"Selamat bertemu So-cianpwe."
"Silakan duduk."
"Terima kasih."
Setelah semua orang mengambil tempat duduk, sesaat suasana menjadi hening, karena adanya hubungan yang janggal antara Ji Bun dengan So Yan, siapapun menjadi kikuk untuk buka suara lebih dulu.
Setelah berdehem akhirnya Ciang Wi-bin membuka suara: "Hiantit, kejadian apa yang kau alami di tengah jalan?"
"Di Sip-san, Siautit bersua dengan Ngo-hong Kaucu, sayang dia sempat melarikan diri, dari mulutnya, Siautit mendapat kabar tentang jejak ayah."
Berubah rona muka Khong-kok-lan So Yan, tapi diam saja.
Ciang Wi-bin mengerut kening, tanyanya: "Di mana ayahmu?"
"Bersama ibu mereka ditawan di markas pusat Ngo-hong-kau."
"Ngo-hong Kaucu sendiri yang mengatakan padamu? Apa maksudnya?"
"Sekarang belum diketahui, namun dia mengajukan syarat untuk membebaskan mereka."
"Syarat apa?"
"Dia minta barter dengan batok kepala Siangkoan Hong suami isteri."
"Hm, membunuh dengan pinjam tangan orang lain, muslihat Ngo-hong Kaucu memang terlalu keji. Lalu rencana apa yang hendak kau lakukan untuk memenuhi syarat ini?"
"Kukira sulit dilakukan."
"Ya, aku sudah mengatur rencana, kita harus mencari tahu asal usul Ngo-hong Kaucu, kuyakin tak lama pasti berhasil kuselidiki."
"Gi-heng," tiba-tiba Khong-kok-lan So Yan buka suara, "bahwa Ji Ing-hong masih hidup, tentunya kau tidak merintangi aku menuntut balas padanya bukan?"
Panggilan "Gi-heng" atau kakak angkat baru pertama kali ini Ji Bun mendengarnya. Jelas, secara langsung So Yan tidak akan peduli lagi adanya hubungan lantara Ciang Wi-bin dengan Ji Ing-hong di masa lalu, bagi pendengaran Ji Bun sudah tentu amat menusuk kuping dan serba rikuh lagi.
Ciang Wi-bin melirik ke arah Ji Bun tanpa bersuara. Ji Bun sendiri juga maklum, dalam pembicaraannya waktu pulang dari danau setan tempo hari, Ciang Wi-bin telah menarik kesan buruk terhadap perbuatan jahat ayahnya, malah ada maksud memutuskan hubungan, maka dapatlah dibayangkan kalau kedudukan dirinya sekarang menjadi serba susah.
Mendadak dia teringat kepada Hing-thian-it-kiam Gui Han-bun yang tidak mati seperti dugaan banyak orang. Jit-sing-po pun telah dihancur leburkan, tapi dendam ibu tua ini agaknya sudah terlalu mendalam. Betapapun So Yan pernah menjadi isteri ayahnya, lalu apa pula yang bakal terjadi bila satu sama lain berhadapan?
Maka Ji Bun berkata sambil menatap Ciang Wi-Bin. "Paman, Siautit sudah menemukan biangkeladi yang membantai orang-orang Jit-sing-po."
Tiba-tiba bercahaya biji mata Khong-kok-lan So Yan, rona mukanya terunjuk senang dan kaget.
"Siapa?" Ciang Wi-bin bertanya kaget. Sepatah demi sepatah Ji Bun menerangkan: "Hing-thian-it-kiam Gui Han-Bun."
Kata-kata Ji Bun laksana geledek manyambar kepala, Khong-kok-lan berjingkat berdiri, mata mendelik dan mulut melongo, badannya gemetar seperti orang kedinginan.
Ciang Bing-cu terbeliak kaget mengawasi Ji Bun, lalu memandang So Yan. Ciang Wi-bin juga berdiri. "Siapa katamu?" tanyanya menegas.
"Hing-thian-it-kiam Gui Han-bun."
"Ini ...... ini ..... mana mungkin?"
"Peristiwa itu tak sampai merenggut jiwanya ......."
"Jadi ...... jadi dia masih hidup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
Fiksi UmumWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...