Tanpa sadar Ji Bun menghentikan langkah, katanya menyeka darah di pinggir mulutnya: "Kuperintahkan kau menyingkirkan anak buahmu, kalau tidak satupun takkan kubiarkan hidup."
"Kau takkan berani. Mati hidup ibumu Lan Giok-tin dan Thian-thay-mo-ki tergenggam di tanganku."
"Jiwamu sendiri berada di tanganku, memangnya kau punya kesempatan berbuat jahat lagi."
"Sebelumnya sudah kuatur sedemikian rupa, setengah jam setelah matahari terbenam kalau tiada perintahku, Lan Giok-tin dan Thian-thay-mo-ki akan dipancung kepalanya, sekarang waktu yang ditentukan sudah akan tiba."
Semakin beringas Ji Bun dibuatnya, mendadak dia jadi nekat, kaki menjejak tangan menyerang. Asal dia bisa membekuk Ngo-hong Kaucu, segala persoalan akan dapat dibereskan. Tapi Ngo-hong Kaucu bukan tokoh sembarang tokoh. Sudah tentu sebelumnya dia sudah siaga dan berjaga diri. Pada saat secepat percikan api seperti bayangan setan saja tahu-tahu orangnya berkelebat lenyap kedalam hutan. Gerakan kedua pihak hampir dalam waktu yang sama. Sudah tentu Ji Bun menubruk tempat kosong, dengan bentakan murka segera ia mengudak ke dalam hutan.
Tabir malam sudah menyelimuti jagat raya, dalam hutan gelap gulita, walau dia memiliki pandangan yang tajam, namun hanya dalam sekejap jejak Ngo-hong Kaucu sudah lenyap entah kemana.
Sebuah suara menggema dari kejauhan: "Anak muda, jangan lupa perjanjian barter kita dengan batok kepala orang yang kuminta."
Ngo-hong Kaucu mengirim gelombang suara dari jauh sehingga posisinya sukar ditentukan. Betapa Ji Bun amat penasaran, dengan kalap ia terjang kian kemari mengobrak abrik hutan, namun hasilnya nihil. Hutan ini cukup luas, dari puncak yang satu bersambung pula kepuncak yang lain.
Setengah malam sudah Ji Bun bekerja berat dengan sia-sia, dia pikir letak markas Ngo-hong-kau tentu berada di suatu tempat yang tersembunyi, pegunungan seluas ini kemana harus menemukannya, tak mungkin dia bisa menjelahi seluruh pelosok pegunungan ini.
Penasaran, marah, benci dan dendam berkecamuk dalam benaknya, pikirannya bergolak, namun tetap tak berdaya. Akhirnya dia menemukan sebuah batu besar segede kerbau, lulu ia duduk dan merenungkan pengalamannya ......"
Keselamatan ibu dan Thian-thay-mo-ki untuk sementara, terang tidak akan terancam, karena Ngo-hong Kaucu minta barter dengan kepala Siangkoan Hong suami isteri, walau tujuannya sulit diraba, namun sudah jelas kalau orang hendak pinjam tangan membunuh orang, kecuali keadaan betul-betul mengancam, sandera ditangannya terang takkan terganggu keselamatannya.
Apakah dia harus menerima syarat ini untuk menolong ibu dan Thian-thay-mo-ki? Walau Siangkoan Hong dan Hun-tiong Siancu juga musuh besarnya, namun sakit hati tetap sakit hati dan tidak pantas bertindak di luar etika persilatan yang harus berjiwa kesatria. Apalagi kini dirinya sebagai seorang pejabat Ciangbun (ketua) Ban-tok-bun yang terhormat.
Tapi kalau tidak menurut kehendak musuh, apa pula langkah yang harus dilakukannya? Persoalan yang paling penting adalah Ngo-hong Kaucu ini murid murtad seperguruan, peraturan perguruannya amat keras, pesan Suco harus dilaksanakan, selama hayat masih dikandung badan dirinya harus menegakkan wibawa peraturan perguruan. Kalau sampai dirinya harus tunduk akan ancaman musuh, lalu di mana dia harus menaruh mukanya.
Ilmu beracun dirinya diperoleh dari ajaran ayahnya secara lisan, sumber pelajaran ilmu beracun dari ayahnya ini terang dari Tok-keng, sedang Tok-keng dimiliki oleh Ngo-hong Kaucu. Lalu ada hubungan rahasia apa di antara Ngo-hong Kaucu dengan ayahnya?
Mau tidak mau dia lantas ingat pada Biau-jiu Siansing, seperti diketahui ibu tua atau isteri pertama ayahnya yang telah dicerai itu berada di rumah Biau-jiu Siansing. Khong-kok-lan So Yan sedemikian dendam dan benci terhadap ayahnya. Siucay tua pernah bilang, Biau-jiu Siansing sehaluan dengan ayahnya. Biau-jiu Siansing pernah berjanji hendak membantu dirinya untuk membereskan beberapa persoalan. Dari semua gejala-gejala ini, terang Biau-jiu Siansing tahu akan seluk beluk persoalan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...