Bab 17

2.9K 281 67
                                    

Rendra membunyikan klakson mobilnya begitu sampai di rumah mamanya. Tidak lama kemudian, keluar seorang gadis muda membuka pintu pagar. Keyla menatap gadis itu.

"Siapa dia?"

"Ta, tolong bantu bawa belanjaan di belakang, ya?" pinta Rendra pada gadis itu. Rencananya Keyla akan membuat salad buah di rumah mamanya. Kemarin sore mereka menyempatkan diri untuk berbelanja.

"Baik, Mas."

"Key, ini Ita yang temani Mama di sini." Rendra memperkenalkan Ita pada Keyla.

"Keyla." Keyla mengulurkan tangannya kepada Ita.

"Saya Ita, Mbak." Ita menerima uluran tangan Keyla.

"Dia masih SMA kelas tiga, Key. Selalu juara kelas," Rendra menjelaskan.

"Ah, Mas ini. Biasa aja kok, Mbak. Kebetulan aja bisa juara," jawab Ita merendah sambil mengambil sebagian belanjaan yang dibawa Rendra.

"Tiap tahun juara kelas di sekolah favorit kok kebetulan sih, Ta... Ta." Rendra membawa masuk sebagian belanjaan.

"Wah, pintar dong kamu." Keyla menatap kagum Ita.

"Mbak juga pasti pintar," puji Ita sembari mengikuti Rendra masuk ke dalam rumah.

"Tau dari mana kamu kalau saya pintar?" tanya Keyla heran.

"Yang jadi pacar Mas Rendra itu pasti pintar. Soalnya Mas Rendra nggak selera sama cewek nggak pintar," senyum Ita.

"Kecuali pacar sebelumnya. Pintarnya cuma pintar merayu," sela Anita. Sekarang mereka sudah berada di ruang tamu. Ita langsung masuk menuju dapur untuk meletakkan belanjaan.

"Ma...." terdengar suara Rendra yang baru kembali dari dapur mengingatkan Mamanya.

"Assalamualaikum, Tante." Keyla mencium tangan Anita.

"Waalaikumsalam. Gimana kabarmu, Key?" Anita tidak memedulikan teguran Rendra.

"Baik. Tante gimana?"

"Alhamdulillah, baik juga."

"Kalian sudah sarapan?" tanya Anita sambil bergantian menatap Rendra dan Keyla.

"Belum, Ma. Sengaja mau sarapan di sini," jawab Rendra.

"Ayo sarapan dulu. Mama sudah bikin bubur ayam. Habis itu kita langsung ke Kuningan, ya?" Anita mengucapkannya sambil menuju ruang makan.

"Kok ke Kuningan, Ma?" tanya Rendra terkejut. Seketika dia menyusul mamanya diikuti Keyla.

"Iya. Ita kangen mimihnya. Pengen pulang. Kamu nggak kasihan apa sama dia? Sudah lama dia nggak pulang." Anita mulai menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Bukan begitu, Ma. Tapi kok dadakan? Terus Keyla gimana? Baru juga sampai masa diantar pulang lagi?" protes Rendra panjang lebar.

"Keyla ya diajak to, Ren. Kamu ini gimana sih. Kamu mau kan, Key?" Anita menatap serius Keyla.

Keyla yang sejak tadi hanya jadi pendengar pun tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak ada persiapan apa pun. Dan ke Kuningan setahu dia lumayan jauh. Dia hanya menatap Rendra meminta bantuan.

"Kami juga nggak ada persiapan, Ma," ucap Rendra lagi setelah mendapat tatapan dari Keyla.

"Keyla sudah pernah ke Kuningan?" tanya Anita.

"Belum, Tante." Wajah Keyla tampak kebingungan.

"Nah.. makanya ikut ya? Kita nginap semalam di rumah mimihnya Ita. Jadi kamu tahu, di sana itu gimana keadaannya." Anita berusaha membujuk Rendra dan Keyla. "Mau ya? Besok kita pulang. Ya?" pinta Anita dengan penuh harap.

Rendra hanya mengedikan bahunya ketika Keyla kembali melihatnya. Sebenarnya dia senang-senang saja jika Keyla ikut ke Kuningan. Itu berarti dia akan lebih lama bersama Keyla, tetapi dia juga tidak mungkin memaksa Keyla.

"Tapi... Keyla nggak bawa baju, Tante."

"Gampang itu, kita bisa beli atau mampir ke kosmu. Gimana, mau ya?" Anita masih juga tidak pantang menyerah.

"Ma, Keyla jangan dipaksa. Lagian Mama kenapa nggak bilang dari kemarin?" Rendra kembali mengingatkan mamanya.

"Kalau Mama bilang, pasti kalian nggak mau. Iya kan?" Anita balik bertanya pada Rendra.

Tidak tega melihat wajah memelas Anita, akhirnya Keyla setuju ikut ke Kuningan. Tepatnya ke Desa Randobawa. Setelah sarapan mereka  pun segera berangkat. Namun mereka mampir dulu ke kos Keyla untuk mengambil keperluannya.

"Masih jauh ya, Pak?" tanya Keyla yang duduk di bangku penumpang depan. Sebenarnya dia ingin duduk di bangku tengah bersama Ita. Namun Anita memaksa dia duduk di depan bersama Rendra. Sepertinya sifat memaksa Rendra turun dari Anita.

"Sekitar dua jam lagi. Kenapa? Kamu capek? Kalo mau kita bisa istirahat dulu."

"Nggak, Pak. Nggak usah."

"Kita sambil nyemil aja ya, biar nggak bosan," usul Anita. "Mana tiramisunya tadi, Ta?"

"Ada, Bu." Ita mengeluarkan tupperware berukuran lumayan besar. Ternyata di dalamnya berisi tiramisu yang dikemas menggunakan kotak mika kecil. "Praktis kan, Bu, kalo kaya begini. Nggak repot potong-potong lagi," lanjut Ita.

"Iya. Otakmu memang encer."  Anita mengambil dua kotak mika beserta sendoknya, lalu menyerahkannya pada Keyla. "Ini Key, makan dulu." Setelah itu dia pun membuka miliknya.

Keyla baru membuka miliknya ketika dia teringat kalau Rendra yang paling suka tiramisu. "Bapak makannya gimana?" tanya Keyla sambil menatap Rendra.

"Saya nanti aja, Key," jawab Rendra tanpa menoleh. Dia tetap fokus menatap ke depan.

"Ah, yang bener, Mas. Entar ngiler lagi lihat kita makan," goda Ita.
"Nggak bakalan, Ta. Tenang aja. Asal jangan kamu habiskan aja," sahut Rendra yang menoleh ke Keyla. "Kamu makan aja, Key" lanjutnya lagi.

Sebenarnya Keyla tidak enak mau makan, tapi miliknya sudah terlanjur terbuka. "Maaf ya, Pak. Saya duluan. Sudah terlanjur dibuka ini."

Rendra tersenyum mendengar ucapan Keyla. Baru dia akan menjawab, terdengar suara mamanya. "Rendra disuapi aja, Key. Biasanya Tante kaya gitu kalau duduk di depan sama Rendra," ucap Anita santai, membuat Keyla langsung menghentikan makannya. Perlahan-lahan dia menelan tiramisu yang terlanjur ada di dalam mulutnya. Hampir saja dia tersedak.

"Mama." Rendra melirik Anita dari kaca spion. "Nggak usah didengar, Key," sahutnya lagi.

"Ya nggak pa pa, Mas. Dari pada Mas ngiler gitu." Ita ikut mendukung Anita.

"Mau kupotong uang sakumu?" Rendra menatap Ita dari spion mobil.

Ita langsung terdiam, tetapi tak lama kemudian terdengar dia berucap lirih "Ancamannya dahsyat eui." Membuat Keyla langsung tersenyum.

"Sudah, Key, suapi aja Rendra. Kan susah kalo Tante yang suapi dia. Kasihan tu, dia sendiri yang nggak makan," tambah Anita seraya asyik menikmati tiramisunya.

Keyla pun pasrah. Kalau dia tidak menyuapi Rendra, dua orang di belakang itu akan terus bersuara. Keyla mengambil kotak mika milik Rendra. Berniat membukanya.

"Nggak usah, Key. Nanti saya makan sendiri aja. Keluar dari tol, kita istirahat sebentar." Rendra melirik Keyla. Dilihatnya gadis itu seperti serba salah.

"Sudah, Mbak Key, disuapi aja. Dari pada Mas —" ucapan Ita terhenti karena mendapat lirikan Rendra dari spion mobil.

"Nggak pa pa, Pak. Saya suapi aja." Keyla kembali mengambil mika milik Rendra. Namun ketika akan membuka, dia bingung meletakkan miliknya yang sudah terbuka. "Punya saya taruh mana dulu ya?" gumam Keyla.

"Saya makan punyamu aja, Key. Saya makan sendiri. Nanti kamu buka aja lagi yang punya saya," ucap Rendra setelah melihat milik Keyla yang masih bersisa.

"Jangan, Pak. Ini sisa saya."

"Sudah nggak pa pa. Potongkan aja. Saya makan sendiri. Dari pada yang di belakang terus-terusan berkicau." Rendra kembali melirik ke belakang.

Keyla menuruti ucapan Rendra. Dia memotong tiramisunya, lalu menyerahkan sendok yang berisi potongan tiramisu ke Rendra.
Setelah memakan potongan tiramisu itu, Rendra mengembalikan sendoknya pada Keyla.

"Cie cie... yang nggak mau disuapi, tapi minta ciuman tidak langsung," kembali terdengar suara Ita.

Keyla menoleh  ke belakang. "Maksudnya apa tu, Ta?"

Rendra memejamkan matanya sesaat. Dia lupa kalo seseorang makan memakai bekas sendok orang lain, akan dianggap berciuman secara tidak langsung.

"Mbak Keyla nggak tau? Ibu juga nggak tahu?" tanya Ita sambil menatap Anita dan Keyla bergantian.

"Maksudnya...." Ucapan Ita terpotong suara Rendra.

"Ta, kamu jadi beli novel nggak bulan ini? Kalau jadi nanti kutransfer sekalian sama uang sakumu."

"Uang sakunya nggak jadi dipotong, Mas?" tanya Ita bersemangat. "Beli novelnya tiga, boleh?" lanjutnya.

"Iya, boleh," jawab Rendra setengah kesal.

"Aku belikan lima, Ta. Tapi jelasin apa maksudnya tadi," ucap Keyla sambil melirik Rendra. Dia merasa ada yang tidak beres.

"Maaf ya, Mbak Keyla. Tapi saya bukan tipe pengkhianat," ucapan Ita membuat Keyla memajukan bibirnya.

"Nggak pa pa, masih ada Mbah Google," balas Keyla sambil membuka kunci ponselnya menggunakan sidik jari.

"Beneran, Key... saya nggak ada maksud apa-apa. Saya cuma nggak mau kamu repot karena harus megang dua kotak mika. Itu aja." Rendra berusaha menjelaskan maksudnya pada Keyla. Dia tidak mau Keyla salah paham.

"Terus hubungannya dengan ciuman tidak langsung itu apa?" Keyla yang penasaran menatap Rendra.

"Aduh Mbak Key, maksudnya itu Mbak Key kan tadi makan pakai sendok. Berarti itu sendok kena bibirnya Mbak Key, terus Mas Rendra makan juga pakai sendok itu, berarti secara nggak langsung bibirnya Mbak Key dan Mas Rendra itu bertemu. Dengan kata lain ciuman tidak langsung," jelas Ita panjang lebar yang membuat Keyla langsung menatap Rendra dengan mata menyipit.

"Beneran, Key, saya nggak ada maksud kaya gitu. Tapi terserah kalo kamu nggak percaya." Rendra yang pasrah pun kembali melirik Keyla.

Keyla kembali menatap Rendra. Kali ini wajahnya terlihat kesal. Tanpa sadar Keyla kembali memakan sisa tiramisunya yang membuat Ita langsung tertawa.

"Kenapa kamu, Ta?" tanya Rendra heran.

"Lah itu Mbak Keyla juga mau ciuman tidak langsung dengan Mas Rendra. Hahaha...."

Seketika wajah Keyla memerah menyadari kebodohannya. Barusan dia kesal dengan Rendra, tapi dia sendiri juga makan dengan sendok yang sudah digunakan Rendra. Keyla memejamkan mata dan menepuk dahinya sendiri, membuat Rendra dan Anita ikut tertawa.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang