Bab 22

3K 313 113
                                    

Hari ini Keyla sudah masuk kantor seperti biasa. Setelah empat hari dirawat, dia diperbolehkan pulang. Satu hal yang sempat membuat Keyla bingung. Rico tidak pernah sekali pun menjenguknya, bahkan Ibu Wijaya tidak tahu kalau dia masuk rumah sakit. Padahal menurut Rendra, dia sudah menelepon Rico. Baru semalam Keyla tahu dari Ibu Wijaya kalau Rico mendadak ke luar kota.

Keyla langsung membuka laptop dan mengejar ketertinggalan pekerjaannya. Dia harus segera menyelesaikan beberapa desain kalau tidak mau dikomplain klien.

Keyla masih asyik berkutat dengan laptopnya ketika terdengar suara Shifa. "Jangan terlalu serius, Key. Entar malah sakit lagi." Shifa mengingatkan Keyla. "Makan dulu yuk."

Baru Keyla akan menjawab Shifa, telepon di mejanya berbunyi. Tampak nomor ekstensi ruangan Rendra. "Halo," jawab Keyla.

"Ayo makan dulu. Aku sudah pesan delivery. Ke ruanganku sekarang!" Rendra langsung menutup teleponnya.

"Maaf...," ucap Keyla yang merasa tidak enak dengan Shifa.

"Pak Rendra?" tanya Shifa tersenyum.

Keyla mengangguk pasrah.

"Ya sudah, pergi sana. Dari pada piring nasiku melayang gara-gara serobot calon istrinya," lanjut Shifa masih tersenyum.

"Aish... nggak usah sebarkan gosip. Aku ke sana dulu." Keyla melangkah keluar ruangan. 

Dia langsung mengetuk pintu ruangan Rendra karena Vetty sedang tidak ada. "Mungkin sedang makan siang," pikirnya.

Karena tidak ada jawaban, Keyla membuka pintu perlahan dan memasukkan kepalanya. Kosong.

"Gimana sih Pak Rendra nih, nyuruh datang tapi kok nggak ada," gumamnya.

Keyla memutuskan menunggu di sofa setelah melihat makanan kotak di meja tamu. Sambil menunggu, Keyla memainkan ponselnya.

Tidak lama kemudian Rendra keluar dari ruangan kecil yang ada di dalam ruangan kerjanya. Tempat dia meletakkan beberapa pakaian dan single bed.  Kemeja putihnya sudah digulung sampai siku. Rambutnya tampak basah.

"Sorry, aku sholat dulu tadi. Dari pada nanti lupa." jelas Rendra ketika melihat wajah bingung Keyla. Sudah lama?"

"Ohh, nggak. Baru aja. Tau gitu, saya juga sholat dulu tadi."

"Kamu mau sholat dulu? Nggak pa pa, aku tunggu," ujar Rendra yang merasa tidak enak.

"Nanti aja, Pak. Habis makan."

"Beneran?" tanya Rendra memastikan.

"Iya." Keyla menganggukkan kepalanya.

"Sebentar aku suruh Vetty ambilkan minum dan sendok garpu dulu. Kamu mau minum apa?" tanya Rendra sambil berjalan menuju mejanya. Dia hendak menelepon Vetty.

"Air putih aja."

Rendra menunggu teleponnya diangkat sembari  mengetuk-ngetuk meja kerjanya.  "Nggak diangkat. Sebentar aku ke pantry dulu."  

"Saya aja, Pak." Keyla sontak berdiri.

"Nggak usah. Aku aja, Key. Kamu buka aja makanannya." Rendra melangkah keluar ruangan. Namun baru beberapa langkah, dia membalikkan tubuhnya. "Key, bisa nggak mulai sekarang ngomongnya nggak usah formal lagi. Pake aku kamu aja."

Kedua ujung bibir Keyla terangkat mendengar permintaan Rendra. "Ribet ah, Pak. Dah kebiasaan."

Rendra menghela napas. "Paling nggak di luar jam kantor. Dan jangan panggil aku Bapak terus. Makin berasa tua aku?" tegasnya, membuat Keyla semakin tersenyum lebar. Lalu Rendra kembali keluar ruangan.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang