44. Jangan Pergi

14.4K 969 30
                                    

Lelaki itu menolehkan kepala. Menatap tepat ke arah jendela. Karena gorden yang terbuka, dia jadi bisa melihat dengan jelas suasana luar yang terasa hangat saat matahari pagi menyinarinya.

"Kak Dimas sarapan dulu, ya? Aku suapin."

Dimas mengamati gerakan Kanya yang dengan telaten membantunya bergerak dan duduk bersandar di kepala ranjang. Gadis itu menyendokkan beberapa nasi beserta sup dan menyuapkannya secara hati-hati ke mulut Dimas.

"Kak Dimas harus makan yang banyak. Biar cepet sembuh. Tau?"

Dimas tersenyum disela-sela kunyahannya. Tangan kirinya bergerak mengusap pelan puncak kepala Kanya. "Iya bawel."

Kanya mengernyit sebal karena dikatai bawel. Namun, dia tetap menyuapi Dimas seolah tak mendengar apapun yang telah dikatakannya barusan.

"Oh, iya. Pagi ini, Kak Andra nggak bisa ke sini. Mungkin, entar sore baru bisa dateng."

Dimas mengangguk mengerti. "Emang dia kemana?" Kanya mengendikkan bahu.

Dimas menikmati sarapannya, sambil mendengarkan Kanya bercerita panjang lebar tentang apa-apa yang terjadi saat Dimas tak ada ditengah-tengah keluarga mereka.

Dimas jelas mengenal keluarga Andra. Mereka berhubungan baik. Sejauh ini, Dimas masih mengamati gerak bibir Kanya yang berbicara. Hingga beberapa saat kemudian tatapannya jatuh pada sebucket bunga mawar di atas meja.

Merasa tak didengarkan, Kanya berhenti bicara. Dia melirik Dimas agak kesal. "Kak Dimas dengerin aku ngomong nggak, sih?"

Dimas tersadar. Lelaki itu meringis tak berdosa yang membuat Kanya semakin keki saja.

"Itu bunga siapa?"

Kanya mengikuti arah pandangan Dimas. "Oh, tadi aku beli waktu jalan ke sini. Bunganya bagus, sih. Yaudah aku beli. Buat pajangan."

"Oh."

Dimas tersenyum singkat, sambil memandangi bunga itu lekat-lekat. Lelaki itu menyukai mawar. Entah kenapa, senang saja melihatnya. Sangat merah dan indah. Melihat bunga mawar itu, dia jadi teringat dengan seseorang.

Seseorang yang sangat tak menyukai bunga mawar.

Kanya mengulurkan suapan terakhirnya, kemudian membereskan beberapa piring dan mangkuk di atas nampan. "Aku ke toilet dulu, ya. Bentar."

Dimas memejamkan mata. Sejenak menjernihkan pikiran. Bahkan saat matanya terpejam pun, bayangan wajah itu senantiasa bersemayam dalam pikiran.

Dimas mengulurkan tangan, mencoba meraih sesuatu yang tergeletak di ataa meja, tepat di samping nampan makannya.

Sebuah ponsel. Yang Andra temukan di saku jaketnya pasca kecelakaan. Saat Dimas mengusap layar, dia terlihat sedikit lega. Karena dia tak lupa untuk mengunci ponselnya dengan sebuah pola. Padahal biasanya, Dimas tak pernah mengunci ponselnya.

Kalau saja Dimas tak mengunci ponselnya, entah apa yang akan Andra lihat saat memeriksa beberapa album foto dan riwayat chat yang ada di sana. Dimas tersenyum kernyih membayangkannya.

Lelaki itu kembali menatap bunga mawar yang sangat mencuri perhatian. Dia tersenyum sebentar, kemudian menyalakan layar ponsel dan membuka kontak seseorang.

Dimas bergeming sejenak. Sedikit lebih lama. Pandangannya masih mengarah pada layar ponsel yang tengah menyala. Dan pada akhirnya dia memutuskan untuk membuat panggilan.

Sedang berdering.

****

"Whooaamhh...." Adyra menguap. Sambil menutup bibir lebarnya dengan punggung tangan.

Adyra's Diary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang