Andra berlari menuju tengah lapangan sambil menggiring bola basket dengan peluh yang mengucur di keningnya. Di sana sudah ada Eric, Aldo dan Rio yang menunggunya membawa kembali bola basket mereka yang tidak sengaja terpental karena ulah Aldo."Lama banget, sih. Godain cewek lo, ya?" tebak Aldo renyah yang membuat Andra melemparkan tatapan tajam ke arahnya. "Slow man, nggak usah melotot. Cuma nanya juga, gue."
Aldo menepuk bahu Andra pelan berusaha menciptakan suasana humoris. "Siapa tahu lo tobat."
Eric dan Rio yang juga berada di sana, terkekeh dengan kalimat yang dilontarkan Aldo.
Sedangkan Andra menatap Aldo datar, lalu mengalihkan pandangannya pada tangan Aldo yang masih nangkring di bahunya. "Nggak usah sok akrab."
Aldo langsung menurunkan tangannya dari bahu Andra diiringi dengan gerakan memutar bola matanya malas.
"Udah tahu galak. Masih aja lu godain." Rio yang membuka suara berusaha menengahi. "Cari mampus banget." tambahnya lagi.Eric menghampiri Andra yang tengah berkali-kali mencoba memasukkan bola ke dalam ring, dan mengabaikan Rio dan Aldo yang asik ngobrol sendiri.
Saat Eric men-drible bola dengan tangan kirinya, Andra merebutnya dengan mudah melalui sisi kanan tubuh Eric dan mendapatkan bola itu lalu men-shoot-nya. Merasa tertantang, Eric berlari ke arah Andra yang melakukan kegiatan menipu lawan berkali-kali saat Eric berniat mengambil bola dari tangannya. Dan lagi-lagi dia gagal. Andra berhasil men-shoot-nya lagi untuk yang kedua kalinya.
"Shit!"
Andra tersenyum miring saat mendengar Eric mengumpat. Mungkin mendengar Eric mengumpat dengan geram bukan suatu hal baru yang sering Andra temukan. Tapi saat melihat Eric tidak bisa merebut bola darinya, membuat Andra menyimpulkan jika ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Masalah cewek?" tanya Andra, seolah-olah dia bisa membaca pikiran Eric.
"Si Caca ngambek gara-gara gue bangun kesiangan dan telat jemput dia. Dan sampek sekarang, dia puasa ngomong sama gue." Eric bercerita dengan wajah suntuk yang sangat terlihat jelas.
"Udah gue bilang cewek itu ribet! Putusin aja, udah," ucap Andra telak yang membuat Eric menatap tak suka.
"Putus-putus, mata lo?" geramnya. Meskipun dia sering ngambek kayak anak kecil, tapi se-enggak-nya dia bisa bikin hari-hari gue berwarna setiap harinya," ucap Eric menerawang. "Dan, dia bisa bikin gue jatuh cinta," tambahnya lugas.
Andra menaikkan sebelah alisnya. "Masih percaya sama yang namanya cinta?"
Eric menatap Andra dengan memincingkan matanya tak mau kalah. "Dan lo, masih nggak percaya sama yang namanya cinta." Itu bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan yang jelas.
Andra menghentikan gerakannya melempar bola saat mendengar penyataan yang ditujukan jelas untuknya. Andra tersenyum sinis.
"Buat apa gue percaya sama hal yang menurut gue buang-buang waktu? Nggak ada gunanya banget."
Eric tertegun sejenak lalu menghela napas. Sorot mata Andra menyiratkan jutaan rasa sakit yang membelenggu dirinya dalam amarah. Membelenggu hatinya dalam rasa kecewa yang entah siapa yang akan membebaskannya. Eric tahu siapa Andra. Eric tahu masalah yang Andra hadapi bukan masalah kecil seperti kelihatannya. Tapi percuma Eric membantu Andra untuk berpikir lebih luas tentang tujuan Tuhan akan takdirnya. Andra seakan sudah menutup mata tentang kehidupannya. Dia sudah jatuh terlalu jauh.
"Suka-suka lo, deh. Ngomong sama lo itu kayak ngomong sama bola. Nggak ada ujungnya." Eric melenggang pergi menjauhi Andra dan berlari mendekati Rio dan Aldo yang telah memanggilnya sejak tadi untuk masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
JugendliteraturSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...