45. Lorong Rahasia Ngo-hong-kau

2.2K 48 0
                                    

Kira-kira semasakan air dia sudah tiba di tempat yang ditunjuk oleh Ui Bing. Pintu besar tertutup rapat, suasana sunyi tidak kelihatan jejak manusia, mungkinkah markas cabang Ngo-hong-kau ada di sini? Ji Bun menjublek di tempatnya. Mungkin Ui Bing tertipu? Tapi dia cukup cerdik dan cekatan, tak mungkin dikibuli orang. Sesaat lamanya Ji Bun kebingungan, maju mundur serba salah. Tampaknya gedung ini tempat tinggal keluarga besar, mungkinkah suatu cabang perkumpulan berada digedung yang sepi dan tidak terjaga ini. Dilihatnya jalan raya ini hanya terdapat dua gedung besar dan luas.

Selagi Ji Bun berdiri bingung, tiba-tiba pintu besar yang bercat hitam itu pelan-pelan terbuka, seorang laki-laki tua reyot menongol keluar. Begitu melihat Ji Bun berdiri di depan pintu, kepalanya lantas miring-miring mengamatinya sekian lama, tanyanya dengan suara serak: "Kongcu ini mencari siapa?"

Serba susah Ji Bun menjawabnya, laki-laki tua ini tidak mirip seorang persilatan, namun tak mungkin dia tidak menjawab pertanyaan orang, maka dia berkata: "Cayhe mohon bertemu dengan majikanmu."

"Majikanku? Apakah Kongcu tidak salah alamat?"

"Kukira tidak, betul gedung ini."

"Kongcu she apa? Pernah apa dengan majikan kami?"

"Setelah bertemu dengan majikanmu, dia tentu tahu."

"Majikanku takkan tahu untuk selamanya."

"Apa maksudmu?"

"Majikan sudah meninggal tiga tahun yang lalu, kini tinggal majikan perempuan dan puterinya berdua, siapa yang hendak Kongcu temui?"

Ji Bun menjublek tak bisa bicara lagi. Laki-laki tua itu segera menarik kepalanya sambil menggerutu. "Blang", dengan keras dia menutup daun pintu.

Ji Bun jadi geli sendiri, segera ia berlari-lari menuju ke tempat yang dijanjikan untuk bertemu dengan Ui Bing. Setiba di lorong jalan sana dia putar ke kanan, dipengkolan jalan dilihatnya Ui Bing sedang berdiri di depan sebuah rumah berloteng. Melihat Ji Bun lari mendatangi segera dia memberi isyarat kedipan mata, sebat sekali dia menyelinap masuk ke rumah. Ji Bun langsung memburu masuk, serunya: "Salah alamat!"

Ui Bing berhenti di sudut yang gelap, katanya heran: "Apa katamu?"

Dengan lesu Ji Bun ceritakan pengalamannya tadi.

"Ai." Ui Bing membanting kaki. "kau tidak tahu seluk beluk dunia persilatan, tempat itu tidak akan salah, mungkin di dalam markas cabang itu tiada jago yang mampu menghadapi kau, terpaksa mereka main kucing-kucingan."

Sungguh malu dan gusar Ji Bun dibuatnya, kejadian apapun pernah dialaminya. Kini dirinya masih begini gegabah, kenapa mau percaya obrolan orang begitu saja. Tanpa bersuara segera dia berlari kencang menuju ke tempat semula.

"Hiante, jangan tergesa-gesa, marilah bicaralah dulu," teriak Ui Bing.

Ji Bun anggap tidak dengar, secepat kilat dia berlari ke lorong jalan sana. Pintu besar bercat hitam masih tertutup rapat, suasana tetap sunyi senyap tidak kelihatan bayangan orang, namun keadaan Ji Bun berbeda dengan datangnya semula. "Brak", begitu tiba langsung dia angkat tangan menghantam ke arah pintu. Suara gemuruh bergema di lorong jalan yang sepi ini.

Pintu segera terbuka, yang muncul adalah laki-laki tua kurus tadi, dengan suara gemetar dia memaki, "Memangnya kalau janda dan yatim boleh dihina dan dipermainkan begini?"

Ji Bun menubruk maju, laki-laki tua mengkerut sambil menutup pintu, namun sudah terlambat, tahu-tahu lengan kirinya terpegang kencang oleh Ji Bun. Biji mata si orang tua yang semula pudar tiba-tiba berkilat tajam, sekuat tenaga dia meronta, namun sia-sia, tiba-tiba telapak tangannya menjojoh, jelas kepandaiannya cukup tangguh. Namun sedikit menggerakkan jari telunjuknya, lengan kanan si orang tua seketika lemas. Wajahnya yang tua keriput menjadi pucat kelabu.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang