Di luar perjanjian itu,bisakah kita menjadi teman ?
Devian masih menatap alice tajam, otaknya masih mencoba untuk mencerna setiap kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya.
Teman sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan ? atau yang dia harapkan ? dalam pikirannya devian masih sibuk dengan kesimpulannya sendiri. Tapi disisi lain, alice juga terkejut dengan apa yang baru saja dia katakana.
"maaf yang mulia jika yang saya katakan barusan...."
"aku akan memikirkannya." Kalimat alice dipotong devian dengan cepat. Bibir devian tertarik keatas membuat senyum yang lebih terlihat seperti smirk. Devian kembali meraih biskuitnya dan memasukannya kedalam mulutnya. Alice dengan gugup menyesap tehnya kemali untuk menenangkan dirinya.
"baiklah aku rasa sudah terlalu larut, aku akan kemali kekediamanku." Devian pamit pada alice. Devian berdiri dari kursinya dan berbalik namun langkahnya terhenti.
"aku suka the buatanmu, kau juga koki yang handal." Puji devian yang langsung melangkah pergi.
Ekor mata alice terus mengamati punggung suaminya, hingga dia menghilang dari padangannya. Sebuah senyuman mengembang disudut bibir alice.
Malam telah larut, namun mata alice tak dapat terpejam. Pikirannya melayang terus memikirkan devian. Bukan karena kebenciannya selama ini, tapi karena pujian dari devian. Senyum terus menghiasi wajahnya dan akhirnya dia menyembunyikan senyum indahnya dibalik selimut tebalnya.
****
Dikamar devian menatap keluar jendelanya, dia menatap sesuatu ditangannya. Sebuah cupcake yang dia bawa dari jamuan minum teh ditempat alice.
"kenapa aku memawa ini ?" dia mengamatainya dan akan membuangnya namun dia kembali teringat dengan tawaran alice.
Di luar perjanjian itu,bisakah kita menjadi teman ?
"teman ?? apa kau masih mau berteman dengan ku saat kau melihat diriku yang sesungguhnya??" gumam devian. "bahkan meski aku suamimu kau pun akan lebih memilih perpisahan." Devian meletakkan cupcake itu diatas meja.
****
Matahari mulai merangkak naik perlahan,memberi semburat orange di langit yang agak keabu-abuan. Alice masih menikmati mimpinya. Hingga sorot sinar mentari menembus masuk melalu jendela besar kamarnya yang kokoh.
Alice mengerjapkan matanya dan menggunakan lengannya untuk menutupi bagian matanya menghalangi sinar mentari yang menyilaukan matanya.Tok..tok..tok...
Seseorang masuk dengan buru-buru membuat alice terkejut.
"beryl, ini masih sangat pagi untuk membuat keributan." Terdengar suara alice yang terdengar lelah.
"yang mulia anda harus cepat, pangeran Adrian sedang menuju kemari." Beryl segera menarik tangan tuannya untuk segera turun dari tempat tidurnya.
"Apa sepagi ini ?" dengan buru-buru alice menarik jubah sutra merah panjang yang tergantung disamping ranjangnya.
Dengan cepat alice mengenakan jubah panjang itu untuk menutupi piayama yang terlalu menunjukkan lekuk tubuhnya itu.
Tok..tok..tok...
Pintu terbuka dan seorang laki-laki berdiri disana.
"Pangeran Adrian, apa yang membawa anda kemari sepagi ini ???"
Adrian tak langsung menjawab dia mengamati alice, tidak tepatnya mengamati tubuh alice.
"kau lebih cantik pada saat bangun tidur alice." Sebuah kalimat meluncur begitu saja dari mulut Adrian.
"maaf yang mulia tapi bisakah anda menunggu diluar, saya ingin bersiap terlebih dahulu. Pelayanku akan mengantar anda keruang tamu." Alice melirik salah seorang pelayannya dan dengan sigap pelayan itu berjalan kearah Adrian.
"yang mulia mari ikut saya." Adrian mengikuti pelayan alice.
1 jam kemudian alice keluar menemui Adrian yang menunggunya di balkon yang mengarah ketaman.
"pangeran Adrian !!" adrian yang dari tadi melihat kearah taman langsung berbalik, dan tersenyum melihat alice.
"maaf sebelumnya mungkin aku sedikit tidak sopan karena muncul di kamarmu seenaknya."
"tidak apa-apa, tapi tolong jangan ulangi lagi." Alice duduk disalah satu kursi disusul Adrian.
"aku hanya ingin melihat keadaan mu, tapi kurasa kau baik-baik saja." Adrian menatap alice.
"seperti yang anda lihat yang mulia."
"jadi bagaimana hubungan mu dengannya ?"
"aku menawarkan sesuatu, tapi dia bilang ingin memikirkannya dulu." Alice menjelaskan namun ada nada sedikit kecewa disana.
"apa yang kau tawarkan ??" Adrian menatap alice penuh selidik.
"aku memintanya berteman denganku." Jawab alice sedikit lesu. Namun, terlihat Adrian bernafas lega.
"aku kira kau sedang memintanya untuk menjadikanmu istrinya untuk kedua kali."
"apa maksud anda ?" Tanya alice bingung.
"hanya berteman kenapa harus memikirkannya ? alice percayalah padaku dia tak akan tertarik dengan ikatan apapun. Dia lebih suka sendiri, karena didalam dirinya jauh disana ada monster yang menakutkan." Adrian menatap alice tajam.
"Dia bukan monster, dia hanya tidak tahu bagaimana memulainya. Hubungan yang sesungguhnya. Saya sedang ada urusan lain jadi bisakah anda pergi sekarang." Alice berdiri hendak meninggalkan Adrian.
"baiklah, tapi jika suatu saat kau berubah fikiran kau bisa datang kepadaku." Adrian berdiri dan beranjak pergi dari kediaman alice.
Jangan harap aku akan datang. Pikir alice dalam hati.
Masih dalam situasi hati yang buruk alice memilih berlatih pedang dia mengayunkan pedangnnya dengan marah.
"apa yang kau lakukan." Suara devian mengagetkan alice yang tanpa sadar alice menjatuhkan pedangnya.
Perasaan marah alice kini berubah menjadi gugup dengan cepat.
"ya..yang mulia, apa yang sedang anda lakukan disini ?" Tanya alice spontan.
"aku ?" devian Nampak berfikir sejenak. "aku hanya lewat dan melihat mu mengayunkan senjata seenaknnya."
"ahh, begitu ya ?" ada sedikit rasa kecewa.
Devian hendak melangkah pergi, hingga alice menghentikan langkahnnya.
"tawaranku kemarin anda tak perlu memikirkannya." Alice menunduk dalam menyembunyikan ekspresi kekecewaannya dari devian. "saya sadar saya hanya media perjanjian." Gumam alice lemah.
"aku akan mencobanya." Sahut devian masih memunggungi alice. Dia pun melangkah pergi meninggalkan alice yang menatap punggung devian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...