51. Malaikat Perempuan Penunggu Gunung

2.3K 44 0
                                    

Tempat di bawah undakan batu adalah sebidang tanah yang miring seluas puluhan tombak, di sini orang-orang yang bergiliran naik ke atas puncak menunggu dengan sabar, kira-kira ada puluhan orang yang berlutut di sana sini, setiap orang begitu sujud dan patuh sekali, mengawasi puncak yang tidak tampak bayangannya. 

Diam-diam Ji Bun berpikir: "Cukup seorang yang memiliki dasar ilmu silat berjaga di sebelah atas, betapapun tinggi Lwekang seorang juga pasti sukar naik ke atas dengan selamat."

Kebetulan dilihatnya bayangan seorang beranjak turun dari undakan batu, kelihatan lesu dan bergontai langkahnya, terus turun gunung, agaknya dia tidak berjodoh untuk mendapat berkah dari "Malaikat Perempuan."

Tampak seorang yang berlutut disebelah kiri depan menyembah tiga kali, bergegas dia melangkah kearah undakan batu dengan munduk-munduk, lalu manjat ke undakan itu.

Orang-orang yang berada dilapangan ini sama menoleh kearah Ji Bun, sikap Jr Bun angin-anginan dan tidak menampakkan sikap menghormat, semua merasa heran dan kaget. Kebetulan bagi Ji Bun, iapun awasi setiap orang yang berada di sekitarnya, ternyata kebanyakan anak-anak muda dari golongan persilatan.

Tiba-tiba pandangannya tertarik pada seorang pengemis yang meringkuk di sebelah kanan, agak jauh di sana, pengemis ini sedang tidur dengan mengorok keras. Melihat pengemis ini hampir saja Ji Bun tertawa, karena dia bukan lain samaran Sian-tian-khek Ui Bing. Walau sudah berubah bentuk lain, namun Ui Bing tetap mengenakan pakaian lama waktu dia menyamar pengemis tua mata satu, buntalan kain yang berbentuk bundar dan persegi di atas punggungnya merupakan tanda yang khas, karena kedua buntalan bundar persegi inilah maka sekilas pandang Ji Bun lantas mengenalinya.

Agaknya Ui Bing sedang mimpi muluk, dia tidak melihat kedatangan Ji Bun. Pelan-pelan Ji Bun menghampiri dan duduk di samping Ui Bing. Tiba-tiba Ui Bing membuka mata dan berteriak tertahan: "He, kaupun kemari?"

Ji Bun manggut-manggut sambil tersenyum, katanya: "Tak nyana bertemu disini."

"Kaupun ingin bersujud pada Malaikat perempuan?"

"Anggaplah begitu, Toako kira ......."

"Sama-sama, hal ini tak usah dibicarakan."

"Apakah paman Ciang Wi-bin sudah ada kabarnya?"

"Tiada, mungkin mengalami sesuatu."

"Setelah menyelesaikan suatu persoalan, Siaute akan menyusulnya ke Cong-lam-san. Bagaimana gurumu?"

"Beliau juga tiada kabar ceritanya."

"Apa yang akan Toako lakukan di sini?"

Ui Bing menuding dengan ujung bibirnya ke arah undakan, katanya: "Aku tidak berjodoh, belum lagi sampai di atas sudah dipukul mundur lagi."

"O, jadi ada yang jaga di atas sana?"

"Kira-kira demikian, dari atas menyerang ke bawah, posisinya jauh lebih menguntungkan, kemampuanku amat terbatas, tak bisa berbuat apa-apa."

"Agaknya jago lihay yang berjaga diatas. Bagaimana keadaannya?"

"Entahlah, tiada yang tahu."

"Biarlah Siaute mencobanya?"

"Orang-orang ini sudah mendapatkan nomor, yang datang duluan lebih dulu naik ke atas, kau mungkin harus tunggu sampai besok pagi."

ji Bun mengerut kening, matanya menyapu sekelilingnya, katanya: "Ada jalan lain?"

"Mana mungkin, tiada tempat berpijak ........."

"Siaute yakin bisa mencobanya."

"Kukira tidak setimpal kau menempuh bahaya," ujar Ui Bing menatap Ji Bun sekian lama, "mungkin kau bisa berhasil namun aku khawatir ada serangan yang membokong."

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang