Serba salah, bagi Ji Bun tidak sukar untuk merenggut jiwa orang, namun mengingat perbuatan kejam dan kotor ayahnya dulu terhadap orang ini, kalau sekarang dirinya membunuhnya pula, sungguh hatinya tidak tega dan lagi melanggar azas kemanusiaan. Sebaliknya kalau dibebaskan, permusuhan ini entah berlarut sampai kapan.
"Dulu aku lolos dari kematian, maka aku bersumpah menuntut balas kepada Ji Ing-hong," demikian desis Gui Han-bun.
"Memangnya kau mampu?"
"Anak muda, kalau hari ini aku mati ditanganmu, mungkin itu sudah suratan takdir."
Berputar pikiran Ji Bun, katanya kemudian:
"Orang she Gui, permusuhanmu dengan ayah, bolehkah ditunda sementara?"
"Tidak mungkin"
"Kalau sekarang aku membebaskan dirimu ......."
"Anak muda, kalau aku mati memang itulah nasibku, orang she Gui pantang mengemis hidup kepada orang lain."
"Orang she Gui, kalau kuinginkan kau mati, memangnya kau bisa hidup?"
"Silakan turun tangan," pedang ditangannya segera melintang, sikapnya tak acuh dan siap menghadapi detik-detik kematiannya.
Perang batin bergejolak dalam sanubari Ji Bun, kalau musuh dibunuh, urusan akan beres, namun sekarang dirinya sebagai seorang pejabat Ciangbun dari sebuah aliran, segala tindakan pantang menuruti keinginan hati sendiri.
Pada saat itulah, bayangan seorang mendadak berkelebat ditengah udara dan meluncur tiba. Kiranya seorang laki-laki tua baju hitam, wajahnya seram menakutkan. Seketika mendidih darah Ji Bun melihat orang ini.
Orang yang baru datang langsung menghampiri si Siucay, katanya dengan menyeringai: "Gui Han-bun, tak kira kau belum mampus."
"Siapa kau?" desis Gui Han-bun kereng.
"Inilah Kwe-loh-jin."
"Kwe-loh-jin apa?" tukas Ji Bun, "dia inilah Ngo-hong Kaucu."
Gui Han-bun mundur beberapa langkah, teriaknya: "Ngo-hong Kaucu?"
Ngo-hong Kaucu berpaling ke arah Ji Bun, katanya: "Urusan kita boleh ditunda sementara."
Belum mulutnya selesai bicara, tahu-tahu bayangannya sudah merangsak ke arah Gui Han-bun, betapa hebat dan keji cara orang turun tangan sungguh mengejutkan. Entah menggunakan jurus apa, di tengah suara bentaknya tahu-tahu pedang Gui Han-bun terjatuh, dadanya terluka panjang, pucat pias wajah Gui Han-bun.
"Gui Han-bun," Ngo-hong Kaucu terkial-kial dan maju selangkah seraya mengancam, "kini tibalah saat kematianmu!"
Bayangan tangan berlapis-lapis membentuk sebuah gulungan yang meninggi, tahu-tahu bayangan gulungan ini melintir terus menggaris maju. Hing-thian-it-kiam Gui Han-bun pejamkan mata, hakikatnya dia tidak mampu menangkis atau menghindar dari serangan telapak tangan yang hebat dari Ngo-hong Kaucu ini.
"Tahan!" di tengah bentakan keras, "Blang" suara keras berkumandang pula, tampak Ngo-hong Kaucu tersurut mundur, tahu-tahu Ji Bun sudah menghadang di antara kedua orang.
"Te-gak Suseng," teriak Ngo-hong Kaucu murka, apa maksudmu ini?"
"Tidak apa-apa, kularang kau membunuhnya."
"Anak keparat, kau tidak tahu kalau dia ini adalah satu Houhoat Wi-to-hwe?"
"Ya, aku tahu!"
"Kenapa kau membantu musuh malah?"
"Bukan urusanmu," Ji Bun berpaling lalu menambahkan, "Orang she Gui, kau boleh pergi."
Gui Han-bun melenggong bingung, Ji Bun tidak membunuhnya malah menolong jiwanya, sungguh hal ini sukar diselami, namun sikapnya tetap angkuh, "Tek-gak Suseng, aku tak mau terima kebaikanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Long
General FictionWataknya dingin, angkuh, semua itu menjadikan jiwanya nyentrik. Untunglah di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih terbetik juga sifat pembawaan yang baik, jiwa luhur dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sayang keluhuran jiwanya ini sering...