Apa boleh buat, terpaksa Ji Bun menyiapkan makanan kering yang cukup banyak dan melanjutkan pencariannya.
Kalau "danau setan" merupakan tempat tersembunyi dan jarang diketahui orang, letaknya tentu amat rahasia dan belum pernah dijelajahi manusia. Karena itu, setelah masuk gunung, Ji Bun menuju tempat-tempat tersembunyi dan berbahaya. Tiga hari sudah dia putar kayun di pegunungan itu. Siang malam bekerja tidak kenal lelah, namun hasilnya nihil. Tapi dia tidak putus asa, dalam hati dia sudah bertekad untuk mencari sampai memperoleh hasil yang diharapkan, kalau tidak lahir batin dia tak bisa memberi pertanggungan jawab terhadap Ciang Bing-cu.
Hari keempat dengan Ginkang "angin lesus" yang lihay itu, dia melambung tinggi memanjat ke atas sebuah puncak bukit yang tinggi dan berbahaya, puncak ini mencakar langit, kecuali burung terbang, kera dan orang hutanpun takkan mungkin manjat ke atas karena dinding gunungnya berlumut dan tiada tumbuhan pepohonan apapun.
Di atas puncak adalah hutan lebat dengan pepohonan-pepohonan besar dan tua, selayang pandang tak kelihatan ujung pangkalnya seolah-olah puncak yang tinggi ini mengenakan sebuah topi hijau yang besar sekali. Dari ketinggian memandang sekitarnya, tampak gunung-gunung terbentang luas dan panjang sambung menyambung, selepas pandang, tak terlihat ada sebuah danaupun. Mungkin karena teraling oleh pepohonan lebat, maka pandangannya hanya bisa melihat ke arah depan dan kiri saja, kalau ingin melihat ke sebelah dalam dia harus menembus hutan lebat dan berada di bagian lain sana. Sejenak dia berpikir, lalu melompat tinggi ke pucuk pohon, dari pucuk pohon satu ke pohon lain dia kembangkan pula ilmu ringankan tubuh terus maju ke depan.
Puluhan tombak kemudian, tiba-tiba pandangannya terbeliak terang, tampak sebuah danau seluas beberapa hektar terbentang dihadapannya, letaknya persis di tengah-tengah hutan, sekelilingnya dipagari pohon-pohon tinggi dan tua, dari luar terang takkan kelihatan. Mungkinkah ini dinamakan "danau setan"? Dengan rasa girang segera dia mempercepat langkahnya terus melayang turun di pinggir danau, kira-kira sepuluh tombak jauhnya dia berhenti. Permukaan danau tampak berkilau, tenang tidak bergelombang sedikitpun, permukaan air berselimut kabut tebal, kelihatannya seperti khayalan belaka, suasana di sini diliputi hawa setan yang menggiriskan. Tanpa kuasa Ji Bun berteriak kegirangan: "Betul inilah danau setan!"
Mendadak dari tengah danau sana berkumandang gelak tawa yang menusuk kuping, Ji Bun jadi merinding. Danau setan, memangnya ada setan di danau ini?
Gelak tawa itu sebentar putus sebentar bersambung, kedengarannya jauh tapi tahu-tahu amat dekat, betapapun tinggi kepandaian dan Lwekang Ji Bun, dalam suasana seperti ini tak urung dia merasa kebat-kebit juga.
Betulkah Ciang Wi-bin pernah kemari dan sekarang berada di sini ataukah sudah pergi? Atau hakikatnya tidak pernah menemukan tempat ini? Gelak tawa tadi sudah sirap, suasana kembali menjadi hening mencekam perasaan.
Ji Bun tenangkan hati, lalu mengerahkan tenaga bersuara lantang: "Ji Bun angkatan muda dari Bu-lim, mohon bertemu majikan tempat ini!"
Beruntun tiga kali dia berkaok-kaok tanpa mendapat jawaban, tak kelihatan ada reaksi apa-apa. Tengah dia ragu-ragu, tiba-tiba dilihatnya bayangan seorang bagai setan melayang tahu-tahu muncul dari tengah danau dan mendatangi ke arahnya. Tersirap hati Ji Bun, kagetnya bukan kepalang. Mungkinkah manusia bisa berjalan di permukaan air? Kalau dia setan, di tengah hari bolong tak mungkin berani menampakkan diri?
Bayangan itu semakin dekat, langkahnya berat, seperti bersuara tapi tak kedengaran pula. Air tidak kelihatan terpercik, juga tidak mirip orang mengembangkan Ginkang tingkat tinggi, lalu apa sebabnya dia bisa berjalan mengapung?
Jantung Ji Bun semakin mengencang mengikuti langkah bayangan itu yang semakin dekat. Kini dia sudah melihat jelas, itulah seorang laki-laki yang tua berusia 50-an, bertubuh tegap, wajahnya tidak menunjukkan mimik apa-apa, hanya sorot matanya tampak tajam berwibawa, dua kali dia melirik kepada Ji Bun, ujung mulutnya bergerak-gerak pula, terus berputar ke kiri dan melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...