Pagi hari di SMA Pancasila.Adyra melepas tangannya dari pinggang Andra lalu melangkah turun dari jok motornya. Setelah melepas helm yang membungkus kepala, Adyra mengedarkan pandangan. Sesaat, Adyra tersentak saat telapak tangan Andra menangkup kedua pipinya.
Adyra mengedip bodoh. Dia baru sadar kalau Andra sudah berdiri di hadapannya.
"Rambut lo kayak Tarzan." Andra terkekeh sambil mengacak rambut Adyra.
Bibir Adyra mengerucut, lalu membiarkan tangan Andra merapikan rambutnya lagi. "Apaan, sih."
"Apa?" sahut Andra tanpa menurunkan telapak tangannya dari wajah Adyra.
"Malu tau, diliatin!" Andra menatap bingung Adyra yang menepis tangan dari wajahnya. Gadis itu beranjak meninggalkan Andra.
Alis Andra terangkat sebelah, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar area parkiran. Andra mendengus melihat banyak pasang mata yang tengah mengarah padanya. Emang dia topeng monyet apa ditontonin!
"Apa?! Mau juga gue panggil Tarzan?"
• • • • •
Andra sedikit mempercepat langkahnya agar menyamai langkah Adyra. Andra tidak habis pikir dengan gadis itu. Dia seolah-olah menghindar dari Andra yang notabenenya sudah menjadi---pacarnya. Salahnya di mana coba?
"Gue nggak suka jadi pusat perhatian," sahut Adyra tiba-tiba seolah membaca isi pikiran Andra.
Andra berdecak lalu berhenti sejenak lalu mengedarkan tatapan mengintimidasinya. "Siapapun yang ngarahin matanya ke Adyra, gue patahin lehernya sekarang juga!"
Andra melipat tangan di depan dada dengan wajah santai, walau dalam hatinya dia sedang terbahak-bahak karena berhasil membuat semua anak yang berada di koridor membuang mukanya ciut.
Adyra langsung menghentikan langkahnya. Dia menatap sekelilingnya, dan kali ini tidak lagi menemukan tatapan-tatapan aneh yang memberondongnya. Kemudian, Adyra menoleh ke arah Andra yang entah kapan sudah ada di sebelahnya dengan senyum tanpa dosa.
Adyra menghela napas dan berniat melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Andra. Tapi urung, karena pandangannya menangkap Bara yang tengah berjalan ke arahnya.
Bara berhenti, tepat di hadapan Andra dan Adyra. Cowok itu menatap mereka secara bergantian dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa detik kemudian, cowok itu tersenyum samar lalu melangkahkan kakinya berjalan melewati mereka.
"Dia kenapa?" Adyra menyahut, dan Andra hanya menoleh sekedar menanggapi.
• • • •
Aldo bersorak sambil bertepuk tangan melihat beberapa makanan yang dia pesan sudah dihidangkan di depan matanya. "Ah! Akhirnya sebulan ini gue bisa kenyang tanpa khawatir ama uang bensin!"
Mata Rio membulat, menatap penuh nafsu makanan kesukaannya. Soto Bandung cap Mang Udin. "Ndra!" Rio menepuk dada Andra hiperbolis. "Lo emang terbaik!"
Eric hanya melirik tak minat dan memulai kegiatan makannya.
"Psst! Psst!"
"Apa?" Adyra menoleh saat Amy menyikut lengannya.
Bibir Amy mengerucut. "Ish! Elo mah! Masa mereka bertiga doang yang ditraktir! Gue sama Siska... enggak, nih?" bisik Amy pelan, tapi masih bisa terdengar di telinga Andra.
Merasa namanya disebut, dia mengangkat kepala ditengah-tengah suapan siomaynya. "Yaelah, My! Gue kan udah bilang traktirnya besok. Gue lupa minta uang saku. Ini aja dibayarin sama Andra." Adyra ikut berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Ficção AdolescenteSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...