29. Malam yang Panjang

17.6K 1.1K 66
                                    

Ting!

Andra mengusap layar ponsel, lalu membuka sebuah pesan yang tertera di sana.

From: Adyra

Andra! Coba lihat penampilan gue! Masa kata Bi Sumi gue cantik. Hihi! Menurut lo, gue cantik juga, nggak? Kalo lo bilang cantik, gue traktir es doger deh, besok. Gimana?

Andra mendengus geli, kemudian membiarkan kedua ibu jarinya mengetik balasan di sana. Send!

Andra masih tersenyum, sambil memandangi layar gelap ponselnya.

“Ngapain kamu senyam-senyum?”

“Oh!” Andra terlonjak, hampir melempar ponselnya ke sembarang arah karena saking terkejutnya. Reya tersenyum saat Andra mulai berdehem sekedar menutupi salting.

“Kamu nggak papa?” tanya Reya.

“Mama... nggak makan?” Andra berpikir mengalihkan pembicaraan.

Reya mengangkat alis kanan, “Acaranya kan belum mulai. Masa udah makan duluan?”

Payah! Andra merutuki dirinya sendiri dalam hati. Hingga kemudian, dia menunduk sambil mengusap tengkuk. “Iya juga, sih.”

Reya mengerling sambil tersenyum jahil. “Ada yang nyari, tuh!”

“Hng?” Andra menoleh, lalu melihat Adyra dan Kanya yang berjalan menuruni tangga.

Adyra mengernyit, melihat Andra yang sudah ada di depan Andra, tapi masih menatapnya tanpa bicara apa-apa. Sementara Kanya yang di sampingnya sudah menyenggol-nyenggol sikutnya.

Adyra tersenyum penuh arti, “Gue tau, gue cantik. Tapi nggak usah gitu banget kali liatnya.”

Andra mengerjap, sedangkan tawa Kanya hampir meledak kalau tangannya tidak sigap menutup mulutnya.

“Pede banget,” lirih Andra.

Adyra memukul lengan Andra. “Ngomong apa tadi?”

Andra mendelik sambil mengusap lengannya. “Ngomong apa emang?”

"Makasih udah bilang gue cantik walau cuma lewat chat doang." Adyra berbisik dan Andra tersenyum mendengarnya.

•••••

Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday! Happy birthday! Happy birthday to you! Yeayyy!”

Suara tepuk tangan memenuhi seluruh ruangan. Acara utamanya baru dimulai dengan seperti kebiasaan banyak orang. Kanya memakai gaun polos sederhana berwarna putih, sepanjang lutut---hampir menutupi sebagian betisnya. Rambutnya digerai dan di hadapkan dengan sebuah kue dan lilin berbentuk angka enam belas.

Make a wish.”

Kanya menoleh ke arah Reya, mengangguk, kemudian mengaitkan masing-masing jemari tangannya.

Rio menyandarkan punggungnya di salah satu dinding rumah Andra. Dengan melipat dada dan menatap lurus ke depannya. “Gue nggak nyangka Andra punya adik secakep itu.”

Aldo mengangguk antusias. “Apalagi gue!” Cowok itu mendengus lalu mengacak rambutnya. “Argh! Tau gitu kan gue baek-baekin abangnya. Siapa tahu entar dijodohin ama gue kan!”

“Emang sebetah apa lo bisa ngebaik-baikin Andra?” Eric ikut nimbrung. “Gue yang udah temenan dari SD aja nggak betah.”

Aldo menunduk sambil beberapa kali memukul dahinya. “Iya juga, sih.”

“Lo berdua ngerasa aneh nggak, sih?” tanya Rio mengundang perhatian kedua temannya. “Setahu gue, nggak ada yang pernah bilang kalo Andra punya saudara. Setelah orang tua kandung Andra cerai dan Bu Reya nikah lagi, gue juga nggak pernah denger Andra punya saudara tiri. Keberadaan dia seolah-olah dirahasiakan dari banyak orang.”

Adyra's Diary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang