Hari ke 4 setelah insiden kaburnya alice dari aldwick dan hari ke 2 kembalinya ke aldwick setelah insiden itu. Beryl terus khawatir dengan alice seperti biasa.
"Yang mulia apa anda terluka? Apa para pemberontak itu menyakitimu? Apa yang mulia devian menghukummu dengan hukuman berat? Katakan padaku yang mulia bagian mana yang terluka? " beryl mencecar alice dengan puluhan pertanyaan yang sama.
Alice hanya bisa memandang beryl dengan penuh penyesalan.
"Kau baik-baik saja selama aku pergi? " alice balik bertanya yang akhirnya membuat beryl frustasi dengan majikannya.
"Yang mulia, aku menghawatirkanmu." beryl menegaskan tuannya kembali, alice hanya terkekeh kecil mendengar beryl yang terus kesal karenanya.
"Maafkan aku beryl, aku membuatmu khawatir. Lain kali aku akan mengajakmu." alice tersenyum lebar memandang pelayan setianya itu.
"Aku tidak mau yang mulia." jawab beryl sambil cemberut.
"Kau tidak mau ya? Lalu harus kah aku mencari pelayan baru." alice pura-pura berfikir serius.
"Yang muliaaa.." beryl pun merajuk pada tuannya itu. Alice pun tak mampu menahan tawanya melihat beryl yang cemberut.
Disaat yang sama devian melintas dekat kediaman alice. Devian menghentikan langkahnya dan menatap kearah alice yang tertawa lepas. Sebuah senyuman kecil terukir disana. Aiden yang melihat hal itu ikut tersenyum. Namun dengan cepat senyum devian menghilang dan dia kembali berjalan meninggalkan kediaman alice.
"Beryl haruskah aku memberikan hadiah untuk devian? "
"Yang mulia jangan memanggil yang mulia Raja seperti itu, jika ada yang mendengarnya anda bisa dihukum."
"Kenapa dia tidak disini kan? Lagi pula terlalu panjang jika harus menambah yang mulia."
Beryl hanya bisa menghela nafas panjang.
"Haruskah aku mengirimkan bunga? " alice menatap beryl dengan senyum lebar.
"Akan terlihat aneh jika anda memberi bunga untuk ucapan terimakasih."
"Hmmm.. Bagaimana dengan binatang peliharaan ?"
"Apa yang mulia devian punya waktu untuk merawatnya? " tanya beryl kemudian.
"Coklat? "
"Yang mulia devian mungkin akan menjawab, apa aku terlihat seperti anak kecil?" beryl membuat suara besar seolah menirukan devian.
"Ahhhhh..." alice mulai frustasi dan memikirkan cara lain.
"Apa yang dia sukai? " gumam alice.
"Bagaimana jika undangan minum teh secara pribadi? Raja aaron bilang devian suka minum teh." senyum sumringah kembali terukir di wajah alice, mata birunya nampak berbinar.
"Saya rasa itu ide yang Bagus, yang mulia."
Keesokan harinya, alice menyiapkan segala sesuatu dengan tangannya sendiri, meracik teh dan menuju dapur untuk mebuat kudapan. Hal itu membuat petugas dapur canggung dan merasa tidak nyaman, namun dengan ramah alice meminta bantuan dan pendapat dari setiap petugas dapur. Terlihat sedikit demi sedikit mereka mulai nyaman dan bekerja kembali. Beryl membantu tuannya, sesekali alice menyeka keringat didahinya dengan lengannya. Membuat dahinya hitam terkena noda dan hidung serta pipi terkena tepung dan berbagai bahan lain. Beberapa pelayan tersenyum melihat alice. Gaunnya juga kotor tapi alice tak begitu menghiraukannya.
"Beryl, kirimkan pesan ini pada yang mulia devian. Aku akan bersiap dan membersihkan diri." alice menyerahkan secarik kertas pada beryl. Dengan cepat beryl meninggalkan alice menuju kastil devian.
Beberapa pelayan menghampiri alice dan menunduk memeberi hormat.
"Bawa semuanya ke Taman aku akan menyusul nanti." perintah alice.
"Yang mulia, anda sungguh pandai memasak." puji salah satu petugas dapur sebelum alice pergi. Alice tersenyum menanggapi pujian itu.
******
Beryl bertemu aiden di depan ruangan Raja.
"Ada perlu apa? " tanya aiden.
"Tuan Ratu meminta pada saya untuk menyampaikan. Pesan ini pada yang mulia Raja." beryl menyerahkan secarik kertas pada aiden.
"Aku akan menyampaikannya pada yang mulia, kau boleh pergi."
"Tapi tuan aiden, bisakah kau memastikan yang mulai akan datang. Ratu menyiapkan semua dengan tangannya sendiri."
"Akan saya usahakan." sahut aiden.
Setelah beryl pergi, aiden masuk ke kamar devian.
"Yang mulia anda mendapat pesan dari Ratu." aiden memberikan secarik kertas ditangannya pada devian. Devian memandang aiden dan matanya beralih pada tulisan Indah di kertas itu.Yang mulia, saya secara pribadi ingin mengundang anda untuk minum teh bersama kediaman saya sore ini. Saya harap anda bisa datang, saya akan menunggu sampai anda selesai.
Devian meletakan kertas itu diatas mejanya dan melanjutkan membaca laporannya.
"Yang mulia, anda tidak akan datang? " tanya aiden.
"Saat ini aku sedang bekerja." jawab devian singkat tanpa memalingkan pandangannya dari tumpukan kertas dihadapannya.
"Saya dengar Ratu menyiapkan semuanya sendiri."
"Benarkah? " nada suara datar kembali terdengar namun mata devian melirik ke arah aiden sejenak. Aiden tersenyum kecil.Sepertinya anda mulai tertarik yang mulia, cobalah untuk membuka dirimu dari sekarang. Pikir aiden.
"Kau boleh keluar, aku ingin bekerja dengan tenang." aiden kembali menyibukkan dirinya. Aiden memberi hormat dan keluar dari kamarnya.
*****
Di kamarnya alice masih berkutat dengan riasan wajahnya. Matahari terlihat mulai condong kebarat, langit perlahan berubah orange. Lilin-lilin mulai dinyalakan hingga kamar alice nampak terang.
Alice telah menyelesaikan riasannya, rambut tertata rapi, dengan gaun satin lengan panjang berwarna biru. Dia kembali menatap cermin memeriksa pekerjaan perias-periasnya. Memeriksa setiap detil gaunnya. Hal yang jarang ia lakukan selama ini. Deg.. Deg.. Deg... Dia memegang dadanya merasakan detak jantungnya yang mulai tak beraturan. Membayangkan devian duduk didepannya membuatnya gugup. Mungkin dia terlalu takut itu satu hal yang terlintas di benaknya.
Perlahan kaki alice menuruni tangga dengan mengangkat sedih gaunnya agar tak terinjak. Dengan anggun dia menuruni satu persatu anak tangga. Sampai di Taman dia berjalan perlahan. Cahaya lilin menerangi seluruh Taman. Gaun satin panjangnya perlahan menyapu jalan yang telah ia lewati. Di duduk di kurai yang telah dia tata dengan sempurna. Membenahi setiap piring dan gelas. Alice mencoba mengatur kembali detak jantungnya. Kepalanya dipenuhi angan-angan yang bahkan belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Membuat sudut bibirnya terangkat.
1 jam 2 jam 3 jam...
Waktu berlalu begitu lambat, devian belum terlihat sama sekali, membuat senyum alice mulai menghilang. Dia menundukkan kepalanya mencoba menyembunyikan kekecewaan dihatinya. Sesekali dia menghela nafas berat.
"Apa dia masih marah, atau terlalu kecewa karena ulahku? " gumamnya lirih.
Perlahan dia mengangkat wajahnya yang murung dan diujung Taman. Seseorang dengan setelan tuksedo putih berjalan perlahan kearah alice. Iris merahnya menatap alice. Tanpa sadar dia telah berdiri diseberang meja bundar kecil membuat alice tersadar. Dan dengan cepat dia berdiri untuk menyambutnya.
"Se.. Selamat datang yang mulia." alice mulai gugup.
"Hmmm.. Terimakasih."
"Silahkan duduk." alice mempersilahkan. Devian duduk dan diikuti alice.
Alice menuangkan teh hangat yang dibawa pelayan ke cangkir dan menyerahkannya pada devian.
"Silahkan yang mulia."
Devian menerima cangkirnya dan menyesap tehnya sedikit, sesaat devian terdiam dan mengamati teh tersebut.
"Apa tehnya tidak enak? " tanya alice cemas.
"Tidak, teh ini terasa akrab." jawab devian sambil meletakkan tehnya di atas meja.
"Maaf aku terlambat." ucap devian datar.
"Tidak apa-apa yang mulia." alice menyesap tehnya cepat untuk menyembunyikan kegugupannya.
"Malam ini kau terlihat berbeda." puji devian.
"Anda juga yang mulia." balas alice.
"Aku dengar kau menyiapkan semua ini sendiri." devian meraih sebuah biskuit didekatnnya.
"Saya hanya ingin membalas kebaikan anda sedikit, mungkin ini tidak akan cukup." alice tersenyum pada devian.
"Itu tanggung jawabku, sudah ada dalam perjanjian."
"Diluar dari perjanjian itu, bisakah kita menjadi teman? " alice menatap devian serius. Devian yang hampir memasukkan biskuit kemulutnya mengurungkan niatnya dan kembali meletakkan biskuit itu lalu menatap mata alice tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...