Bab 18

2.9K 302 59
                                    

Sekitar pukul dua siang, mereka sampai di Desa Randobawa. Keyla terus-terusan menatap hamparan sawah yang mereka lalui. Dia sangat menyukainya. Terasa menyejukkan mata yang memandang.

Tidak lama kemudian mereka sampai di kediaman Ita dan langsung disambut ramah oleh kedua orang tua Ita.

"Assalamualaikum," ucap Anita.

"Waalaikumsalam," kedua orang tua Ita serentak menjawab.

Ita segera mencium tangan kedua orang tuanya, kemudian Rendra pun menyusul. "Abah, Mimih, gimana kabarnya? Sehat?"

"Alhamdulillah, sehat, Mas Rendra," jawab Abah Ita. Kedua orang tua Ita memang terbiasa memanggil Rendra dengan sebutan Mas. Sebagai bentuk penghormatan.

"Ini siapa?" tanya Mimih Ita sambil menatap Keyla.

"Oh, ini Keyla." Anita menyentuh bahu Keyla.

"Calonnya Mas Rendra?" Wajah Mimih Ita tampak berseri.

"Bukan, Mih," jawab Rendra. "Key, kenalkan ini Mimih Cici dan Abah Uud yang mengasuh saya  mulai bayi. Sudah seperti orang tua sendiri," jelas Rendra.

"Saya, Keyla." Keyla mencium tangan Uud dan Cici. "Pantas Pak Rendra kelihatan hormat."

"Ayo-ayo... silakan masuk. Istirahat dulu di dalam. Nanti saja agak sore, kalau mau jalan-jalan lihat desa."  Uud mempersilakan tamunya memasuki rumah.

Rumah Ita memang sederhana, tetapi terlihat bersih dan nyaman. Bahkan Anita yang orang berada saja merasa nyaman di rumah itu. Terbukti dia langsung memasuki kamar yang sudah disediakan dan langsung merebahkan diri.

Sore harinya, Rendra, Keyla dan Ita berjalan-jalan melihat keadaan desa. Keyla merasa tidak menyesal ikut ke desa ini. Udara di sini beda jauh dengan Jakarta. Apalagi bisa terus-terusan melihat hamparan sawah.

Mereka sedang dalam perjalanan pulang ketika Keyla tiba-tiba menghentikan langkahnya. Kedua tangannya yang terjuntai, mengepal.
Rendra memghentikan langkah dan berbalik ketika menyadari Keyla sudah tidak ada di sampingnya. "Key, kenapa? Kok berhenti?" Rendra menatap heran Keyla.

"Tuu...."

Rendra mengikuti arah pandang Keyla dan melihat seekor anjing sedang duduk "manis" dengan lidah terjulur di seberang jalan.

"Nggak pa pa, Key. Ayo."

Keyla menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajahnya sedikit pucat. "Suruh pergi dulu."

"Nggak pa pa, Mbak Key. Ayo...." Ita juga memanggil Keyla.

"NO. Suruh pergi dulu." Keyla tetap berkeras tidak mau melangkah.

"Blacky... hus.. hus.. pergi Blacky." Ita berusaha mengusir anjing itu, tetapi hasilnya Blacky malah berjalan ke arah Keyla. Walaupun masih di seberang jalan.

"Maaaakkk....!!" pekik Keyla ketakutan.

Rendra segera menghampiri Keyla. Baru saja Rendra tiba, Blacky menyeberang jalan. Membuat Keyla langsung bersembunyi di balik tubuh Rendra. Kedua tangannya mencengkeram erat lengan Rendra.

Blacky mengendus-endus di sekitar kaki mereka, membuat Keyla hampir menangis. Seketika itu juga Rendra memeluk Keyla. "Sstt, Tenang, Key... kamu jangan bergerak. Diam aja," lirihnya.

Keyla berusaha menahan tangisnya. Tubuhnya kaku. Dia menumpukan dahinya ke pundak Rendra yang semakin mempererat pelukannya.

"Ssstt... nggak pa pa." Rendra mengusap-usap rambut Keyla. Berusaha menenangkan gadis itu.

Tidak lama kemudian Blacky pergi. Perlahan Rendra melepas pelukannya, dilihatnya wajah Keyla sudah seputih kapas. Dibantunya Keyla berjalan.

"Mbak Key, nggak pa pa?" tanya Ita panik, lalu memegang tangan Keyla.

"Aduh tangannya dingin banget. Ayo, Mas. cepetan." Ita meremas-remas tangan Keyla.

"Keyla, kamu kenapa?" tanya Anita panik begitu melihat wajah pucat Keyla. 

"Mbak Key takut sama Blacky, Bu," jawab Ita. Dia melepas genggaman tangannya, sementara Rendra membawa Keyla duduk di kursi tamu.

Cici keluar membawa segelas air putih. Rupanya begitu melihat Keyla pulang dengan wajah pucat, dia bergegas ke dapur. "Ini minum dulu." Cici menyerahkan gelas yang dibawanya. Keyla segera menghabiskan air minumnya.

"Kamu memang takut anjing, Key?" tanya Rendra setelah Keyla agak tenang.

Keyla mengangguk. "Dulu waktu kecil, pernah dikejar sampai hampir jatuh di jurang," jawab Keyla dengan suara masih bergetar.

"Pantes...," gumam Rendra.

"Ya sudah, kamu istirahat aja dulu di kamar, Keyla. Nanti kalau sudah agak tenang, baru mandi." Anita langsung mengantar Keyla masuk ke dalam kamarnya.

Setelah mengantar Keyla istirahat, Anita mencari Rendra. Ternyata anaknya itu sedang duduk di kursi teras yang terbuat dari anyaman bambu.

"Ren, maksudmu apa bilang ke Mimih kalo Keyla bukan calonmu?" Anita ikut duduk di kursi sebelah Rendra.

"Memang Keyla bukan calon Rendra, kan, Ma?"

"Kalian nggak pacaran?" Wajah Anita tampak terkejut. Dia menatap serius Rendra.

"Nggak, Ma," jawab Rendra dengan suara pelan.

"Mama pikir kalian pacaran dan akan segera menikah. Makanya Keyla, Mama paksa ke sini. Karna mau Mama kenalkan sama Abah dan Mimihmu. Biar bagaimana pun, Abah dan Mimihmu sudah seperti orang tuamu sendiri. Mama nggak mau mereka tersinggung." Tampak kekecewaan di wajah Anita. 

"Maunya Rendra, Ma."

"Jadi kamu mau menikah sama dia?" Anita kembali bersemangat.

"Ya maulah, Ma. Tapi Keyla, kan belum tentu mau."

"Ya kamu ajak aja dia nikah. Gitu aja kok bingung sih, Ren."

"Nggak semudah itu, Ma. Keyla sekarang lagi patah hati. Pria yang dia cintai selama empat tahun, tiba-tiba memutuskan menikah dengan orang lain. Padahal Keyla yakin kalau pria itu juga mencintai dia." Rendra menatap serius mamanya.

"Oh, gitu. Kasihan juga dia. Tapi Mama nggak mau  tau ya, Ren. Pokoknya Keyla harus jadi menantunya Mama. Kamu jangan kelamaan tunggunya. Entar keburu Keyla diambil orang." Anita berdiri meninggalkan Rendra yang termenung di teras.

"Itu juga kemauan Rendra, Ma." Rendra memejamkan kedua matanya. Masih diingatnya dengan jelas bagaimana hangat hatinya ketika memeluk Keyla tadi. 

***
Keyla sedang duduk di kursi teras ketika Ita menghampirinya. Entah dari mana anak itu. Tubuhnya basah karena keringat. "Mbak Key, ayo jalan. Rugi sudah jauh-jauh ke sini, cuma di rumah aja." Ita ikut duduk di kursi teras yang berada di dekat pintu. Dia mengipas-ngipas wajahnya menggunakan telapak tangan.

Keyla bergidik. "Nggak mau ah, nanti ketemu Blacky lagi." Dia menolak mentah-mentah ajakan Ita.

"Nggak pa pa atuh ketemu Blacky lagi. Masih ada Mas Rendra. Kan bisa peluk-pelukan lagi kaya kemarin. Romantis pisan euy... auu... sakit!"

Keyla menolehkan kepalanya.  Dilihatnya Ita mengusap-usap kepalanya sambil mendongak menatap Rendra yang berdiri di pintu rumah.

"Ngomong sembarangan!" ketus Rendra sambil berjalan ke teras. "Ayo kalo mau jalan, Key, sudah aman kok. Kemarin sore, Abah ke rumah Pak David minta Blacky dikurung dulu."

"Biasanya Blacky nggak pernah ganggu orang. Mungkin karena kita baru di sini. Nggak pa pa kok, Mbak Key. Jalan yuk. Kita lihat orang kerja di sawah." Ita berusaha meyakinkan Keyla.

"Nggak ah, aku masih takut." Keyla mengedikan bahunya.

"Nggak pa pa, Key. Aman kok. Ayo." Rendra menghampiri Keyla. "Mumpung kita di sini. Nanti sore kita sudah pulang." Rendra mengulurkan tangannya.

"Ayo." Rendra meraih tangan Keyla yang tampak ragu-ragu. 

"Ma, kami jalan dulu," pamit Rendra pada Anita. Mamanya itu sedang duduk di ruang tamu.

"Ya... hati-hati...." Anita tersenyum melihat genggaman tangan Rendra. "Jaga Keyla baik-baik, Ren!"

Sontak Keyla melepas genggaman tangan Rendra ketika melihat senyum Anita. Rona kemerahan menghiasi pipinya. Dia mengalihkan tatapannya, tetapi malah bertemu pandang dengan Ita yang menaik-naikkan alis sembari tersenyum menggodanya.

Rendra tersenyum. "Iya, Ma. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam...."

Mereka bertiga pun berjalan dengan santai mengelilingi desa. Mengamati aktivitas pagi para penduduk. Ada yang sedang menggarap sawah, berkebun dan memberi pakan ternak.

"Mbak Key, mau makan tebu?" tanya Ita ketika mereka berjalan melewati kebun tebu.

"Memangnya boleh?" tanya Keyla ragu.

"Sebentar," jawab Ita sambil berjalan memasuki kebun tebu. Namun tidak lama kemudian, dia berlari melewati Rendra dan Keyla yang bingung menatapnya.

"KABUUURRR!!!!" teriaknya heboh.
Di belakangnya, pria berwajah marah mengejar dengan sepotong kayu di tangannya. Tubuh tambunnya membuat dia kesusahan untuk berlari.

Cepat Rendra  menarik tangan Keyla dan berlari sambil bergandengan tangan. Sesekali mereka menengok ke belakang, memastikan keadaan aman. Ketika sudah cukup jauh, mereka pun berhenti. Napas mereka terengah-engah.

Setelah memastikan pria tadi sudah tidak mengejar, Rendra berjalan menghampiri Ita yang berada jauh di depan. Masih dengan menggandeng Keyla. "Itu Bapak kenapa, Ta?" tanya Rendra masih dengan napas yang memburu.

Ita belum bisa menjawab. Dia memegangi dadanya dan berusaha mengatur napasnya. "Ita mah cuma ambil tebu sebatang. Dia marah-marah. Dasar kikir!!"

"Kamu nggak bilang dulu?"

"Nggak Mas. Kalau bilang dulu mah, pasti nggak dikasih. Mang Dadang itu bukan pelit lagi. Tapi kikir," jawab Ita yang langsung mendapat toyoran dari Rendra.

Setelah istirahat sebentar, mereka kembali mengelilingi desa melewati pematang sawah. Sesekali mereka berhenti, sekedar mengobrol dengan penduduk desa.

"Nah itu Abah," tunjuk Ita. "Abaaah! Mimiiih!" teriak Ita yang membuat kedua orang tuanya menoleh dan menghentikan aktivitas mereka.

"Awas! Hati-hati licin!" teriak Mimihnya memperingatkan.

"Iya, Mihh!" Ita kembali berteriak.

"Ini sawah orang tua kamu, Ta?" tanya Keyla sambil memperhatikan keadaan sekitarnya.

"Iya, Mbak. Sampai yang di sana itu. Yang ada orang-orangan sawah." Ita menjelaskan dengan bersemangat. "Nah kalo yang ini... aaa!!!" Ita yang menjelaskan sambil berjalan terpeleset dan refleks memegang Keyla.

"KEY!" teriak Rendra. Namun terlambat. Keduanya sudah jatuh ke sawah yang penuh lumpur.

"Mbak Key, nggak pa pa?" tanya Ita masih dalam posisi terduduk.

"Nggak pa pa gimana. Bajuku kotor semua ini," omel Keyla merengut sambil berusaha berdiri, namun dia kembali terjatuh. Rendra langsung tertawa melihatnya.

"Bapak ini! Bukannya dibantuin, malah diketawain." Wajah Keyla semakin merengut. Dia segera berdiri setelah dibantu Ita.

"Sorry, sorry."  Rendra berusaha menahan tawanya. "Kamu nggak punya niat jahat, kan, Key?"  Rendra menyipitkan kedua matanya ketika Keyla mengulurkan tangan meminta ditarik, membuat Keyla kembali merengut.

"Iya. Iya. Gitu aja ngambek." Rendra meraih tangan Keyla dengan sikap waspada.

"Nggak jadi." Keyla menarik tangannya dan bertanya pada Ita. "Itu siapa, Ta?"

"Siapa Mbak?" tanya Ita bingung.

"Itu yang pakai kaos lengan panjang. Yang lagi ke sini. Ada juga cowok cakep di sini ya?" Keyla masih menatap ke belakang Rendra dengan wajah kagum.

"Oh itu...." Tiba-tiba "BUK!!!" Rendra sudah berada di dalam sawah karena ditarik Keyla. Rupanya, karena penasaran dengan cowok cakep yang disebut Keyla, Rendra pun menoleh ke belakang. Membuatnya lengah dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Keyla.

"Hahahaha," terdengar suara  tawa Ita membahana. "Mas Rendra mah gampang bener dibohongi Mbak Keyla. Padahal yang datang cuma Abah dan Mimih. Hahaha...."

Keyla pun tersenyum puas melihat keadaan Rendra yang sama kotor dengan dirinya. Namun tidak berlangsung lama, karena Rendra sudah menarik Keyla hingga kembali terjatuh bersamanya.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang