Thong-sian Hwesio tertegun sebentar, lalu melanjutkan. "Ayahmu mengutus tertua dari Jit-sing pat-ciang mengantar Siangkoan Hong keluar benteng, yang terang ayahmu memerintahkan Ciu Tay-lian untuk memenggal kepalanya. Namun Ciu Tay-lian sendiri sadar akan semua perbuatan ayahmu yang kelewat jahat, malah dia bersimpatik terhadap Siangkoan Hong, akhirnya mereka minggat bersama ....... (baca pembukaan cerita ini)."
"Siapa bisa membuktikan bahwa ceritamu ini berdasar kenyataan?" tanya Ji Bun.
"Pinceng sendiri. Karena pinceng menyaksikan semua peristiwa ini."
"Thong sian, kejadian ini mungkinkah disaksikan orang luar?"
"Kau tahu nama asli Pinceng?"
"Siapa kau?"
"Pinceng adalah tertua dari Jit-sing-pat-ciang yang dahulu she Ciu bernama Tay-lian."
"Kau ......" kepala Ji Bun seperti dipukul godam, badannya limbung dan sempoyongan. Mimpipun tak pernah dia bayangkan bahwa Thong-sian Hwesio yang memiliki Lwekang dan kepandaian silat setinggi ini, dulu adalah tertua dari Pat-ciang yang menjadi andalan ayahnya.
"Ji Bun," tiba-tiba Thong-sian berseru lantang, "sudah tiada yang perlu diomongkan lagi, sekarang Pinceng mau turun tangan."
Ji Bun menyurut mundur, katanya: "Thong-sian, lebih baik kau tidak turun tangan, kau bukan tandinganku."
''Mungkin, tapi sebagai seorang insan persilatan, demi membela kebenaran, meski gugur juga terasa bangga."
"Aku tidak ingin membunuhmu."
"Tapi Pinceng justeru akan membinasakan kau demi ketenteraman Bu-lim umumnya."
Ji Bun mundur lagi sampai keluar undakan, katanya: "Boleh kau mencobanya?"
Thong-sian juga melangkah keluar, kedua orang berhadapan di serambi luar yang luas. Suasana seketika menjadi tegang dan mencekam.
"Silakan turun tangan!" tantang Ji Bun.
"Ji Bun, mestinja Pinceng tidak boleh menyerangmu, namun kenyataan memaksa ....."
"Tidak perlu kau pura-pura welas asih."
"Lihat pukulan!" tiba-tiba Thong-sian menghardik, berbareng lengan jubahnya mengebas. Segulung angin kencang seketika menungkup ke arah Ji Bun.
Ji Bun mengertak gigi, iapun ayun kedua tangan menyambut serangan. "Plok", seperti suara baja yang pecah berkeping-keping kedua orang tergentak mundur. Bayangan kedua orang hanya berpencar sekejap terus saling tubruk dan serang menyerang dengan seru. Ketika Ji Bun mengerahkan sepenuh tenaganya, ditengah suara yang memekak telinga, Ji Bun tergeliat sedikit, sebaliknya Thong-sian Hwesio mundur dua tindak. Semua hadirin sama terbelalak pucat.
Thong-sian menggerung rendah, bayangan tangannya bergulung-gulung dan berlapis-lapis dari pukulan jarak jauh, kini dia menyerang sesungguhnya dengan kekuatan kepalannya. Ji Bun juga berseru melengking. Jurus Tok-jiu-it-sek tahu-tahu menembus bayangan telapak tangan orang yang berlapis-lapis dan langsung menjojoh ulu hati orang.
Di tengah jeritan kaget orang ramai, tahu-tahu Thong-sian menyurut lima langkah, wajahnya tampak jera dan ngeri. Sebelum dia sempat bertindak lebih lanjut, Ji Bun sudah berkelebat maju pula, kini dia lancarkan Tok-jiu-ji-sek yang bernama To-liong-jan-kiau.
Jeritan orang banyak kembali membuat suasana tegang semakin mencekam, hawa seolah-olah membeku dalam waktu sesingkat itu, setelah lenyap suara jeritan, keadaan menjadi sunyi senyap. Telapak tangan Ji Bun berhenti mendadak kira-kira tiga senti di atas, Hian-ki-hiat di tubuh Thong-sian. Telapak tangan malah sudah menempel ubun-ubun kepala Thong-sian yang gundul. Jelas ketika jiwa Thong-sian hampir terenggut oleh serangan Ji Bun itu mendadak dia menghentikan serangan. Semua hadirin sama melihat jelas, kalau gerakan tangannya tidak direm tepat pada waktunya, jiwa Thong-sian pasti sudah melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
Ficción GeneralWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...