Seperti robot saja Ji Bun melangkah maju dan duduk di kursi sebelah gadis yang berdandan seperti puteri raja ini.
"Kau kemari untuk dia?" tanya Ki-po-hwe-cu.
"Dia?" Ji Bun menegas dengan tak mengerti.
"Pernah apa kau dengan dia?"
"Dia? Cayhe ...... tidak kenal."
"Kenapa kau menguntitnya?"
"Cayhe ...... hanya tertarik, lalu mengikutinya,"
"Oh," Ki-po-hwe-cu berpaling kepada pemuda baju putih sambil manggut, katanya,
"Kita lanjutkan persoalan genduk ayu ini."
Sejak Ji Bun memasuki ruang sidang ini, gadis rupawan itu tak pernah angkat kepala atau melirik kepadanya.
Dengan suara halus dan ramah Ki-po-hwe-cu berkata kepada gadis rupawan itu,
"Nona, kau bernama Ciang Bing-cu? Puteri tunggal Ciang Wi-bin?"
"Ya," sahut gadis itu, suaranya merdu. Bergetar badan Ji Bun, namun tiada orang yang memperhatikan dirinya.
Pemuda baju putih menyela bicara.
"Nona Ciang, terpaksa, kau harus tinggal beberapa hari di sini, kutanggung kami takkan mengganggu seujung rambutmu, sebagai puteri mestika seorang hartawan Kayhong, kalau hanya mengeluarkan lima renteng mutiara dan lima ribu tahil emas, tentunya ayahmu tidak akan keberatan, bila barang-barang yang kami minta diantar kemari, kaupun boleh pulang, dengan selamat "
Kembali bergetar badan Ji Bun, namun roman mukanya tidak mangunjuk reaksi apa-apa.
Berkata Ciang Bing-cu dengan suara lembut,
"Kalian menculikku dan hendak memeras ayahku?"
Ki-po-hwe-cu terkekeh-kekeh, katanya,
"Nona, selama hidupku ini, hobiku adalah mengumpulkan segala macam benda-benda mestika, itulah azas tujuan berdirinya organisasi ini, soal memeras, mencuri dan segala cara bisa saja kami halalkan."
Berputar biji mata Ciang Bing-cu yang pudar, bibirnya bergerak-gerak, namun dia tidak menanggapi.
Ki-po-hwe-cu berkata kepada puteranya: "Bawa dia ke belakang. Ingat, jangan kau sentuh dia, inilah undang-undang, jangan sudah tahu kau sengaja melanggarnya''
"Anak tahu," sahut pemuda baju putih. Lalu dia berkata pada kedua laki-laki baju hitam,
"Kalian tetap di sini, aku sendiri yang akan menggusurnya."
Lalu dia mendekati Ciang Bing-cu, katanya,
"Nona, marilah ikut aku, di sini tiada urusanmu lagi."
Tiba-tiba Ji Bun menanggapi dengan suara dingin,
"Nanti dulu!" Nadanya rendah berat, namun bertenaga, dan berwibawa, tiada tanda-tanda seperti seorang yang hilang ingatan, kecuali Ciang Bing-cu yang tetap kehilangan kesadaran, empat orang yang hadir sama berjingkat kaget.
Melotot biji mata pemuda baju putih, katanya sambil menatap Ji Bun,
"Kau ....... apa katamu?"
Lenyap rona muka Ji Bun yang pura-pura linglung tadi, suaranya tetap dingin kaku,
"Kataku nanti dulu, jelaskan dulu persoalannya."
"Persoalan? Persoalan apa yang dijelaskan?"
"Memangnya kedatanganku ini harus sia-sia?"
"Kau ......" gemetar suara Ki-po-hwe-cu tiba-tiba, "Te-gak Suseng, pintar sekali kau berpura-pura."
Mendadak Ji Bun berdiri, matanya menyapu pandang ke seluruh ruang sidang, katanya,

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...