03. Tuduhan yang Sulit Dibantah

4.2K 72 1
                                    

Nama Siang-thian-ong membuat jantung Te-gak Suseng dan Thian-thay-moki tergetar. Mereka saling pandang, sungguh tak dinyana bahwa tokoh aneh ini masih hidup dan kini muncul juga untuk berebut Sek-hud. Konon pada enam puluh tahun yang lalu makhluk aneh ini sudah menjuluki diri sebagai 'Ang' (aki). Anak kecil dan kaum perempuanpun kenal namanya, golongan hitam paling jeri bila mendengar namanya, kini usianya tentu sudah lewat se-abad. Siapa tahu setelah mengasingkan diri puluhan tahun, kini muncul lagi di sini.

Sesaat lamanya Bu-cing-so kememek, akhirnya dia membentak bengis,

"Ada petunjuk apa?"

Siang-thian-ong terloroh-loroh, ujarnya,

"Lote, usia kita sama-sama tua, kuharap kau jangan berlaku tamak lagi, binalah dirimu ke jalan yang benar demi hari tuamu."

"Apa maksudmu?"

"Kuharap kau tidak ikut campur berebut Sek-hud segala."

"Kalau tidak?"

"Terpaksa kita harus berkelahi."

"Hahaha, Siang-thian-ong, kabarnya kau berjiwa pendekar, nyatanya hatimupun tamak, bukankah kaupun mengincar Sek-hud itu?"

"Lote, jangan kau terlalu tinggi menilai dirimu, jangan harap kita akan memilikinya."

"Eh, memangnya kenapa?"

"Lwekang budak ini memang rendah, namun tulang punggung di belakangnya cukup tangguh, aku sendiripun tak berani mengusiknya."

"Hebat benar, siapa sih tulang punggungnya? Masakah Siang-thiang-ong yang biasa ditakuti orang hari ini patah semangat?"

"Siapa dia tidak perlu kukatakan, yang terang aku memberi peringatan padamu dengan, maksud baik."

"Kalau kau tidak berani melawannya, boleh silakan pergi saja, buat apa kau bertingkah dihadapanku?"

"Haha, justeru terbalik, sekali soal ini sudah kebentur di tanganku, apapun yang terjadi pasti kubereskan."

"Cekak saja jawabku," ujar Bu-cing-so, "orang lain tak kubiarkan menyentuh Sek-hud itu."

"Agaknya tulang kita ini harus dilemaskan dengan adu otot."

Di dalam hutan Thian-thay-mo-ki berpaling kepada Te-gak Suseng, bisiknya,

"Besar manfaatnya bagi kita kalau kedua bangkotan silat ini berkelahi"

"Jangan kau gunakan istilah kita. Cayhe tak setuju bekerja sama dengan kau," sahut Te-gak Suseng.

Berubah kecut muka Thian-thay-mo-ki, kata¬nya dengan cemberut,

"Jangan terlalu yakin, belum tentu 'dia' mau terima kebaikanmu ......."

Dari malu menjadi gusar, segera Te-gak Suseng menghardik,

"Tutup mulutmu. Urusanku tak perlu kau turut campur."

Getaran keras dan ledakan dahsyat amat mengejutkan sekali, ternyata kedua bangkotan silat telah bergebrak dengan sengit, masing-masing melancarkan pukulan maut. Kalau tidak menyaksikan sendiri, si apapun tak mau percaya, puluhan tombak sekeliling gelanggang tanah berumput beterbangan.

Pada saat itulah dari kejauhan sebelah sana terdengar sebuah suara berkata,

"Te-gak Suseng, kemarilah kau."

Te-gak Suseng terkejut sambil berpaling, serunya,

"Siapa itu?"

"Yang mau bikin perhitungan. kemarilah untuk menyelesaikan," sahut orang itu.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang