Adyra menunduk, membenahi simpul tali sepatunya yang terlepas. Saat gadis itu hendak mendongak, sepasang sepatu converse berdiri di hadapannya. Adyra tersenyum senang, hingga menyipitkan kedua matanya. "Kakak!"
Seseorang yang dipanggilnya 'Kakak' tadi tersenyum menanggapi Adyra, lalu mengusap puncuk kepala Adyra dengan sayang. "Udah dibilang jangan panggil Kakak, juga." Cowok itu mendengus. "Kelihatan tua banget."
Adyra terkikik, melihat ekspresi cowok itu berubah kesal. "Emang kamu lebih tua dari aku kan, Kakak Dimas! Hahaha!"
Adyra meringis, karena Dimas mencubit kedua pipinya gemas. Satu hal yang Adyra sukai, adalah membuat Dimas kesal denagn sebutan 'Kakak' yang ditujukan padanya. Memang tidak ada yang salah sih, mengingat usia Dimas memang 2 tahun lebih tua dari Adyra. Dan lebih tepatnya, Dimas adalah kakak kelas Adyra di sekolah.
Dimas pernah bilang seperti ini, "Jangan panggil aku Kakak, karena aku bukan Kakak kamu. Tapi panggil aku Sayang, karena aku sayang kamu." Pipi mulus Adyra langsung merona serupa tomat. Kalau saja Adyra tidak ingat jika masih tinggal di bumi yang memiliki gaya gravitasi, mungkin tubuhnya sudah dia terbangkan melayang jauh seperti asteroid.
"Ya udah, yuk!"
Dimas mengernyit. "Ke mana?"
"Pulang lah! Kamu kan ojek yang selalu setia nganterin aku pulang," balas Adyra meringis lucu.
"Aku nggak mau!"
Adyra mendengus mendengar kalimat Dimas. "Dim, udah lah. Aku males becanda. Aku mau pulang, udah ngantuk, tauk!" cecar Adyra.
"Di mana-mana, kalau nyuruh ojek nganterin itu dibayar! Lah ini mah, enggak."
Adyra tertegun. "Jadi kamu nggak ikhlas nganterin aku selama ini?"
Diimas mengulum bibirnya, menahan senyum yang ingin tumpah saat gadis-nya cemberut. Dimas masih setia memasang tampang datar, untuk menjiwai perannya.
"Hm... mungkin?"
Adyra membelalakkan matanya, lalu menyipitkan matanya setelah itu. "Oh, gitu!" Dimas masih diam tanpa ekspresi. Adyra semakin geram hingga meremas jemarinya.
"Ya udah kalo gitu! aku juga bisa pulang sendiri!" ucap Adyra pada akhirnya.
Adyra memutuskan pergi dari hadapan Dimas. Tapi bahkan belum genap satu langkah dia berjalan, Dimas menarik tangannya hingga Adyra berbalik. "Apa? mau minta maaf karena udah ngomong gitu?"
Dimas menipiskan bibirnya, melihat Adyra bersungut-sungut. "Enggak."
Adyra udah ngomong panjang lebar, tapi dia cuma ngomong 'enggak', doang? "Ya terus ngapain tarik-tarik?"
"Mau minta imbalan."
"Imbalan apa sih?"
"Tutup mata dulu."
"A—apa?" Adyra mengerjapkan matanya lucu, sambil memasang wajah melongo. Dimas mendengus, lalu menangkup kedua pipi Adyra dengan ibu jari dan telunjuknya. "Nggak usah pasang muka kayak gitu, deh. Jelek, tauk! Tinggal tutup mata apa susahnya?"
"Ka—kamu, mau ngapain emang?"
Dimas memutar bola matanya malas dengan basa-basi Adyra. "Kalo kamu nggak tutup mata, gimana bisa tau aku mau ngapain."
Bibir Adyra tiba-tiba tersenyum, sambil menutup matanya. Entah apa yang akan Dimas lakukan padanya, Adyra tak tahu. Yang pasti, Dimas itu susah ditebak, apalagi untuk Adyra.
"Open your eyes now!"
Adyra mengernyit di saat matanya masih tertutup. "Now?"
"Yes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Roman pour AdolescentsSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...