Bara tertunduk lesu di sebuah kursi. Matanya sudah memerah. Cowok itu berusaha menahan jatuh air matanya.
Bara menyisir rambut dengan jari tangan, seraya meremasnya pelan sekadar menyalurkan kekesalan. Dia menghela napas, dan mengembuskannya perlahan berharap sesak di dadanya bisa segera menghilang.
Bara mengangkat kepala dan memeriksa ponselnya yang berkedip. Ketika Bara memungut benda pipih yang tergeletak di atas ranjang itu, dia langsung teringat seseorang.
••••
Keadaan langit yang agak mendung di siang hari ini, membuat suasana jalan tak sepanas biasanya. Namun, hal itu nyatanya tak selaras dengan kening Adyra yang terlihat berkeringat.
Adyra berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Seraya menggenggam ponselnya dengan tangan kanan. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk menyeberang di tengah jalanan. Ketika tubuhnya sudah berdiri tepat di depan kafe, langkahnya seketika terhenti.
Adyra tak tahu apa yang akan dia lakukan setelah ini. Pikirannya tertuju pada satu tempat hingga membuat tubuhnya seolah bergerak dengan sendirinya menuju tempat ini.
Gadis itu mengulurkan tangan, menyentuh pintu kaca yang berada di depannya sekarang. Adyra mendorong pintu itu agar dia bisa masuk. Setelah berada di dalam kafe, gadis itu mengedarkan pandangan. Dia mengamati setiap orang yang tertangkap bola matanya dengan seksama sambil berjalan.
Tanpa sengaja, Adyra menyenggol seorang pelayan kafe yang berjalan dari arah berlawanan. Gadis itu menundukkan kepala untuk meminta maaf. Beruntung secangkir kopi panas yang dibawa pelayan tadi tak jatuh menumpahi tangannya. Usai pria tersebut meninggalkan Adyra, gadis itu kembali pada tujuan utamanya. Namun sampai sekarang, Adyra masih tak menemukan apa-apa.
Adyra menghela napas, "Gue ngapain, sih? Orang nggak jelas gue ladenin!"
Seharusnya Adyra tak perlu terlalu memikirkan sesuatu yang tidak penting seperti ini. Pikirannya terlalu jauh. Adyra melihat sekilas ponsel yang ada di genggamannya, kemudian mendengus pelan.
Gadis itu memutar badan, berniat meninggalkan tempat ini dan segera pulang. Namun, langkahnya terhenti. Ketika pandangan mata Adyra menangkap seseorang yang tengah duduk memunggunginya. Adyra tak tahu apa yang tengah mengendalikan tubuhnya sekarang. Gadis itu berjalan menghampiri seseorang itu tanpa keraguan sama sekali. Tangannya terulur untuk menepuk pundak tegap itu. Seseorang itu terlihat seperti menyadari kehadiran Adyra. Dia memutar badan, dan berdiri tepat di hadapan Adyra.
Adyra melihat orang itu menyeringai, "Lo..."
••••••
Adyra menerima segelas lemon tea dingin dari seseorang. Salah satu tangannya menyentuh permukaan gelas, dan satu tangan lainnya terkepal lemah di atas meja. Pandangan Adyra nampak kosong, dan bibirnya terkatup rapat seakan enggan mengatakan sepatah katapun.
"Maaf..." Lawan bicaranya membuka suara. "Karena selama ini gue sering gangguin lo."
Selang beberapa detik, lelaki itu tersenyum nampak lega. "Dan makasih karena udah mau datang."
Adyra masih diam. Tangannya bergerak mengangkat gelas dan mengalirkan sedikit lemon tea tersebut dalam kerongkongannya. Gadis itu menelan ludah.
"Nyokap gue sakit..."
Kepala Adyra langsung terangkat. Pupil matanya langsung menangkap wajah Bara yang terlihat sangat kacau. Seharusnya Adyra menyadari sejak tadi. Bara terlihat pucat dengan sedikit lingkaran gelap di sekitar matanya.
"Selama ini, gue selalu nyusahin dia. Gue nggak pernah jadi anak yang bisa membanggakan dia." Bara menundukkan pandangan, "Semarah-marahnya gue, sampai kapanpun gue nggak bisa benci sama nyokap gue sendiri. Gue sayang sama dia, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...