Bab 24

2.9K 267 30
                                    

Rendra menjemput Keyla sekitar pukul tujuh. Gadis itu sudah ada di teras, duduk sambil memainkan ponselnya. Rambutnya disanggul kecil di bawah tengkuk. Dress panjang berwarna peach dengan model rok lebar yang jatuh, membalut tubuhnya dengan sempurna. Bagian atasnya berbahan brokat dan hanya memiliki lengan sebahu sebelah, membuat leher dan kalung pemberian Rendra terekspos dengan sempurna. Pinggangnya dihiasi ikatan pita yang cantik.

Rendra mengagumi kecantikan sederhana Keyla. Gadis itu hanya memakai make up tipis namun tetap terlihat cantik. Berbeda dengan Sarah yang setiap kali akan pergi ke undangan selalu minta diantar ke butik dan salon.

Pernah Rendra menawari Keyla untuk membeli baju, tas bahkan perhiasan, tetapi Keyla selalu menolaknya dengan berbagai macam alasan.

"Kok sepi, Key? Aku nggak pernah lihat Rico berapa minggu ini," tanya Rendra ketika menghampiri Keyla.

"Iya. Aku juga jarang banget ketemu Kak Rico. Tiap aku tanya, pasti jawabnya lagi sibuk. Kak Rico juga agak kurusan sekarang." Keyla memasukkan ponsel ke clutch hitamnya.

"Ohh... gitu. Ya sudah, ayo berangkat," ajak Rendra yang mendapat anggukan dari Keyla.

Rendra mengambil telapak tangan Keyla dan menggenggamnya. "Cantik banget kamu," pujinya sambil menatap Keyla.

"Loh, baru sadar, Pak?" Keyla berjalan duluan untuk menghindari tatapan Rendra. Jantungnya kembali berdebar-debar ditatap lembut Rendra. Belum lagi genggaman tangannya.

"Nggak. Dari pertama kita ketemu, aku sudah sadar kalau kamu cantik." Rendra masih belum melangkah. "Tapi waktu kamu minta diturunkan di masjid, itu saat aku memutuskan untuk mengejar kamu," ucap Rendra yang membuat langkah Keyla terhenti dan menatap Rendra. Tangan mereka terentang, masih bertautan.

Rendra tersenyum. "Ayo. Aku nggak mau kejadian semalam terulang lagi," katanya lalu melangkah, membuat Keyla kembali salah tingkah.

Rendra membawa Keyla menuju mobil. Begitu sampai, dia membukakan pintu untuk Keyla dan memasangkan sabuk pengamannya.

***
Sesampainya di tempat pesta Rendra kembali menggenggam tangan Keyla. Sesekali ibu jarinya mengusap ibu jari Keyla. Diantar seorang penyambut tamu, mereka menuju sebuah meja yang ada di depan panggung. Satu meja untuk sepuluh tamu undangan.

"Aku kira kita sudah telat," kata Rendra setelah beberapa saat mereka duduk. Karena tidak ada tanggapan dari Keyla, Rendra menoleh, menatap Keyla yang asyik dengan ponselnya. "Kenapa sih aku selalu kalah dengan HP-mu?" Suara Rendra terdengar sedikit kesal.

Keyla terkekeh dan menolehkan kepalanya. "Maaf, tadi aku balas sms Bu Wijaya. Beliau tanya aku di mana, kenapa nggak angkat telepon, pulang jam berapa. Aku nggak dengar tadi teleponnya."

"Memangnya kenapa?" tanya Rendra sambil mendekatkan wajahnya ke Keyla. Suara musik yang keras, harus membuatnya ekstra menajamkan pendengarannya. 

Keyla menggeleng. "Nggak tau. Aku mau telepon, berisik banget di sini. SMS-ku belum dibalas."

"Jadi ini pacar barumu. Biasa aja ya penampilannya." Suara sinis seorang wanita mengganggu interaksi mereka.

Rendra mendongak dan melihat Sarah berdiri di dekat Keyla. Begitu pun Keyla, dia ikut menatap Sarah.

Wanita itu tampil sangat cantik. Dia mengenakan gaun merah berpotongan dada rendah yang memperlihatkan belahan dadanya. Make up lengkap menghiasi wajahnya.

"Ralat. Dia bukan pacarku, tapi calon istriku. Dan menurutku dia sudah sangat cantik tanpa perlu memakai make up tebal." Wajah Rendra berubah menjadi dingin.

"Oh... jadi kalian akan segera menikah? Beruntung ya dia, bisa dapat suami seperti kamu. Kelihatan banget kalian nggak sebanding. Kasihan kamu, Ren," ucap Sarah masih dengan wajah sinis.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang