Tapi Thian-thay-mo-ki sudah berkata pula. "Te-gak Suseng, bukan sengaja aku hendak pamer kepadamu, tanpa aku kau sudah mampus ditangan orang berkedok, kau ..... kau memang laki-laki tidak punya perasaan."
Ji Bun melengak, tutur kata dan sikapnya ini, seakan-akan ceritanya itu tidak bohong, peduli siapakah orang berkedok itu, betapapun dia pernah menolong dirinya, rasa gusarnya lambat laun mulai pudar, katanya menegas: "Apa betul kejadian itu?"
"Terserah kau percaya atau tidak. tak perlu aku membual kepadamu. Kalau kau ingin bukti, boleh kau cari orang berkedok itu, tapi ..... kau takkan punya kesempatan lagi"
"Kenapa?"
"Aku bertekad untuk membunuhmu," teriak Thian-thay-mo-ki beringas.
Berkobar pula amarah Ji Bun, tahu-tahu dia melejit, secepat kilat dia menubruk maju.
Thian-thay-mo-ki ayunkan tangannya, segenggam jarum lembut selebat hujan memapak tubrukan Ji Bun, rasa sakit seperti disengat kumbang merangsang tubuh Ji Bun. Seketika hawa murni dalam tubuhnya kandas, badanpun anjlok ke bawah. "Seeer", selarik sinar kemilau mendesis terbang berputar-putar di tengah udara, ternyata Thian-thay-mo-ki menimpukkan pula Jit-soan-hwi-yim.
"Sret" pisau terbang melengkung itu berputar membabat leher. Lekas Ji Bun menunduk kepala, senjata rahasia itu menyamber lewat di atas kepalanya, belum lagi pikirannya bekerja, tahu-tahu pisau melengkung itu sudah terbang balik, gaya putarannya semakin kencang laksana angin lesus menderu.
Serasa terbang sukma Ji Bun, ia terkena beberapa batang jarum, hawa murni buntu, tenaganya tak mampu dikerahkan. Dengan mendelong dia hanya bisa mengawasi lingkaran sinar kemilau itu menyambar tiba tanpa mampu berkelit, apa lagi hendak menangkisnya.
Pada detik-detik yang menentukan mati hidupnya itulah, di luar tahunya, tiba-tiba pisau terbang melengkung itu melesat balik ke tangan Thian-thay-mo-ki.
"Te-gak Suseng, kau sudah mati lagi sekali!"
Gemerobyos keringat dingin Ji Bun namun sikapnya tetap angkuh, katanya: "Kenapa kau tidak tega turun tangan?"
"Hm, kau ingin mati dengan mudah? Soh-li-sin-ciam yang mengenaimu itu sudah cukup untuk merenggut jiwamu."
"Kalau aku tidak mati, akan kubunuh kau," habis berkata ia terus merangkak bangun dan tinggal pergi dengan langkah sempoyongan. Karena banyak bergerak, jarum lembut itu bekerja lebih cepat mengikuti darahnya yang mengalir, kalau sampai menusuk jantung, jiwanya pasti tak tertolong lagi.
"Berhenti!" tiba-tiba Thian-thay-mo-ki menghadang di depannya.
Ji Bun berhenti sambil menegakkan badannya, suaranya gemetar menahan sakit: "Mau apa kau?"
"Plakl" tiba-tiba Thian-thay-mo-ki ayun tangan menamparnya, kontan Ji Bun terpental jatuh semaput.
Thian-thay-mo-ki mengerahkan Lwekang lalu ulur tangan, telapak tangannya sudah berubah warna merah. Dari jarak beberapa senti, beruntun telapak tangannya bergerak-gerak keseluruh badannya, sebatang demi sebatang jarum-jarum lembut yang mengeram dalam badan Ji Bun disedotnya keluar, semuanya lengket di telapak tangannya. Hal ini terjadi hanya dalam waktu sekejap saja.
Setelah dia berhasil menyerap jarum-jarum dari badan Ji Bun dengan kepandaian Lwekang perguruannya, kebetulan Ji Bun pun siuman dari pingsannya, melihat Thian-thay-mo-ki berada di sampingnya, segera dia membentak: "Kau ingin mampus," tiba-tiba badannya melejit segesit kera melenting. "Plak'', terdengar jeritan nyaring Thian-thay-mo-ki, kontan dia jatuh terguling.
Terasakan oleh Ji Bun dadanya menjadi longgar, badan segar, napas teratur, hawa murni mengalir lancar, rasa sakit seperti disengat kumbang tadi sudah lenyap, waktu dia berpaling, dilihatnya jarum-jarum lembut lengket di telapak tangan Thian-thay-mo-ki, seketika bergetar sekujur badannya. "Celaka!" keluhnya, lekas dia menutuk beberapa Hiat-to ditubuh Thian-thay-mo-ki, waktu jarinya menyentuh kulit badannya yang halus padat kenyal, pandangannya terpesona, tutukan jarinya berhenti di tengah jalan. Rona mukanya berubah berganti, jantungnya serasa hendak meloncat keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...