Bab 4

3.2K 325 49
                                    

Keyla bergegas menuju tempat meeting-nya. Sesampainya di sana, dilihatnya Rendra dan Ryan sedang mengobrol dengan Pak Michael.  Dia langsung duduk di samping Rendra. Sebisa mungkin, dia menghindari tatapan bosnya.

"Do you have a problem Ms. Keyla?" Michael tampak kesal karena harus menunggu Keyla.

Rendra dan Ryan pun saling berpandangan. Mereka tampak terkejut melihat sikap Michael yang berubah.

"Damn, sepertinya Pak Michael kesal. Dari tadi dia bicara menggunakan bahasa Indonesia. Dan sekarang dia menggunakan bahasa Inggris," keluh Rendra dalam hati. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap serius Michael yang duduk di hadapannya.

"Sorry Sir. I will try—“  Rendra menoleh ke Keyla yang duduk di samping kirinya. Dia sedikit terkejut karena lengannya disentuh gadis itu.

"Nggak pa pa, Pak. Saya coba jelaskan dulu," ucap Keyla yakin.

Dia kembali menatap Michael dengan penuh percaya diri. "Désolé monsieur. J'ai eu un petit problème et emballer Rendra a essayé de me aider, (Maaf, Pak. Saya mempunyai sedikit masalah dan Pak Rendra mencoba menolong saya)," ujarnya tenang.

Ryan yang duduk di sebelah kanan Rendra berbisik tanpa mengalihkan perhatiannya dari Keyla. "Itu bahas Perancis, kan?"

Rendra hanya mengangguk. Dia tetap fokus memperhatikan Keyla dan Michael, walaupun tidak mengerti apa yang diucapkan mereka. Dengan harap-harap cemas dia menunggu Keyla selesai menjelaskan desainnya.

Di satu waktu Michael tampak mengangguk-anggukkan kepala. Di lain waktu dia menggelengkan kepalanya sambil mengucapkan sesuatu merespons ucapan Keyla. 

"Wow, Ms. Keyla. Saya tidak menyangka, Anda menguasai bahasa Perancis dengan sangat baik," puji Michael setelah dia selesai berdiskusi dengan Keyla.

"Panggil saja saya Keyla, Pak. Kebetulan Paris adalah salah satu kota yang ingin saya kunjungi. Jadi saya belajar bahasa Perancis ketika mulai kuliah," jelas Keyla dengan perasaan lega.

"Baiklah, Keyla. Kamu menyukai Paris?"

"Iya, Pak," senyum Keyla.

"Saya benar-benar terkesan. Saya setuju kerja sama ini. Nanti anak saya yang akan mengawasi langsung. Sepertinya kalian akan cocok. Dia kurang menguasai bahasa Indonesia. Kemampuanmu akan sangat membantu proyek ini." Michael tampak bersemangat.

"Kapan kita bisa mulai proyek ini, Pak?" Rendra pun tak kalah antusias.

"Mungkin dua minggu lagi. Saya akan memperlihatkan desain ini ke anak saya." Michael menyandarkan tubuhnya ke kursi. Membuatnya duduk lebih santai. "Akhirnya, saya bisa tenang. Tadinya saya khawatir menyerahkan proyek ini ke anak saya karena kendala bahasa," jelas Michael lagi.

"Baik, Pak. Saya harap kerja sama ini bisa lancar." Rendra berdiri dan menjabat tangan Michael.

"Saya harap juga begitu." Michael membalas jabatan tangan Rendra lalu menjabat tangan Ryan dan Keyla.

***
"Kamu selamat kali ini, Key. Jujur saya terkesan. Tapi kamu sudah buat saya malu berapa kali hari ini. Kalo sampai proyek ini batal, saya nggak tau kamu harus saya apa kan," ucap Rendra begitu duduk dibalik kemudi mobilnya.

"Maaf, Pak. Tapi bisa nggak, ini nggak usah dibahas lagi. Maaafff banget, Pak." Keyla menunjukkan wajah memelasnya seraya mengatupkan kedua tangan di depan dada.

Rendra menghela napas dan mulai menjalankan kendaraannya. "Oke. Tapi dengan satu syarat," balasnya setelah beberapa saat.

"Apa itu, Pak?" tanya Keyla dengan harap-harap cemas.

"Salad buatan kamu enak nggak?"

"Kata orang-orang sih enak, Pak. Kalo nggak enak, nggak mungkin mereka mau pesan terus kan?"

"Oke. Kamu bisa buatkan saya dua kotak salad? Satu kotak besok dan satu kotak lagi Sabtu."

"Itu aja, Pak?" tanya Keyla tak percaya.

"Jadi kamu mau hukuman yang lain?" Rendra menatap serius Keyla.

"Nggak, Pak. Nggak. Bapak serius amat. Nanti saya buatkan, Pak," sahut Keyla cepat.

"Berapa per kotak?"

"Nggak usah, Pak. Anggap saja sebagai permohonan maaf saya."

"Nggak juga gitu, Key. Saya nggak mau kalo gratis."

"Ya sudah kalo gitu, Bapak beli bahan-bahannya aja. Nanti saya buatkan."

"Oke. Kita belanja sekarang, ya." Rendra membelokkan mobilnya memasuki salah satu hypermarket.

***

Rendra dan Keyla baru saja selesai belanja untuk keperluan salad. Saat ini mereka sedang antre di kasir hypermarket.

"Ini kebanyakan buahnya, Pak.” Keyla  menatap buah-buahan yang ada di troli.

"Nggak pa pa, Key," jawab Rendra cuek. Matanya masih fokus memperhatikan layar iPhonenya.

"Terus saya bawanya gimana?" tanya Keyla bingung.

Rendra memasukkan iPhone ke sakunya. "Dari sini kita antar dulu buahnya ke kosmu. Baru kita balik ke kantor. Gimana?"

"Ya sudahlah, terserah Bapak."

"Yakin ya, nggak ada yang lupa?"

"Kayanya sudah semua, Pak" Keyla mengecek barang belanjaannya di troli. "Apel, pear, anggur, mayonaise, susu, keju, jelly, buah kaleng," gumamnya. Keyla menegakkan tubuhnya. "Sudah Pak, sudah semua," ucapnya yakin.

"Tapi ada yang kurang kayanya, Key," balas Rendra sambil memperhatikan isi troli.

"Apa, Pak?" tanya Keyla dengan wajah bingung.

Rendra mendekatkan wajahnya ke Keyla. "Pembalut," bisiknya yang langsung mengubah wajah Keyla menjadi merah padam. Membuat Rendra sontak tertawa terbahak-bahak.

"BAPAK NGGAK SOPAN!" desis Keyla tertahan. Tawa Rendra pun makin menjadi-jadi.

***
Jam tiga subuh Keyla sudah bangun karena harus menyiapkan salad pesanan Rendra. Dia akan membawa tiga kotak ke kantor hari ini. Terserah Rendra yang dua kotak mau diapakan. Ini semua karena Rendra yang terus mengambil buah, walaupun sudah dibilang cukup oleh Keyla.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam. Keyla bergegas mandi dan bersiap siap ke kantor. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Keyla, karena dia lebih suka berpenampilan simpel. Kecuali kalau ada meeting dengan klien.

Setelah selesai, Keyla mengambil ponsel dan mengirim chat ke Rendra.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang