Ternyata di hadapannya entah sejak kapan sudah berdiri seorang berkedok berjubah sutera. Orang inilah yang pernah turun tangan dan memukul Ji Bun. Dengan senjata rahasia Jit-swan-hwi-jim tempo hari ia pernah melukai kepala orang ini, namun Ji Bun tidak percaya akan ceritanya itu.
Apakah orang ini pula? Dengan tajam ia awasi orang dihadapannya ini, pandangannya terakhir berhenti di atas kepala orang. Namun karena tertutup kerudung tak mungkin ia bisa melihatnya apakah ada codet bekas luka di atas kepala orang ini.
Terdengar orang berkudung itu berkata pula : "Apakah nona adalah Thian-thay-mo-ki?"
Terpaksa Thian-thay-mo-ki menjawab dengan suara gagap: "Betul, tuan ...."
"Nona kenal Te-gak Suseng?" potong orang berkerudung.
Remuk rendam hati Thian-thay-mo-ki, tanpa sadar tangannya merogoh kantong senjata rahasianya, sahutnya: "Kenal, tuan ada perlu apa?"
"Aku sedang mencarinya."
"Apa? Tuan ...... mencarinya?"
"Ya, kudengar orang mengatakan dia bersama nona menuju kemari, maka kususul ke sini."
Thian-thay-mo-ki mengertak gigi, tanyanya: "Apa maksud tuan mencarinya?"
Sejenak orang berkedok berpikir, lalu katanya dengan nada serius: "Apakah nona tahu hubungannya dengan Lohu?"
Tergerak hati Thian-thay mo-ki, tanyanya: "Mohon diberitahu."
"Kami adalah ayah beranak."
Bergetar sekujur badan Thian-thay-mo-ki, ia menegas dengan suara gemetar: "Ayah beranak?"
"Ya, di mana dia sekarang?"
"Dia ..... sudah meninggal."
"Apa?" teriak orang berkedok beijingkrak seperti orang gila, "katakan sekali lagi."
Dengan menahan isak tangis dan kepiluan hatinya, Thian-thay-mo-ki mengulang sekali lagi "Dia sudah meninggal."
Terhuyung badan orang berkedok, teriaknya seperti orang kalap: "Bagaimana dia bisa mati?"
Sebetulnya Thian-thay-mo-ki amat heran dan curiga, namun rasa sedih sudah merasuk perasaannya sehingga pikirannya tidak jernih, katanya dengan geram: "Dia terpukul luka parah oleh seorang yang mengaku sebagai Jit-sing-ko-jin, lalu dilempar ke jurang."
Bergoyang gontai badan orang berkedok, seperti hampir tersungkur jatuh, dengan berlinang air mata ia mengawasi bawah jurang. Lama sekali baru tercetus kata-kata dari mulutnya: "Orang macam apakah Jit-sing-ko-jin itu?"
"Entahlah, di kalangan Kangouw belum pernah kudengar nama julukan orang ini."
"Bagaimana perawakan dan raut wajahnya?"
"Berpakaian jubah biru mirip pelajar berusia setengah umur, mukanya pucat, sorot matanya tajam buas, sorot mata dan rona wajahnya amat berbeda, mudah dikenali, namun .........."
"Namun bagaimana?"
Menurut penglihatanku, agaknya dia mengenakan kedok muka atau menyamar dengan obat-obatan!"
"Oh," orang berkedok bersuara dengan mulut melongo, lalu katanya pula: "Lohu akan perhatikan, dia takkan lolos dari tanganku, aku bersumpah menuntut balas kematian puteraku. Nona, belum lama ini anakku itu memberitahu kepadaku, katanya ada orang menyaru diriku dan menurunkan tangan jahat kepadanya, tentunya nona tahu akan kejadian ini?"
Tanda tanya yang selama ini mengganjel hati Thian-thay-mo-ki kini disinggung oleh orang berkedok, naga-naganya seperti dugaan Te-gak Suseng, memang ada seseorang yang menyaru ayahnya untuk mempermudah turun tangan membunuhnya, maka dia mengangguk, sahutnya; "Ya, malah kusaksikan sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...