Bab 38

3.7K 334 78
                                    

Seperti biasa Keyla saat ini sedang berada di ruangan Rendra, dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Bekerja di ruangan Rendra memang lebih menyenangkan untuk Keyla. Selain bisa bersama, dia juga bisa banyak belajar dari Rendra.

Keyla merasa kemampuan mendesainnya melaju pesat. Itu semua karena Rendra yang selalu memberi kritik dan mengajarinya.

"Pak..." panggil Keyla yang sedang duduk sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Rendra.

"Hmm..." Rendra yang duduk bersandar masih menatap iPhone-nya. Dia sedang mengecek email-email dari para klien.

"Kalau kita nikahnya di Samarinda, Kak Rico bisa datang nggak ya?"

"Agak maksa kayanya. Kenapa? Kamu pengen dia datang?" tanya Rendra masih tanpa mengalihkan perhatian dari iPhone-nya.

Keyla menegakkan duduknya. "Iya lah. Kalau bukan karena dia, belum tentu kita kaya gini."

Rendra mematikan iPhonenya. "Iya sih. Dia juga pasti pengen lihat kita nikah. Jadi gimana?" Rendra memiringkan duduknya menghadap ke Keyla. Tangan kirinya bertumpu ke sandaran sofa menyangga kepalanya.

"Kalau kita nikahnya di sini aja gimana?" Keyla menatap serius Rendra.

"Kalau aku sih nggak masalah. Tapi apa Abah sama Ibu mau?"

"Itu juga masalah. Nanti deh, aku coba bilang ke Ibu." Keyla membaringkan tubuhnya lalu meletakkan kepalanya di atas paha Rendra.

"Bagusnya kita nikah tanggal berapa ya?" pandangan Rendra menerawang, tampak berpikir.

"Bukannya orang tua yang nentu'in?" Keyla mendongak menatap Rendra.

"Iya. Pasti diomingin lagi sama tetua. Tapi kita kan juga boleh usul." Rendra menunduk menatap Keyla. "Kalau tanggal satu Januari gimana Key? Kan seru tu, semua orang ikut ngerayain."

"Memang bisa?" Keyla langsung duduk menghadap Rendra. "Kan orang pada sibuk ngeraya'in malam tahun baru."

Rendra memencet hidung Keyla. "Ya itu kan malamnya. Kita besoknya. Mau ya? Nanti aku bilang ke Mama," ucap Rendra dengan wajah berseri.

"Hmm, Boleh deh. Lebih cepat lebih bagus." Keyla kembali membaringkan tubuhnya. "Hufh, dua bulan setengah lagi, kok lama banget ya...."

Rendra langsung tertawa.  Dia mengelus kepala Keyla. "Ku kira aku aja yang menghitung hari."

"Aku telepon Ibu sekarang aja ya?" Keyla mengeluarkan hpnya. Rendra hanya mengangguk menanggapi perkataan Keyla.

Keyla berdiri dan berjalan menuju jendela ruangan Rendra begitu nada sambungan teleponnya tersambung.

"Assalamualaikum," terdengar suara Ibunya.

"Waalaikumsalam. Bu, Keyla mau tanya boleh?" Keyla menatap jalanan ibukota.

"Kenapa nak?"

"Hmm Bu, kalau akad nikahnya nanti di Jakarta aja gimana? Soalnya kalau di Samarinda, Keyla takut Kak Rico nggak bisa datang." Keyla langsung ke inti pembicaraan.

"Key, kalau Ibu nggak masalah. Tapi akad nikah itu dimana-mana di tempat yang cewek.  Nanti apa kata orang kalau kamu nikahnya di Jakarta? Tapi coba kamu jelaskan ke Abahmu. Siapa tahu Abahmu mau."

"Memangnya Abah sudah pulang Bu?"

"Sudah. Sebentar yaa..." terdengar suara Ibunya menyerahkan hp ke Abahnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam... kenapa Key?"

Keyla menjelaskan maksud tujuannya menelepon sambil berjalan mondar mandir di depan jendela ruangan Rendra.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang