26. Kau, Tidak Takut Racun. . . . . .??

2.3K 52 0
                                    

Dia mondar-mandir di kamar buku itu, akhir¬nya duduk dikursi dekat rak buku, tanpa tujuan dia memandangi koleksi buku-buku kuno serta lukisan dari pujangga jaman dahulu. Mendadak dia terkesiap, pandangannya terbeliak. Ternyata diantara rak buku dan barang-barang antik sana, pada kotak kedua baris tengah, tampak sebuah patung Budha kecil ukuran dua kaki yang terbuat dari batu putih, tepat pada letak jantung dari patung itu berlubang sebesar kepalan anak kecil.

Tidak salah lagi, patung Budha batu putih ini jelas adalah Sek-hud yang pernah diperoleh Cip-po-hwecu dan akhirnya direbut oleh Biau-jiu Siansing, seperti diketahui Sek-hud dipandang pusaka persilatan yang diperebutkan berbagai golongan, bagaimana mungkin tahu-tahu berada di antara rak barang-barang antik di rumah Ciang Wi-bin?

Berapa jiwa sudah berkorban karena Sek-hud, tidak sedikit manusia yang rela mengorbankan jiwa raga untuk merebut Sek-hud ini. Entah cara bagaimana Ciang Wi-bin bisa mendapatkan Sek-hud ini, mestinya dia menyimpannya di tempat rahasia, kenapa hanya ditaruh begini saja di antara koleksi barang-barang antiknya? Mungkinkah dia tak tahu seluk-beluk dan nilai Sek-hud ini? Tapi ini tidak mungkin.

Sek-hud adalah barang peninggalan Pek-ciok Sin-ni, Pui Ci-hwi adalah murid didiknya, namun Wi-to-hwe mempunyai hubungan yang kental dengan Pui Ci-hwi, betapa banyak jago-jago silat Wi-to-hwe yang berkepandaian tinggi, kenapa pihak mereka diam saja tanpa mengambil tindakan? Hal ini benar-benar sulit dimengerti, mungkin ada udang dibalik batu?

Lama sekali Ji Bun melamun mengawasi Sek-hud, martabat Ciang Wi-bin dikenal cukup bijaksana dan suka blak-blakan, hal inipun sukar untuk dijajaki. Selagi dia tenggelam dalam pemikiran, tiba-tiba pintu kamar berbunyi berkeriut dibuka dari luar, waktu Ji Bun putar badan, tampak seorang tua bertubuh tegap berjenggot kambing melangkah masuk.

Bahwa Ciang Wi-bin kembali pada saat pagi buta begini, hal ini betul-betul diluar dugaan Ji Bun, tersipu-sipu dia melangkah maju memberi hormat: "Keponakan tidak berbudi memberi salam hormat pada paman."

Ciang Wi-bing tergelak-gelak sambil mengelus jenggotnya, katanya: "Hiantit, kebetulan sekali, syukurlah kau sudi berkunjung kerumahku, silakan duduk."

"Paman juga silakan duduk."

"O, apakah Hiantit sedang menikmati Sek-hud ini."

Merah muka Ji Bun, sahutnya likat: "Ya, kabarnya Sek-hud ini adalah barang pusaka persilatan....."

"Semula memang benar, namun kini tidak."

"Kenapa demikian?"

"Apakah Hiantit tidak melihat Sek-hud ini rada ganjil?"

"Lubang yang tepat berada dihati Sek-hud ini, maksud paman?"

"Ya, benar, kemujijatan Sek-hud terletak pada Hud-sim (hati Budha), namun patung ini sudah tak berhati. Paman membelinya dari tukang loak, kulihat buatannya cukup baik dan antik, maka kubeli dengan sepuluh tahil perak."

"Dari mana paman tahu kemujijatan Sek-hud ini terletak pada Hud-sim?"

"Setiap orang akan tahu, tiada sebuah patung manapun yang dibuat atau diukir tanpa hati, pada lubang itu ada bekas-bekas cukilan. Betapa tinggi nilai keantikan Sek-hud ini, bagaimana mungkin bisa terjatuh ke tangan tukang loak?"

Sementara itu mereka sudah duduk berhadapan, wajah Ciang Wi-bin menampilkan rasa duka, suaranyapun sedih: "Keluargamu tertimpa bencana, paman amat menyesal tidak bisa memberi bantuan apapun"

Pilu hati Ji Bun, air mata sudah berkaca dikelopak matanya, namun dia tahan jangan sampai menetes, katanya: "Terima kasih atas perhatian paman, Siautit bersumpah akan membalas dendam."

Katanya kau sudah berhasil mencari tahu siapa-siapa musuhmu itu?"

"Ya, tapi masih belum bisa dipastikan."

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang