Hari kedua di SMA Pancasila.
Andra mendecak kesal karena gerbang sekolah telah tertutup dengan sempurna. "Sial!"
Hal kecil seperti ini sudah sering terjadi pada Andra yang notabenenya murid yang susah diatur itu. Dan dia juga akan bisa mengatasinya dengan cara yang mudah seperti biasanya.
Cowok itu menghampiri seorang satpam yang tengah berjaga di depan gerbang dengan tongkat pentungnya. Walaupun wajahnya terlihat sangar, ditambah dengan kumis tebal yang berada di atas bibirnya sama sekali tidak mempengaruhi keberanian Andra.
Bahkan kalau bisa dibilang, Andra lebih sangar dari satpam yang menjaga gerbang tadi karena sifat dinginnya yang arogan.
"Bukain, Pak! Gue mau masuk." cowok itu menyenderkan bahunya di samping gerbang dengan melipat tangan di depan dada.
"Maaf, saya tidak bisa melanggar tugas." Satpam itu berkata tegas seolah melawan perkataan Andra. Cowok itu menyipitkan matanya tak suka sambil memandang wajah satpam yang dia rasa belum pernah ditemuinya itu.
'Oh, jadi dia satpam baru. Pantesan belagu!' batinnya meremehkan.
"Eh, Pak!" Andra memajukan tubuhnya agar bisa berhadapan langsung dengan lawan bicaranya. "Anda belum tahu siapa saya?"
Satpam itu malah tersenyum miring ke arah Andra seolah meremehkan.
"Saya tahu. Kamu cuma seorang murid urakan yang beruntung karena belum pernah merasakan dikeluarkan dari sekolah ini."Andra menatapnya sengit. "Oh, ya?" Cowok itu terkekeh kecil sambil mengangkat sebelah alisnya. "Tapi sayangnya, murid urakan yang lo bilang ini adalah seorang anak dari kepala sekolah. Dan asal lo tahu aja. Gue bisa minta nyokap gue buat mecat elo kapan aja kalo gue mau." Andra tersenyum puas melihat sedikit kekhawatiran dari raut wajah satpam tersebut. Hingga membuat satpam itu membuka gerbangnya.
"Kamu pikir, saya mau mendengarkan kamu begitu saja?"
Raib sudah senyuman yang menghiasi bibir Andra saat seorang wanita yang memakai seragam dinas khas pegawai negeri menyahuti kalimatnya.
Wanita itu adalah Reya Sasmitha. Seorang wanita yang menjabat menjadi kepala sekolah termuda di SMA Pancasila yang sekaligus ibu kandung dari Andra Dafian.
Reya bersedekap, mengikuti gaya Andra tadi yang kini mulai menurunkan tangannya karena tahu dengan siapa dia berhadapan saat ini.
"Di rumah, saya memang ibu kandung kamu yang mungkin akan mendengarkan apapun yang kamu katakan. Tapi di sini, saya adalah kepala sekolah kamu. Saya berhak melakukan apa saja untuk menghukum siswa yang susah diatur seperti kamu."
Andra memutar bola matanya malas karena mendengar ocehan wanita itu. "Terserah."
Reya menatap Andra simpatik, tapi Andra justru balik menatap Reya dingin. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arah satpam yang menjaga gerbang.
"Minggir! Gue mau masuk."
▪▪▪
Adyra memasang wajah memelasnya ke arah seseorang yang telah menggiringnya melewati koridor sekolah, sambil menjewer daun telinga kanannya hingga menimbulkan warna yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Ficção AdolescenteSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...