Rongga dadanya digerayangi perasaan cemas yang menggebu. Sedari tadi, gadis itu menundukkan kepala, sambil memilin-milin ujung dasinya. Gadis itu terlihat sangat khawatir, menunggu apa yang akan terjadi saat ini.
"Adyra Febiana Putri."
Gadis itu mendongak spontan, menatap wajah dengan perasaan takut. Bu Etik tengah menatapnya tajam, hingga membuat Adyra menelan ludahnya susah payah.
"Mana tugas fisikamu?" Gadis itu menghela napas berat, kemudian memejamkan kelopak matanya. "Belum selesai, Bu," ucapnya pelan hingga terdengar seperti berbisik.
Adyra mengusap dadanya kaget, karena pukulan rotan yang diterima meja di hadapannya membuat dada Adyra terasa berdenyut.
"APA-APAAN KAMU?," bentak Bu Etik menakutkan. "Kamu pikir, sekolahan ini punya mbah-mu apa? seenaknya aja tidak mengerjakan tugas!"
Adyra semakin menunduk. "Saya udah ngerjain kok, Bu! Tapi.."
"TAPI APA?"
"Lembaran tugas saya tadi, basah karena kesiram air, Bu," kilahnya Adyra tanpa berbohong. "Jadi, saya harus buat yang baru. Tapi, Bu Etik udah datang duluan sebelum saya selesai nyalin."
"Jadi kamu menyalahkan saya?"
"Ha?" Adyra menggeleng spontan. "E—enggak kok, Bu. Bukan itu maksud saya. Saya—"
"Saya percaya sama kamu." Kepala Adyra mendongak tanpa disuruh. Gadis itu menhembuskan napas lega setelah mendengarnya.
"Jangan seneng dulu," timpal Bu Etik dan membuat bahu Adyra meluruh. "Saya kasih kamu waktu tambahan sampai pulang sekolah. Kamu belum boleh pulang, sebelum tugasnya selesai."
"Makasih, Bu. Saya selesaikan hari ini juga," ucap Adyra girang sambil mengangguk antusias.
"Kamu boleh pergi ke perpustakaan." Adyra bangun dari kursinya, dengan membawa beberapa buku dan alat tulis.
"Gue temenin, ya?" Amy bergerak berdiri dari posisinya. Hingga saat dia berdiri, Bu Etik mengacungkan rotannya di depan Amy. "Siapa bilang kamu boleh ikut?"
•••
Andra menghela napasnya berat karena merasa lelah dengan tumpukan buku menggunung di hadapannya. Gara-gara dia ketahuan berkelahi dengan Bara, alhasil dia harus menata seluruh tumpukan buku di perpustakaan ini sebagai hukumannya.
"Perpustakaan macam apa sih nih? Buku-buku pada berantakan semua lagi!," gerutu Andra kesal sambil menata beberapa buku di atas rak berdasarkan judul buku.
"Tinggi banget, sih!"
Andra mengedarkan pandangannya, saat mendengar suara hentakan kaki yang beraada tak jauh dari tempatnya saat ini. Andra mendengus geli, saat melihat gadis berkuncir kuda itu tengah melompat-lompat, berusaha menggapai sebuah buku yang berada di bagian rak paling atas. Andra melangkahkan kaki, menghampiri Adyra yang masih berjinjit tanpa pikir panjang.
"Kalo emang nggak nyampe, apa susahnya sih minta tolong?" Adyra mendongak terkejut menatap Andra yang kini telah berdiri tak jauh dari tubuhnya. Gadis itu tersenyum kikuk sambil menyipitkan matanya. "Nggak usah, gue bisa sendiri."
Andra merasakan sesuatu yang aneh saat Adyra tersenyum padanya. Andra tahu, secara tak langsung gadis itu telah menolak bantuannya. Bahkan gadis itu masih berjinjit dan mengulurkan tangannya tinggi-tinggi berusaha menggapai buku tersebut. Tangan Andra terulur secara otomatis untuk meraih buku itu. Belum sampai tangan Andra menyentuh bukunya, sapaan seseorang membuatnya mengalihkan perhatian.
"Hai! Elo...Adyra? Cewek yang tadi pagi, kan?"
Mereka berdua menoleh bersamaan. "Ya?" Adyra menarik sudut bibirnya membalas senyuman Bara. "Darimana lo tahu nama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Fiksi RemajaSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...