Adyra menatap kosong ke samping pria yang tengah sibuk dengan teleponnya. Gadis itu mendengus. Makanan di hadapannya sama sekali tak tersentuh ke mulutnya. Adyra hanya sibuk membuat suara denting dari sendok dan garpu di atas piring. Padahal Adyra tadi sudah capek-capek memasak untuk menghilangkan mood yang super duper buruknya. Namun, ternyata masih tidak mempan juga.
"Kok nggak dimakan?" ucap pria itu setelah menjauhkan ponselnya dari telinga.
Adyra bertopang dagu, sambil mengangkat pandangannya. "Nggak nafsu makan, Pa. Nggak tahu kenapa."
Andi mengangkat satu alisnya. "Tumben kamu nggak nafsu sama masakan kamu sendiri. Papa aja nambah terus, nih." Pria itu menunjukkan piringnya membuat Adyra tersenyum.
Gadis itu tak berkata lagi sampai ponsel Papanya berdering kembali. Pria itu kembali sibuk dengan ponsel dan Adyra masih betah memainkan sendoknya di atas piring.
"Malam ini?" Pria itu melirik Adyra. "Apa nggak bisa ditunda sampai besok pagi, Pak?"
"..."
Walau dengan kondisi setengah fokus, Adyra bisa mendengar suara helaan napas dari pria di hadapannya. "Baik, Pak. Saya akan ke sana secepatnya."
"Ada apa, Pa?"
Andi menaruh ponselnya di atas meja. "Ada sedikit masalah di kantor. Dan Papa disuruh ke sana secepatnya."
Adyra menekuk bibir. "Yah, padahal baru sejam lalu Papa pulang dari kantor. Udah mau pergi lagi, nih?"
Tangan pria itu terulur mengusap puncak kepala Adyra. "Iya, maaf. Papa jadi nggak bisa nemenin kamu main PS, deh."
"Iya nggak papa."
Melihat wajah murung Adyra, Andi jadi merasa bersalah. Pria itu kembali melanjutkan makan malamnya sampai ponsel Adyra berdering dan menyita perhatiannya.
Adyra membelalakkan mata. Sorot mata sayunya tadi sudah berganti menjadi sangat berbeda. Melihat perubahan ekspresi Adyra, Andi mengernyitkan dahinya. "Kenapa?"
Adyra menurunkan ponsel yang menutupi wajahnya lalu menatap Andi sambil menggigit kecil bibir bawahnya. "Nanti Papa 'kan mau ke kantor, Adyra mau sekalian bareng boleh, nggak?"
"Emang kamu mau ke mana malam-malam gini?" tanya Papa penuh selidik.
"Mau ke rumah... temen?"
Papa menangkap jelas keraguan dari nada bicara Adyra. "Temen apa temen?"
Adyra mencebikkan bibir. "Iya, deh. Ke rumah Andra, Pa--"
"Ngapain?" potong Papa tanpa basa-basi.
"Ya... dari pada aku di rumah sendirian kan lebih baik main ke sana ada temennya. Lagian, nih, Pa, rumah Andra itu rame, kok. Ada adek perempuannya juga." Adyra berusaha meyakinkan.
Papa mengangkat satu alisnya. "Kenapa nggak suruh Andra aja yang datang ke sini? Ngapain kamu repot-repot ke sana?"
"Papa yakin nyuruh aku ngundang dia ke sini?" Adyra memincingkan mata, "Di rumah ini 'kan cuma ada aku sama Papa. Entar kalo Papa pergi, tinggal aku berdua ama Andra doang, dong? Papa yakin mau ngijinin?" Adyra mengangkat kedua alis hiperbolis membuat Papa menatap begidik ngeri.
"Nggak usah! Papa antar kamu ke sana aja."
Adyra tersenyum menang. "Oke, aku siap-siap dulu."
Setelah bangkit dari kursi, Adyra sempat membuat gestur kiss bye hingga membuat Papanya mengedip keheranan.
••••
Dimas menutup pintu dan memasuki sebuah ruangan bercat putih lengkap dengan single bed berukuran sedang. Cowok itu berjalan seraya mengedarkan pandangan. Dia tak melihat banyak pernak-pernik di sana. Hanya ada lemari pakaian dan sebuah meja belajar. Dimas menangkap beberapa foto di balik bingkai figura yang terpajang di atas meja. Beberapa juga ada yang tertempel di dinding dengan penataan yang cukup rapih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...