Bab 47

3K 287 31
                                    

Sepeninggal Rendra, air mata Keyla mengalir. Keyla juga tidak mau seperti ini, tetapi mencium bau makanan saja sudah membuatnya mual. Ditambah dengan kepergian Rico, membuatnya tidak bersemangat sama sekali. Yang dilakukannya hanya menangis dan menangis.

Suara pintu kamar mandi terbuka. Keyla segera menghapus air matanya. Dia menunggu Rendra membujuknya lagi. Tapi Rendra tidak kunjung mendatanginya.

Keyla kembali mendengar suara pintu dibuka. Dia yakin itu suara pintu kamarnya. Rendra keluar kamar tanpa menghampirinya. "Pasti dia marah," ucapnya dalam hati. Keyla kembali menangis. Dia menumpukan dahi di atas lutut yang dipeluknya.

Tidak lama kemudian Keyla mendengar pintu kamarnya kembali dibuka. Keyla mengira Rendra yang datang. Tapi ternyata Bik Darmi yang membawakannya makan malam.

"Bu.. disuruh Bapak makan. Dicoba yaa.. Bibik temani...."

Keyla menatap sedih makanan yang dibawa Bik Darmi. Bukan ini yang dia mau. Dia menyesal tidak merespons perhatian Rendra. Sekarang sepertinya Rendra benar-benar marah padanya. "Taruh saja di meja Bik. Nanti saya makan," ucapnya tanpa semangat sedikit pun. Dia kembali menatap kosong ke arah kolam renang.

Bik Darmi sebenarnya merasa tidak tega melihat kedua majikannya. Mereka benar-benar baik. Awalnya dia dan suaminya bekerja di sini hanya pagi sampai sore saja. Namun suatu hari, rumahnya terpaksa dijual untuk pengobatan anaknya. Setelah Rendra tahu, dia langsung menyuruh Bik Darmi dan suaminya ikut tinggal di sini. Sedangkan anaknya sekarang sudah menikah dan tinggal sendiri dengan istrinya.

"Saya temani ya Bu?"

"Nggak usah Bik. Bik Darmi urus aja makannya Bapak," jawab Keyla tanpa menoleh.

"Tapi tadi Bapak bilang..."

"Udah nggak pa pa. Saya makan kok Bik. Saya mau minum obat mual dulu."
Keyla melangkah memasuki kamar menuju meja rias, tempat dia menaruh obatnya. Setelah meminum obat mual, dia duduk kembali di balkon kamarnya. Berharap Rendra segera datang dan menemaninya makan. Tapi Rendra tetap tidak kunjung datang juga.

Keyla mencoba makan dengan hati yang makin sedih. Akhirnya Rendra marah padanya. Baru beberapa suap makan, perutnya bergolak. Dia mencoba menahannya. Tapi baru Keyla akan memasukkan lagi makanan ke mulutnya, isi perutnya sudah mau keluar.

Keyla berjalan secepat mungkin ke kamar mandi dan mengeluarkan semua isi perutnya ke toilet. Hingga semua makanan yang dimakannya keluar, perutnya masih tidak mau berhenti bergolak. Hingga cairan kuning yang keluar, membuat mulutnya terasa pahit.

Keyla terduduk lemas di lantai kamar mandi. Setelah memencet tombol flush, dia perlahan-lahan bangkit dan menuju tempat tidur. Tubuhnya bergetar, dia berbaring di atas tempat tidur. Air mata Keyla kembali membasahi pipinya. Hingga akhirnya dia tertidur.

Rendra memperhatikan wajah istrinya yang tertidur. Diperiksanya bekas makan Keyla. Hanya dimakan sedikit. Rendra membawa keluar sisa makanan Keyla ke dapur. Baru saja dia meletakkannya, Bik Darmi mendatanginya. "Pak, tadi saya dengar Ibu muntah lagi. Tapi pas saya masuk kamar, Ibu sudah baring di tempat tidur."

Rendra menghela napas. "Ya udah Bik, nggak pa pa. Makasih yaa..."

Rendra segera menuju kamarnya. Dia ingin membangunkan Keyla untuk makan lagi. Namun dia tidak tega. "Nanti saja kalau Keyla bangun, baru dibujuk untuk makan lagi," ucapnya dalam hati.

Rendra meneruskan pekerjaannya yang tertunda di kamarnya. Besok dia harus melakukan presentasi penting. Pak Brata kembali ingin bekerja sama membuat sebuah perumahan mewah. Setelah makan malam, dia menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerjanya. Sebenarnya dia ingin mengerjakannya di kamar. Tapi dia takut tidak bisa menahan emosinya seperti tadi.

Cinta KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang