Di setiap rasa lelah yang mendera, selalu ada seseorang yang bersedia menjadi penyangga. Seseorang yang selalu ada. Saat hati membutuhkan teman bicara.Waktu terasa berlalu begitu cepat. Rasanya, baru kemarin kita masih saling menyebutkan nama. Tapi sekarang, keadaannya sudah berbeda. Semoga ini bukan sekedar alibiku saja...
****
"Selamat pagi..."
Saat ini, Adyra tengah duduk di pinggir ranjang kamar tidurnya. Dengan rambut acak-acakan khas orang baru bangun tidur. Adyra memanadang layar ponselnya lalu tersenyum.
Entah kenapa, tiba-tiba ada sesuatu di perutnya yang seolah mau keluar saja. Minggu pagi terasa lebih cerah dari biasanya. Walau sebenarnya saat ini langit sedang mendung-mendungnya. Ada yang bergolak dalam dadanya hingga membuat detak jantung Adyra tak lagi seirama.
"Ra? Lo masih di sana, kan?"
Adyra terenyak, lalu mendekatkan ponsel ke telinga. "I-iya... gue... masih di sini, kok," kelunya.
Ruang kamar Adyra berubah hening seketika. Tidak ada suara yang terdengar dari gendang telinganya. Adyra mengernyit, lalu mengecek layar ponselnya.
Telponnya masih nyambung. Tapi kok nggak ada suaranya?
"Andra... lo masih di sana, kan?"
Andra langsung menyahut, "Iya, masih."
"Kalo masih di sana kenapa diem aja?"
"Gue lagi nunggu."
Kening Adyra semakin berkerut, "Nungguin apa?"
Ada jeda sepersekian detik di sana. Masih hening. Tanpa suara. Kemudian, Adyra mendengar suara dengusan halus.
Sebelum Adyra mendengar Andra berkata, "Nungguin lo bales ngucapin selamat pagi juga."
Adyra langsung menahan napas. Rasanya... jantung Adyra sudah melorot dari tempatnya.
••••••••
Andra tersenyum, sambil menatap langit-langit kamarnya. Tubuhnya berbaring di atas ranjang dengan selimut yang sudah tak karuan bentuknya. Kakinya berselonjor sambil menyila, dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.
"Ra? Lo nggak tidur lagi, kan?" katanya pada Adyra lewat telepon.
Andra terkekeh tanpa suara, sengaja menggoda Adyra yang pasti sudah memerah mukanya. Entah kenapa, Andra sangat yakin jika Adyra tengah merona sekarang.
"Enggak, lah."
"Berarti lo denger dong, barusan gue bilang apa?"
Andra menyerah. Dia memegangi perutnya sendiri karena mulai terasa sedikit sakit karena menahan tawa. Akhir-akhir ini, Andra jadi sering menggoda Adyra. Melihat pipinya memerah, mata membulat terkejut, bahkan dengan wajah melongo sambil mangap menjadi objek yang sangat menyenangkan untuk dilihat bagi Andra. Membuat mood Andra yang semula turun, menjadi naik sangat drastis seolah terkena letusan bom atom yang bisa meningkatkan tenaga dalam tubuhnya.
"Aduuuhhh! Andra... perut gue mules! Gue harus setor dulu deh kayaknya. Udah dulu ya, bye!"
"Loh, heh-"
Andra menipiskan bibirnya setelah mendengar nada panggilan terputus dari ponselnya. Andra tidak bisa menahan senyum yang lagi-lagi tanpa sengaja terlukis indah di kedua sudut bibirnya.
Cewek itu emang aneh! Gue cuek, dia kayak cacing kepanasan. Gue romantis, dia malah malu-malu kucing kayak anak gadis lagi dilamar. Apa semua cewek emang gitu, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Fiksi RemajaSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...