Bab 8

3.2K 326 68
                                    

"Oh iya, kenalkan ini pacarku, Tyas." Rico melepas genggaman tangannya kemudian merangkul pundak Tyas.

Keyla merasa dunianya runtuh seketika. Dia tidak menyangka Rico akan memperkenalkan seseorang sebagai pacarnya.

Tyas mengulurkan tangannya. “Tyas.”

Dengan menahan air mata yang sudah memberontak ingin keluar, Keyla menyambut uluran tangan Tyas. "Keyla," ucapnya pelan sambil berusaha tersenyum.

"Aku masuk dulu ya, kalian mau keluarkan?" tanya Keyla kepada Rico.

"Iya. Aku mau ajak Tyas keluar," jawab Rico sambil melirik Tyas. Sedangkan tangannya  tetap merangkul bahu Tyas.

Entahlah, apakah perasaan Keyla saja. Tapi dia merasa ada pancaran luka di mata Rico.

"Pak, saya masuk dulu. Terima kasih sudah ngantar pulang." Keyla menoleh ke arah Rendra.

Rendra hanya menganggukkan kepalanya. Dapat dilihatnya mata gadis itu menahan pedih.

"Saya duluan," ucap Rendra pada Rico dan Tyas.

"Silakan," jawab Rico. Dia memperhatikan Rendra yang berjalan ke arah mobilnya, lalu menarik napas panjang. Dia memejamkan kedua matanya. "Semoga pilihanku benar. Semoga kau bisa membahagiakan Keyla."

Keyla setengah berlari menuju tangga. Dia tidak mau air matanya jatuh sekarang. Setelah meletakkan tasnya di atas kasur. Dia menuju kamar mandi dan menyalakan shower. Air matanya mulai mengalir bercampur dengan air dari shower. Tubuhnya luruh, terduduk di lantai. Dia hanya diam menatap lantai, hingga tubuhnya bergetar di bawah guyuran shower.

***

Rendra mondar-mandir di dalam kamarnya. Hatinya gelisah. Entah sudah berapa kali dia mencoba menghubungi Keyla. Tidak ada satu pun yang dijawab. Memikirkan perasaan gadis itu membuatnya khawatir setengah mati. Dia harus minta tolong siapa untuk mengecek keadaan Keyla.

"Ayo dong, Key. Angkat," gumam Rendra ketika kembali mencoba menghubungi Keyla. Namun nihil. Tetap tidak ada jawaban. Dia mengacak-acak rambutnya.

Lagi, dia mencobanya. Sekali, dua kali, tiga kali, Rendra terus menelepon Keyla. Jika tadi Rendra memberi jeda, sekarang tidak. Dia akan terus menelepon, sampai Keyla mengangkat teleponnya.

"Halo.” Akhirnya terdengar suara Keyla. Suaranya nyaris tak terdengar.

"Key, kamu nggak pa pa?" tanya Rendra khawatir. Suaranya penuh dengan kelembutan.

Keyla tidak menjawab, hanya ada suara tangisan lirih gadis itu. Rendra hanya diam mendengarkan gadis itu menangis. Terus seperti itu sampai beberapa saat. Hingga akhirnya suara tangis gadis itu hilang dan berganti dengan suara napas teratur yang menandakan gadis itu tertidur.
Rendra menunggu beberapa saat sebelum menutup telepon. Dia memejamkan matanya. Entah mengapa, melihat gadis itu sakit hati seperti ini, membuat hatinya juga terasa nyeri.

***

Esok paginya sekitar pukul tujuh Rendra sudah memarkir kendaraannya di depan kos Keyla. Dia menunggu di dalam mobil seraya mengetik chat ke gadis itu.

Rendra menutup aplikasi chat-nya dan menghubungi bagian HRD kantornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rendra menutup aplikasi chat-nya dan menghubungi bagian HRD kantornya. "Halo, Pak Yudi, maaf ganggu pagi-pagi."

"Oh, iya. Tidak apa apa, Pak. Ada yang bisa dibantu?" tanya Yudi sopan.

"Saya cuma mau kasih tau kalo saya dan Keyla ada meeting pagi ini di luar. Jadi kami telat sampai di kantor."

"Oh iya, Pak. Terima kasih untuk pemberitahuannya." Yudi mematikan ponselnya dengan heran. Tumben bosnya datang telat, memberitahunya. Biasanya kalo bosnya ada meeting dengan karyawannya. Maka karyawannyalah yang akan memberitahunya.

Rendra menatap Keyla yang sedang berjalan menuju mobilnya. Mata gadis itu sembab. Wajahnya kuyu. Keyla yang biasanya ceria hilang entah ke mana.

Keyla memasuki mobil Rendra dan duduk di kursi penumpang. Wajahnya menatap ke bawah. "Saya bisa naik taksi, Pak. Bapak nggak perlu repot-repot jemput saya," katanya pelan.

"Kamu pasti belum makan dari tadi malam. Kita cari sarapan dulu," balas Rendra tanpa memedulikan ucapan Keyla. Dia mulai mengendarai Lexus-nya.

"Saya—“

" Please dong, Key. Nggak usah bantah saya terus. Saya nggak mau karyawan saya pingsan di depan klien. Jam sepuluh kita ada meeting dengan anak Pak Michael," sela Rendra sedikit kesal.

Keyla hanya diam tidak menjawab perkataan Rendra lagi. Dia membuang tatapannya ke jendela samping.

Mobil Rendra berhenti di depan warung bubur ayam. "Kita makan bubur aja, ya, jadi kamu nggak susah makannya." Keyla hanya mengangguk untuk menjawab perkataan Rendra.

Mereka makan dalam diam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Rendra memperhatikan Keyla yang tidak berselera makan. "Kamu yakin bisa ikut meeting?" Rendra sudah menyelesaikan sarapannya. "Kalo nggak bisa, saya sama Ryan aja yang pergi. Kamu istirahat aja," lanjutnya lagi.

"Saya pergi aja, Pak. Kalau di kos sendiri, malah kepikiran. Mending dibawa kerja. Lagian anak Pak Michael juga nggak terlalu bisa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris." Keyla menutup sendoknya. Dia hanya memakan setengah buburnya.

"Oke. Tapi kamu harus konsentrasi dan habiskan buburmu. Kalo nggak, kita akan tetap di sini.
Keyla yang malas berdebat pun kembali menyuapkan bubur ke mulutnya.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang