Angin pukulan dahsyat bersimpang siur menerjang dan menggencet semakin kencang. Dalam waktu singkat benturan-benturan keras bagai halilintar menggetar bumi merontokkon debu di atas wuwungan rumah.
Gerak-gerik Ji Bun kelihatan semakin semrawut, seperti terombang ambing oleh damparan kekuatan delapan jalur pukulan musuh, keruan tersirap darahnya, teringat pelajaran tempo dulu waktu dirinya terkepung oleh The Gun, cepat-cepat ia menghimpun semangat memusatkan pikiran, lambat-laun gerak langkahnya mulai terkendali, sekali menggerakkan tangan, ia serang laki-laki tua yang berdiri tepat di hadapannya.
"Blang", pukulan dahsyat ini dilandasi tambahan damparan kekuatan lawan sehingga menambah perbawa serangannya, lekas ia berputar secara berlawanan dari pusaran kekuatan musuh, sehingga serangan para lawannya sebagian besar dapat dipunahkan.
Ji Bun nekat, ia menggeser badan terus mendorong dengan seluruh kekuatannya. Suara keras kembali berdentuman, salah satu dari Su-lo tampak tergentak mundur jatuh terduduk, tiga yang lain sempoyongan mundur. Darah tampak meleleh dari ujung mulut Ji Bun. Gempuran kekerasan ini boleh dikata sedahsyat ledakan gunung. Semua hadirin sama berteriak kaget.
Napsu membunuh Ji Bun semakin berkobar, darah tak kuasa ditekan lagi, beberapa kali berkelebat, terdengarlah salah satu dari Su-lo menjerit roboh binasa. "Huuuaaah!" seorang lagi jatuh terkapar tak bernyawa.
"Berhenti!" hardikan nyaring seolah-olah mempunyai wibawa yang besar, tanpa terasa Ji Bun menghentikan serangan dan memutar badan. Muka puteri berbaju putih membesi berdiri di belakang Thian-thay-mo-ki, sorot matanya beringas memantulkan sinar yang mengerikan. Beberapa laki-laki baju putih itu juga sama mundur berderet di belakang cagak kayu. Air muka Pek-sat-sin The Gun berkerut berubah bentuk, agaknya dia tersiksa oleh rasa sakit dalamnya.
"Te-gak Suseng," bentak puteri baju putih, "agaknya terlalu rendah aku menilaimu."
Ji Bun menggeram, katanya: "Lepaskan dia, akan ku beri kesempatan hidup kalian."
"Jangan kau mimpi, sebelum aku mati, dia akan mampus lebih dulu," ancam puteri baju putih.
Baru saja Thian-thay-mo-ki hendak membuka suara, puteri baju putih segera menutuk lehernya, seketika badannya mengejang dan merontah-rontah, mulut terbuka tapi tak keluar suara, wajahnya yang cantik menyeringai seram seperti drakula.
Ji Bun semakin beringas, teriaknya kalap. "Ingin mampus kau!" Segera ia menerjang ke arah cagak.
"Berdiri!" puteri baju putih membentak, jari-jari tangannya yang halus mengancam batok kepala Thian-thay-mo-ki.
Dengan mengertak gigi terpaksa Ji Bun menghentikan aksinya, sungguh dia tidak tega melihat Thian-thay-mo-ki gugur di depan matanya secara mengenaskan. Dua orang tua yang masih hidup segera menubruk bersama.
Lekas puteri baju putih mencegah.
"Ji lo harap mundur!"
Dengan mendelik gemas terpaksa ke dua orang tua mundur tanpa bersuara. Dua mayat orang tua yang lain segera digotong ke samping oleh empat laki-laki baju putih.
"Sekali lagi kuperingatkan, lepaskan dia!" ancam Ji Bun.
Berkilauan biji mata puteri baju putih, setelah menepekur sebentar baru berkata:
"Lepaskan boleh, tapi ada syaratnya."
"Syarat apa?"
"Terangkan asal usul dan aliran perguruan kalian, perhitungan ini boleh kita selesaikan kelak."
"Soal perhitungan ini selalu kutunggu tuntutanmu di Bulim, soal asal usul jangan harap kau mengetahui."
"Tapi inilah syaratku."
![](https://img.wattpad.com/cover/92644070-288-k358665.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
Fiction généraleWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...