27. Rahasia Rumah Setan di Kay-hong

2.5K 54 0
                                    

"Orang lewat," terloroh-loroh, katanya: "Te-gak Suseng jangan kau umbar amarahmu, jangan kau harap bisa merebutnya kembali tanpa memberikan imbalan kepadaku."

"Bukan saja anting-anting itu harus kurebut kembali, kepalamu juga harus kupenggal, itulah yang harus kau berikan padaku."

"Baiklah, boleh coba," tantang orang itu.

Untuk kedua kali Ji Bun melepas pegangan tangan Pui Ci-hwi, telapak tangannya terus memukul ke arah Orang Lewat, betapa dahsyat kekuatan pukulan bagai gugur gunung ini, tapi hanya sekali berkelebat, tahu-tahu Orang Lewat sudah menyingkir tiga tombak jauhnya, gerakan badan begitu gesit dan enteng, sungguh tidak kalah dibandingkan Biau-jiu Siansing.

Gerakan seringan kapas seperti setan melayang ditambah orang juga tidak gentar terkena pukulan beracunnya, ini lebih meyakinkan Ji Bun bahwa orang ini memang betul adalah orang yang merebut anting-antingnya.

Pui Ci-hwi tetap berdiri kaku di tempatnya tanpa, bergerak, seolah-olah apa yang terjadi disekelilingnya tidak dilihat dan tak didengar, peduli amat semua peristiwa yang tiada sangkut paut dengan dirinya.

"Te-gak Suseng," orang lewat berseru memberi peringatan, "kalau main pukul lagi, terpaksa kutinggal pergi saja."

"Hm, memangnya kau bisa lolos?"

"Omong kosong, sungguh menggelikan, kalau berhantam, sepuluh atau dua puluh kali pukulanmu masih belum apa-apa bagiku, kalau mau pergi, memangnya kau mampu merintangi?"

"Katakan, apa kehendakmu?" bentak Ji Bun dongkol.

"Gampang saja, serahkan dia kepadaku, anting-anting akan kukembalikan padamu, nah, kita main barter."

Tergerak hati Ji Bun, tanyanya: "Dia? Kenapa aku harus serahkan dia padamu?"

"Untuk barter, kutukar dengan barangmu yang hilang."

Mendelik gusar pandangan Pui Ci-hwi menga¬wasi "orang lewat", tapi tetap tidak bersuara.

Memang Ji Bun ingin sekali mendapatkan anting-antingnya yang hilang, tapi tegakah dia menyerahkan Pui Ci-hwi sebagai barang tukaran? Apa pula maksud "orang lewat" dengan mengajukan syarat yang tidak berperikemanusiaan ini? Maka dia mendengus dingin, katanya: "Apa maksudmu sebenarnya?"

Tenang-tenang saja sikap "orang lewat", katanya: "Bukankah tadi kau hendak membunuhnya? Kalau sekarang dia kutukar anting-anting pualam itu, kan tidak merugikan kau?"

"Pernah apa kau dengan dia? Apa tujuanmu menghendaki dirinya?" tanya Ji Bun.

"Bukan apa-apaku. Soal untuk apa aku ingin memiliki dia itu bukan urusanmu," sahut "orang lewat". Lalu dia merogoh kantong mengeluarkan anting-anting pualam serta ditimang-timang di telapak tangannya, lalu segera ia menyimpannya pula. Nyata, anting-anting itu memang betul adalah miliknya yang hilang itu.

Serasa pecah kepala Ji Bun saking murka, sekonyong-konyong telapak tangannya menyapu ke depan, serangan ini secepat kilat menyambar, kekuatannya bukan olah-olah hebatnya. Karena tidak menduga dan kurang siaga, orang lewat tersampuk sempoyongan oleh damparan angin kencang ini. Amarah Ji Bun sudah memuncak, begitu sampukan tangan berhasil membuat orang gentayangan, kembali pukulan kedua menyusul tiba, namun "orang lewat" sempat melintangkan tangan menangkis, di tengah suara keras beserta angin kencang berderai keempat penjuru, terdengar keluhan tertahan, "orang lewat" menyurut mundur beberapa langkah.

Mendapat angin dengan kedua pukulannya, Ji Bun tidak menyia-nyiakan kesempatan, segera ia mendesak maju, secepat kilat jari-jarinya mencengkeram ke dada lawan. Kali ini "orang lewat" memperlihatkan kemampuan silatnya yang luar biasa, tampak bayangannya melejit, ke sana terus mengoget seperti ikan selicin belut tahu-tahu orang sudah menyingkir dari cakaran tangan Ji Bun, terdengar pula suara teriakan kaget, tahu-tahu Pui Ci-hwi menjadi tawanan si "orang lewat".

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang