Pucat dan membesi wajah si gadis baju merah, katanya tak acuh,
"Ternyata tuan ini adalah Te-gak Suseng yang terkenal itu ......"
"Tidak berani", sahut pelajar buntung.
"Apa kehendak tuan sekarang?" tanya si gadis.
"Terus terang, dengan setulus hati kuingin berkenalan."
"Laki-perempuan dibatasi dengan adat, berkenalan apa, kau tidak keliru omong?"
"Kaum persilatan macam kita kenapa harus pikirkan adat dan aturan segala?"
"Te-gak Suseng, tak perlu cerewet lagi, tujuanmu adalah Sek-hud (batu Budha) bukan?"
"Sek-hud? Baru sekarang kudengar nama ini, apa persoalannya akupun tidak tahu."
Si gadis baju merah tertawa dingin, katanya,
"Apa yang terkandung dalam pikiranmu, kau sendiri yang tahu, tapi biar kukatakan kepadamu dengan cara apapun akan kau gunakan, jangan harap kau bisa memperolehnya."
Te-gak Suseng jadi bingung, katanya,
"Nona, kuulangi sekali lagi, sekali-kali tiada pikiranku seperti dugaanmu."
"Kalau begitu boleh kau pergi."
"Siapa nama nona?"
"Kau tidak perlu tahu."
"Kenapa nona begini kukuh?"
"Aku tidak suka berteman dengan orang sebangsa serigala."
Berubah roman muka Te-gak Suseng, terunjuk sinar kejam pada sorot matanya, namun hanya sekilas saja.
"Nona pandang aku serendah serigala?"
"Dari caramu membunuhi orang, manusia serigala belum cukup untuk melukiskan dirimu."
Te-gak Suseng naik pitam, katanya dingin,
"Kalau Cayhe tidak bunuh mereka, nona sudah menjadi tawanan orang-orang Ngo-lui-kiong tadi."
Tertegun sebentar, lalu gadis baju merah berkata,
"O, jadi tuan telah menolong aku?"
"Secara kebetulan saja kupergoki kejadian ini, tiada maksudku untuk pamer di sini."
"Bagaimana kalau kuterima kebaikan pertolonganmu ini?"
"Kukira tidak perlu."
"Lalu apa tujuan dan maksud tuan yang sebenarnya?"
"Cayhe hanya ingin berkenalan saja."
"Apa tujuan ingin berkenalan dengan aku?"
Walau sejak kecil Te-gak Suseng sudah terlalu sesumbar dan suka membawa adatnya sendiri, namun untuk menyatakan rasa sukanya dalam sekali bertemu ini, ia merasa malu dan tak kuasa diucapkan, dia tergagap tak bisa menjawab.
Kata gadis baju merah dengan angkuh,
"Tuan tak mau menjelaskan, aku ingin pamit, kebaikkanmu akan selalu kuingat," lalu dia putar badan tinggal pergi.
Sebetulnya dia ingin menghadang dan menahannya, namun pikirannya berubah, dengan mendelong dia pandang bayangan orang lenyap di kejauhan sana. Dia merasa geli sendiri, bukankah tujuan perjalanannya kali ini hendak meminang putri keluarga Ciang di Kayhong, perintah orang tua tidak diindahkan, malah cari penyakit disini.
Watak manusia terkadang memang aneh, yang mudah diperoleh tak diacuhkan, yang sukar didapat justeru diburu.
Dengan terlonggong tercetus gumam dari mulut Te-gak Suseng,

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...