Bab 7

3K 320 37
                                    

Hujan deras turun ketika Keyla akan pulang kerja. Sudah lima belas menit dia menunda kepulangannya. Tapi sepertinya hujan masih betah membasahi bumi.

Dengan berbekal payung pinjaman dari satpam kantor, Keyla memutuskan untuk pulang. Dia tidak mau kemalaman sampai di kosnya.

Keyla sedang berjalan ke depan kantornya untuk mencari taksi ketika dilihatnya seorang ibu dan anak kecil kehujanan di pinggir jalan. Segera Keyla menghampiri ibu dan anak itu.

Ibu kok hujan-hujanan?" tanya Keyla sambil memayungi mereka.

"Anu, Neng, ibu dituruni taksi. Sopirnya takut mogok kalo kena banjir."

"Oh, jadi ini ibu mau nunggu taksi juga?"

"Iya, Neng."

"Ya sudah, saya tungguin sampai dapat taksinya."

“Nggak pa pa, Neng? Kasihan Nengnya kehujanan juga."

“Nggak pa pa, Bu. Kan pakai payung. Adik sini dekat-dekat kakak. Biar nggak basah."  Keyla menarik anak ibu itu agar lebih mendekat ke dirinya.

Tanpa Keyla sadari, Rendra memperhatikan dari dalam lobi kantor. Tadinya Rendra ingin langsung pulang. Tetapi melihat Keyla memayungi Ibu dan anak itu, Rendra memutuskan untuk mengamati mereka.

Lima menit kemudian sebuah taksi berhenti di hadapan mereka. Keyla mengalah memberikan taksi tersebut kepada Ibu dan anak itu. Dia menahan dinginnya udara. Ditambah bajunya yang sedikit basah terkena tempias hujan, membuatnya semakin kedinginan.

Sebuah mobil berhenti di depan Keyla. Jendela penumpangnya terbuka. "Masuk!" kata Rendra, si empunya mobil sambil memberi isyarat dengan kepalanya.

Keyla ragu-ragu sejenak.

"Kamu nggak dengar, Keyla? Cepat masuk!" perintah Rendra lagi.

Keyla segera membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Kamu ini memang susah dibilangi, ya. Minta kamu masuk mobil aja harus dua kali," omel Rendra sembari Rendra menutup jendela.

"Maaf, Pak. Tadi saya agak kaget, saya kira siapa," jawab Keyla sambil bergidik menahan dingin. AC di mobil Rendra semakin membuatnya kedinginan.

Rendra membuka jasnya sambil tetap mengemudi. "Ini pakai jas saya." Rendra menyerahkan jasnya.

"Tapi, Pak—“ ucapan Keyla terputus karena mendapat tatapan tajam dari Rendra.

"I-iya, Pak." Keyla langsung memakai jas itu. Dapat dirasakannya wangi khas Rendra memenuhi indra  penciumannya. Tanpa sadar, Keyla menikmati aroma yang dihirupnya.

Hujan yang deras dan lama membuat jalanan macet dimana-mana. Bahkan sebagian jalanan tergenang banjir.

"Pak, ini jalanannya macet banget. Ntar Bapak bisa kemalaman kalo antar saya pulang. Turunkan saya di masjid aja, Pak." Keyla yang tadinya menatap serius kemacetan di hadapannya menoleh ke Rendra.

"Terus kamu mau naik taksi gitu? Mau sampai jam berapa kamu? Lagian kamu nggak takut kemalaman di jalan. Cewek pulang malam sendirian, bahaya, Key," omel Rendra panjang lebar.

"Iya sih, Pak. Tapi saya mau magriban dulu. Ini sudah mau habis waktunya. Kalo nunggu sampai kos, pasti nggak keburu. Ehm, Bapak turunin saya di mesjid aja. Itu ada di depan.  Ntar habis sholat, saya pulang naik taksi."

Mendengar penjelasan Keyla, membuat Rendra terdiam. Berapa lama sudah dia tidak menjalankan perintah Tuhan-nya. Dia jarang menjalankan sholat, kecuali sholat Jumat. Selama ini dia selalu sesuka hati menjalani kehidupannya. Ketika menginap di rumah Mamanya, baru dia akan menjalankan sholat lima waktu. Itu pun setelah mamanya mengingatkan berulang kali. "Kamu tetap pulang bareng saya. Saya juga mau sholat dulu."

Sontak,  Keyla terpana menatap bosnya.

***

Selesai sholat, Rendra mencari Keyla di teras masjid. Karena tidak ada, dia berjalan ke ruangan khusus jamaah wanita.

Dia menilik melalui jendela kaca dan seketika dia terpana. Keyla  sedang khusyuk berdoa seraya memejamkan kedua matanya. Wajahnya yang manis tampak begitu teduh dan ayu, membuat siapa pun akan betah berlama-lama menatapnya.

Rendra merasa ada rasa nyaman menyelusup ke  dalam hatinya, membuatnya enggan untuk mengalihkan tatapan. Dia terus memperhatikan  gadis itu hingga merasa ada seseorang yang menepuk bahunya.

“Wanita baik-baik hanya untuk lelaki baik-baik.”

Rendra menoleh dan melihat seorang pria tua memakai sorban dan berpeci putih. Dia tersenyum. “Saya tau, Pak. Saya memang tidak pantas untuk gadis seperti dia.”

Pria tua itu tersenyum lembut. “Jika begitu pantaskanlah dirimu untuknya. Terus perbaiki dirimu. Mintalah kepada Tuhan, agar kau pantas menjadi jodohnya.”

Rendra menggeleng lemah. “Tidak, Pak. Dia terlalu baik. Sedangkan saya—“ Rendra menghentikan ucapannya dan kembali menatap Keyla yang sedang melipat mukena. Entah mengapa, dia merasa wajah Keyla tampak bercahaya.

“Setiap orang pernah melakukan kesalahan. Selama kamu mau bertobat dan memperbaiki semua kesalahanmu,  Insya Allah kamu akan pantas untuk siapa pun.” Suara pria tua itu kembali menyadarkan Rendra.

“Tapi—“

“Maaf Pak, saya lama.”

Rendra kembali menoleh dan melihat Keyla  berjalan ke arahnya. “Nggak pa pa, saya juga baru selesai.”

Keyla tersenyum dan mengangguk kepada pria berpeci lalu kembali menatap Rendra. “Ayo, Pak, kalau mau pulang.”

Pria tua itu kembali menepuk bahu Rendra. “Sebentar lagi isya. Jika berkenan, jamaah dulu di sini, baru pulang.” Lalu dia berjalan ke dalam masjid.

“Gimana, Key? Kamu nggak pa pa kita jamaah dulu di sini?”

“Nggak pa pa, Pak,” senyum Keyla.
“Kalau gitu saya di dalam aja ya, Pak?”

Rendra mengangguk dan memperhatikan Keyla yang berjalan ke dalam masjid. “Jika aku memperbaiki diri, bolehkah dia menjadi milikku, Tuhan?”

***

“Makasih ya, Pak, sudah bela-belain antar saya pulang,” senyum Keyla sambil melepas jas Rendra.

“Nggak pa pa. Santai aja.” Rendra mengambil kembali jas miliknya.

Keyla yang ingin membuka pintu mobil, mengurungkan niatnya. Matanya menangkap pemandangan yang membuatnya langsung terpaku.

Rico keluar dari rumahnya dengan seorang wanita. Dan tangan mereka bergandengan.

Jantung Keyla serasa berhenti berdetak. Siapa wanita itu? Selama ini Rico tidak pernah terlihat bersama seorang wanita.

Heran dengan Keyla yang tidak kunjung keluar dari mobilnya, Rendra pun menoleh ke arah Keyla dan mengikuti arah pandangannya. Dengan setengah terkejut, Rendra kembali menatap Keyla yang masih menatap ke satu titik.

"Key, kamu nggak pa pa?" tanya Rendra sambil menatap Keyla.

Tidak ada respons.

"Key," panggil Rendra sekali lagi sambil menyentuh tangan Keyla.

"Hm... ya, Pak?" Keyla menolehkan kepalanya ke Rendra. Wajahnya masih tampak terkejut.

"Kamu nggak pa pa?" tanya Rendra khawatir.

"Ng-gak, Pak. Nggak pa pa. Saya turun dulu. Makasih, Pak," ucap Keyla dengan suara bergetar. Dia berusaha tenang keluar dari mobil.

Keyla berjalan dengan perasaan tak menentu. Dia terus berjalan sembari menatap Rico yang juga berjalan ke arahnya. Segala macam pertanyaan berkecamuk di pikirannya.

"Kamu sakit,  Key?" tanya Rico dengan wajah khawatir begitu Keyla tiba di hadapannya. Wajah gadis itu tampak pucat.

"Ng-gak, Kak.” Mata Keyla menatap genggaman tangan Rico.

"Oh iya, kenalkan ini pacarku, Tyas." Rico melepas genggaman tangannya lalu merangkul pundak Tyas.




















Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang