan pelayannya menjauh dari sana.*****
Darah mengalir dan menyentuh sepatu seorang pria. Mata coklatnya menatap mayat yang penuh dengan luka tusukan ditubuhnya.
"jadi dia sudah ketahuan rupanya. Ternyata Raja iblis itu cukup waspada dan teliti. Sulit juga mendekatinya." pria itu menyeringai.
"Tak seharusnya kau membunuh orang yang memberi informasi pada kita, tuan." ucap seseorang dibelakangnya.
"Aku terlalu emosi, maafkan aku." ucapnya datar.
"Corfe sudah menjadi milik aldwick, rencana kita juga berantakan. Kita harus cari cara lain untuk mencari tau tentang Raja aldwick si monster itu." dia menatap tajam orang dibelakangnya.
"Akan aku usahakan tuan." ucapnya sambil menunduk dan pergi.
"Raja itu tak pernah membiarkan pemberontak hidup, tidak ada jalan lain. Aku harus menang atau mencari sekutu baru." gumamnya.
*******
Di kamar alice berdiam dibawah selimutnya tak membiarkan tubuhnya terlihat. Dia menggigil, setiap mengingat kejadian yang baru dia lihat. Seakan dia tak percaya.
"Yang mulia anda baik-baik saja?" tanya beryl cemas.
"Be.. Beryl apa devian kemari? " tanya alice ketakutan.
"Tidak, yang mulia? Apa terjadi sesuatu sejak tadi anda... "
Alice mengintip dari balik selimutnya menatap beryl penuh ketakutan.
"A.. Apa yang harus kita lakukan? " tanya alice cemas.
"Yang mulia!!! " beryl menatap alice cemas.Tok... Tok.. Tok..
"Si.. Siapa? " suara alice bergetar. Ketakutan dan kecemasan menjalari tubuhnya.
"Aiden yang mulia. " terdengar suara dari balik pintu.
Dengan cepat beryl membukakan pintu untuk aiden. Saat aiden masuk dia terlihat terkejut melihat alice.
"Apa yang anda lakukan yang mulia? " tanyanya heran.
"Tuan aiden, apa yang mulia devian bersamamu? " tanya nya lirih.
"Tidak, yang mulia apa anda ingin bertemu beliau? "
"Ti.. Tidak!!! " dengan cepat alice menjawab. "Beryl cepat tutup pintunya dan tunggu diluar aku ingin bicara pada tuan aiden."
"Panggil saja saya aiden yang mulia."
"Aku ingin bertanya sesuatu, apa kau akan menjawabnya? " alice menatap aiden.
"Apa anda akan bicara seperti itu? " aiden melihat alice yang masih mengintip dari balik selimut. Dengan cepat alice keluar dari selimutnya dan duduk.
"Maafkan aku, aku sedikit syock karena kejadian tadi. "
"Kejadian? Kejadian apa yang mulia, mungkin saya boleh tau? " selidik aiden.
"Aku melihat devian membunuh seseorang, a.. Apa dia juga akan melakukan itu padaku? Atau dia ada rencana untuk melakukannya padaku? " tanya alice cemas. Aiden pun terlihat terkejut tapi dengan cepat dia menyembunyikan ekspresi wajahnya.
"Dimana anda melihat hal itu yang mulia? " aiden menatap alice waspada.
"Ditaman belakang kastil utaman."
"Apa yang anda dengar dan anda lihat? " aiden kembali bertanya tangannya menggenggam erat hingga buku tangannya memutih.
"Aku tidak mendengar apapun, aku hanya melihat wajah devian yang marah dan membunuh orang itu." air mata alice jatuh tangannya gemetar. Aiden pun berhenti bertanya dan tanpa sadar tangannya bergerak ke punggung alice dengan ragu aiden menepuk lembut punggung istri tuannya itu.
"Tenangkan dirimu yang mulia, yang mulia devian tidak akan menyakiti anda. Percayalah karena dalam perjanjian corfe ditulis bahwa anda akan dijaga dan dilindungi oleh aldwick." aiden mencoba menenangkan alice.
"Apa aku hanya media perjanjian? " gumamnya kesal. "Aku punya hati, aku ketakutan setengah mati. Aku mencoba untuk kuat menahan semua beban rakyat dan kerajaanku di pundakku dan devian masih begitu kejam dan membunuh rakyat corfe." alice menatap tajam aiden. "Apa aku harus diam saja? Aku disini untuk melindungi nereka dari serangan pasukan kalian. Apa kau tak mengerti? " alice meninggikan suaranya. Aiden hanya diam dia tak bisa menjelaskan apapun pada alice.
"Katakan padaku tuan aiden, kau begitu Setia padanya. Kau tau kan kalau yang dia bunuh adalah rakyat corfe? " tanya alice marah sesekali suara sesenggukan tangisnya terdengar. Air mata terus mengalir dan membasahi pipinya yang mulus.
"Ya, dia tau." ucap seseorang, suara khas yang berwibawa laksana Raja bijaksana, suara yang merdu khas lelaki. Devian sudah berdiri didepan pintu menatap alice datar dengan iris merahnya yang tajam.
"Dan dia tak akan menjelaskan apapun." devian menjelaskan dengan tekanan disetiap katanya.
"Kau monster yang merenggut nyawa orang seenaknya. Apa kau sadar orang yang kau bunuh adalah rakyatku? " triak elice marah dengan air mata bercucuran dia menatap tajam devian.
"Aku tau." jawab devian datar.
"Dan kau tak merasa bersalah sedikit pun?" tanya alice tak percaya.
"Akan ada banyak rakyat mu yang akan mati. " devian menatap alice tajam.
"K.. Kau!!" alice membelalak tak percaya.
"Kau bahkan tak tau, jika banyak terjadi pemberontakan diperbatasan corfe? Kau benar-benar Putri yang tak tau apa-apa." gumam devian.
"Aiden temui panglima admir kirim 1000 pasukan ke corfe, kita harus membasmi hama yang merepotkan." devian melirik kearah aiden. Dengan cepat aiden membungkuk hormat dan pergi keluar untuk melaksanakan perintah rajanya.
"Apa yang akan kau lakukan pada orang tuaku? " alice menatap devian tak percaya.
"Kau tak perlu tau, bukankah dari dulu kau tak pernah tau apapun bahkan saat kepergian teman sepermainanmu pun kau tak tau apa-apa. Tetaplah seperti itu alice tutup mata dan telingamu." ucap devian sebelum dia pergi meninggalkan alice yang menangis sesenggukan.
*****
Devian berjalan cepat dengan wajah kesalnya, dia menuju kastil utama untuk menemui panglima admir sebelum berangkat ke corfe. Diluar kastil aiden sudah menunggunya bersama seorang pria yang berusia sekitar 40an, namun dengan badan besar dia sudah siap dengan baju zirahnya, baju besi perang yang kuat. Di bagian pelipis wajahnya terdapat bekas luka dari senjata tajam.
Saat melihat kedatangan devian mereka menduk memberi hormat.
"Yang mulia salam hormat untuk anda." ucapnya sambil menunduk.
"Terimakasih panglima, aku butuh bantuanmu dan pasukanmu untuk menghabisi pemberontak diperbatasan corfe, aku dengar serangan mereka sudah mendekati castif orang tua Ratu. Pindahkan keluarga kerajaan ketempat yang lebih aman dan buat pertahanan disekitar kastil. Aku rasa pasukan corfe mulai kualahan karena jumlah pemberontak bertambah setelah corfe menyerah pada aldwick." devian menatap tajam panglimanya.
"Baik yang mulia, kami akan melaksanakan tugas ini dengan sebaiknya dan membereskan semua dengan cepat."
"Baiklah aku percayakan tugas ini padamu panglima admiral. Kau panglima terbaik yang aku miliki. Bawa 1000 pasukan bersamamu dan jangan bawa tawanan jangan sisakan pemberontak itu satupun."
"Baik yang mulia."
"Kau boleh pergi sekarang."
Panglima admir pun menunduk hormat pada devian sebelum pergi. Devian beralih pada aiden yang menunduk.
"Bagaimana dia bisa tau aku membunuh penyusup itu?" tanya devian tajam.
"Maaf yang mulia saya tidak tau."
"Perketat keamanan dikastil Ratu, jangan izinkan dia keluar dari kamarnya sebelum para pemberontak itu dilumpuhkan."
"Baik, yang mulia." aiden membungkuk dan pergi.
"Tetaplah seperti itu alice, jangan melihat keluar dan jangan pernah terlibat dalam kotornya politik keluarga kerajaan" gumam devian sebelum masuk dan menghilang di persimpangan koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...