Tiba-tiba sebuah jeritan keras menyayat hati membarengi si orang tua baju sutera roboh terkapar. Laki-laki yang memalsu Ciang Wi-bin segera memberi aba-aba: "Mundur!"
Karena memecah perhatian memberi perintah ini, Ji Bun memperoleh kesempatan, Tok-jiu-sam-sek laksana kilat cepatnya dilancarkan, sebetulnya Ji Bun belum berani melancarkan serangan ganas dari Giam-ong-yan-khek ini, namun besar niatnya hendak merobohkan lawan yang satu ini maka tanpa banyak pikir segera dia lancarkan serangan yang mematikan ini.
Ciang Wi-bin palsu kontan roboh binasa. Anak buah Ngo-hong-kau serempak berlarian menuju ke tangga hendak meloloskan diri ke bawah puncak, suasana menjadi gaduh dan panik.
Ji Bun berteriak sambil menuding mayat di sampingnya ke arah Ui Bing: "Toako, lihatlah wajah aslinya!"
Akhiri kata-katanya itu tubuhnya sudah melambung tinggi meluncur ke arah undakan batu. Rasa bencinya sudah memuncak, sengaja dia tidak mau membiarkan seorangpun anak buah Ngo-hong-kau lolos. Maka di tengah udara secepat angin lesus dia berputar terus meluncur turun ke tempat di mana semula kedua makhluk tua itu berada. Begitu dia membalik tubuh, kebetulan anak buah Ngo-hong-kau yang lari paling depanpun tiba, kontan dia kebutkan lengannya, dua jeritan memecah keheningan udara, bayangan orang satu persatu terjungkal roboh binasa. Laksana membabat rumput saja Ji Bun binasakan semua anak buah Ngo-hong-kau yang lari dikejar anak buah San-lim-li-sin. Hanya sekejap saja pertempuran telah berakhir, darah berceceran di mana-mana, mayat bergelimpangan.
Sebagai Congkoan, segera perempuan baju hitam Sun Hoan-ji perintahkan anak buahnya membersihkan darah dan menggotong pergi mayat-mayat yang bergelimpangan. Langsung dia menghampiri Ji Bun, katanya sungguh-sungguh: "Kami mewakili Hujin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Siauhiap yang telah membantu kami."
"Tidak usah," ujar Ji Bun dingin, "aku tak sengaja membantu kalian."
Berubah air muka perempuan baju hitam, tanyanya: "Cara bagaimana kau bisa lolos?"
"Kukira tak perlu aku menjelaskan."
Ui Bing mendatangi dengan langkah lebar.
"Toako," tanya Ji Bun, "siapakah yang memalsu paman Ciang?"
"Belum pernah kenal, yang terang dia adalah jagoan Ngo-hong-kau."
"Apa maksud mereka menyamar jadi paman Ciang?"
"Marilah kita turun dulu, nanti kujelaskan."
"Sulit dikatakan, mungkin ingin memfitnah, supaya pihak Wi-to-hwe mencari perhitungan kepada beliau, atau mungkin ada muslihat lain."
"Darimana Toako tahu kalau dia palsu dan samaran."
"Marilah kita turun dulu, nanti kujelaskan."
"Sun-congkoan," kata Ji Bun, "tidak lama kami akan bertemu lagi, dikala aku kemari, keadaan akan melebihi hari ini."
"Silakan saja," sahut Sun-congkoan.
Ji Bun berdua segera turun dari undakan, ternyata orang-orang yang bersembah sujud dibawah bukit sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Maka sambil berjalan Ui Bing lalu memberi penjelasan: "Pertama, paman Ciang pergi ke danau setan, tak mungkin muncul secara mendadak di sini. Kedua, suara dan permainan silatnya jauh berbeda. Ketiga, baru saja paman Ciang dirampok habis-habisan, tidak mungkin dia mau menyerah kepada musuh."
"Betul, kenapa aku mudah dikelabui, sebetulnya aku sudah menduga sebelumnya," lalu Ji Bun menceriterakan pengalamannya kenapa sampai dirinya terkurung.
Tatkala itu mereka sudah tiba di bawah gunung, Ui Bing perlambat langkah, kakinya, katanya: "Hiante, bagaimana kalau sekarang kita menuju ke danau setan untuk mencari jejak paman Ciang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
Fiksi UmumWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...