63. Pertanggungan Jawab Paderi Siau-lim-si

2.1K 44 1
                                    

Berubah hebat air muka kedua paderi itu, tanpa berjanji mereka menyurut mundur berbareng sikapnya kelihatan kaget dan jeri.

Duka dan kebencian telah terlebur dalam benak Ji Bun, tapi dia masih ingat dirinya sebagai pejabat Ciangbunjin dari suatu aliran, maka dia perlu menggunakan tata krama, mohon bertemu dengan cara umum, walaupun dalam hati dia tidak sabar lagi. Maka segera dia menambahkan: "Cayhe tidak sabar menunggu terlalu lama."

Kedua paderi tak berani banyak bicara lagi, keduanya putar badan terus berlari ke atas gunung dengan cepat bagai terbang. Ji bun melangkah pelan-pelan menaiki undakan batu yang memanjang ke arah pintu biara besar. Tepat pada saat dia tiba di depan pintu biara, seorang paderi tua kebetulan menyongsong keluar. Melihat paderi tua ini, Ji Bun lantas mengenalnya, yaitu It-sim Taysu ketua Lo-han-tong, waktu Wi-to-hwe berdiri dahulu mereka pernah bertemu sekali. Cepat ia merangkap tangan memberi hormat: "Selamat bertemu Taysu!"

Dengan kaget dan sangsi It-sim pandang Ji Bun sebentar, lalu iapun merangkap kedua telapak tangan di depan dada, suaranya berat: "Sicu berkunjung, entah ada petunjuk apa?"

"Untuk memecahkan sebuah persoalan umum, terpaksa mohon bertemu dengan Ciangbun kalian."

"Persoalan umum? Mari silakan duduk di dalam sambil menikmati secawan air teh," lalu ia menggeser ke samping memberi jalan.

Kembali Ji Bun bersoja, katanya: "Taysu silakan tunjukkan jalan." Lalu dengan langkah tegap sambil menegakkan kepala Ji Bun melangkah ke dalam biara. Mereka langsung menyusuri pendopo Wi-tho-tian, paderi penyambut tamu segera menyambut. Sekilas dia memandang It-sim Taysu, lalu menuding ke kamar kiri sana, katanya: "Silakan Sicu menunggu di kamar tamu."

Otak Ji Bun bekerja, kadatangannya bukan bertamu, maka dengan dingin dia berkata: "Tidak usah, urusan ini amat penting, tak bisa aku tinggal terlalu lama di sini."

It-sim Taysu melangkah setindak, katanya: "Maksud Sicu ...."

"Sekarang juga Cayhe mohon bertemu dengan Ciangbunjin."

"Bolehkah Sicu beritahu dulu persoalannya, kalau dapat kupertanggung jawabkan, kukira tidak perlu mengganggu ketenangan Ciangbunjin lagi?"

"Aku yakin Taysu takkan berani bertanggung jawab dan ambil keputusan."

Berubah rona muka It-sim Taysu, katanya mendesak: "Coba Sicu katakan saja."

"Ada orang pihak kalian telah membunuh serta mencuri pusaka kami."

It-sim Taysu kaget sekali, tanpa terasa dia menyurut dua langkah, serunya gemetar. "Membunuh dan mencuri? Barang apa yang dicuri? Siapa pula yang dibunuh?"

"Yang dicuri adalah Tok-keng jilid pertama, yang dibunuh adalah lima duta Ngo-hong-kau."

"Hah, adakah kejadian ini ...... sicu saksikan sendiri?"

"Boleh dikata demikian, salah seorang korban membeber peristiwa ini sebelum ajal."

"Kenapa sedikitpun aku tidak tahu akan kejadian ini?"

"Maka itulah aku ingin bertemu dengan Ciangbunjin."

Sejenak It-sim Taysu menepekur akhirnya dia mengulap tangan kepada paderi penyambut tamu, katanya: "Laporkan kepada Ciangbunjin." Setelah paderi penyambut tamu berlalu, It-sim berkata pula kepada Ji Bun: "Harap tunggu sebentar!"

Lekas sekali paderi penyambut tamu sudah berlari keluar pula, serunya: "Lapor susiok, Ciangbunjin sedang menunggu akan kedatangan tamu."

It-sim berdehem sekali lalu berkata: "Silakan Sicu."

Setiba di Tay-hiong-po-tiam (pendopo agung) tampak suasana di sini amat khidmat. Seorang paderi tua yang mengenakan kasa kuning emas tampak duduk dengan angkernya. Di belakangnya berdiri berjajar 12 paderi bertubuh tegap kereng, agaknya para pelindung pribadi Siau-lim Ciangbun.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang