50. Bukan, Murid Angkatan ke 14

2.1K 47 0
                                    

"Anak muda, nasibmu memang mujur, jiwa anjingmu berulang kali lolos dari renggutan elmaut, agaknya belakangan ini kau memperoleh pelajaran baru!"

Jelas yang dimaksud adalah jurus Tok-jiu-it-sek yang lihay ini. Memang sejak membekal ilmu mujijat ini Ji Bun belum pernah berhadapan dengan lawan tangguh yang betul-betul setimpal jadi tandingannya.

Tanpa hiraukan ocehan orang, Ji Bun menghardik: "Serahkan nyawamu!" dengan kekuatan membadai Tok-jiu-ji-sek dilontarkan.

Kembali Kwe-loh-jin bersuara heran, dengan suatu gerakan yang aneh dan gesit, tiba-tiba dia berkelebat menyingkir. Bahwa Kwe-loh-jin dapat menghindarkan diri dari rangsakan Tok-jiu-ji-sek, hal ini betul-betul membuat Ji Bun terperanjat, agaknya dalam setengah tahun ini pihak lawan juga memperoleh tambahan ilmu yang tinggi. Kalau dinilai dari kepandaiannya dulu, tak mungkin Kwe-loh-jin mampu selamat dari serangan Tok-jiu-ji-sek.

"Sambut sejurus lagi!" teriak Ji Bun, kembali Tok-jiu-ji-sek dilontarkan.

Kwe loh-jin menyingkir lagi dengan gerakan semula dari posisi yang tidak menguntungkan, namun mulutnya menggeram aneh, badan meliuk sambil balas menyerang sekali. Gerakan serangan ini sungguh menakjubkan, siapapun yang melihatnya pasti melelet lidah dan kagum sekali, karena semua tempat-tempat yang berbahaya di bagian depan menjadi sasaran. Jalan mundur dan kesempatan untuk balas menyerangpun tersumbat, sungguh bukan main serangannya ini.

Beruntung Ji Bun juga memperoleh rejeki nomplok, di dalam detik-detik yang gawat itu, ilmu tingkat tinggi yang dipelajarinya baru-baru ini memperlihatkan kemujijatannya. Dalam posisi yarg terdesak itu, terpaksa dia lintangkan kedua telapak tangan terus bergerak melingkar. Inilah gerak pertahanan yang paling hebat betapapun ganas rangsakkan lawan pasti dapat ditandingi sama kuat.

"Plok, plok, plok ......" benturan secara berantai terjadi dalam sekejap mata, telapak tangan kedua orang saling adu kekuatan sebanyak lima puluhan kali, betapa tinggi tingkat kepandaian silat Kwe-loh-jin dapatlah dibayangkan dari tingkat permainannya ini. Masing-masing pihak maklum, taraf kepandaian mereka kira-kira setanding, umpama ada perbedaan, terpautnya juga terbatas.

Ji Bun tak habis pikir, dalam jangka setengah tahun ini entah dari mana Kwe-loh-jin memperoleh ilmu kepandaian yang begini mengejutkan. Sebaliknya Kwe-loh-jin juga kagum dan heran pula bahwa kepandaian Ji Bun entah betapa tingkat lebih tinggi dibanding setengah tahun yang lampau.

Kwe-loh-jin saja sudah setinggi ini kepandaiannya, tentu kepandaian Ngo-hong-kaucu jauh lebih luar biasa pula. Mau-tidak mau Ji Bun rada keder dan patah semangat, sebetulnya dia yakin dengan kepandaian terakhir yang diperolehnya sudah cukup untuk menuntut balas. Siapa nyana, satu jengkal kepandaian sendiri bertambah, satu depa pula ilmu musuh bertingkat. Untuk menuntut balas, menolong ibu dan kekasihnya, agaknya bakal sia-sia belaka.

Hanya setengah tahun saja, namun tingkat kepandaian Kwe-loh-jin betul-betul melampaui taraf kepandaian Thong-sian Hwesio yang tak terukur itu, bukankah perubahan ini amat menakutkan. Mau tak mau pikirannya mengingatkan Hud-sim yang pernah direbut lawannya ini, bukan mustahil Kwe-loh-jin sudah berhasil mendapat inti rahasia pelajaran silat yang terkandung di dalam hati Buddha itu. Kemungkinan ini amat besar, sayang awak sendiri terlalu asing terhadap permainan silat Pek-ciok Sinni. Kalau tidak dirinya tentu tidak akan melawan musuh secara meraba-raba, karena itu tanpa terasa mulutnya berteriak: " Kwe-loh-jin, ilmu yang terkandung di dalam Hud-sim sungguh bukan kepalang hebatnya?"

Kwe-loh-jin melenggong sebentar, lalu katanya sinis: "Betul, jagat seluas ini, memangnya siapa yang mampu melawanku lagi?"

"Belum tentu, akulah lawanmu!" seru Ji Bun. Tok-jiu-sam-sek (jurus ketiga) akhirnya dia lontarkan dengan dilandasi sepenuh tenaga. Inilah senjata terakhir yang paling diandalkannya, merupakan puncak tertinggi dari segala gemblengan yang pernah dialaminya. Kalau senjata terakhir ini juga tidak mampu merobohkan musuh, segala persoalan tidak perlu dibicarakan lagi.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang