34. A Small Hug

14.4K 947 12
                                    

Andra menatap Bara tajam, dengan napas bergemuruh hebat. Salah satu telapak tangannya yang mengepal, tak sengaja bebercak darah akibat tenaga yang tadi dia keluarkan. Jantung Andra berdetak cepat bertepatan dengan seluruh kesadaran yang terserap habis. Andra tidak peduli. Hal yang dia tahu sekarang, hanya ingin menutup mulut cowok kurang ajar ini.

"Andra udah..." Adyra berbisik sambil menahan lengan Andra yang menegang kuat. Adyra mendongak, mencari bola mata Andra. "Gue nggak papa."

Bara mendadak risih. Dia mencoba berdiri walau dengan keadaan sedikit terhuyung.

Cowok itu menyeringai, melihat tatapan memohon Adyra agar Andra meluruhkan emosinya. "Kenapa berhenti? Bukannya lo suka mukulin gue kayak tadi? Kenapa nggak lanjut?"

Kesabaran Andra sudah habis. Kalau saja tidak ada Adyra yang menahan lengannya kuat-kuat, bisa dipastikan kalau detik ini juga Bara langsung diangkut ke rumah sakit.

Ada sorot khawatir dari mata Adyra. Dan itu membuat emosi Andra meluap seketika. Andra menatap Adyra, lalu tersenyum sebentar. Dia mencoba melepas lengannya dari tangan Adyra secara perlahan. Lalu menatap kepalan tangannya yang menampakkan sebercak darah yang sangat samar.

"Pergi."

Adyra menelan ludah susah payah, melihat Andra yang bukan seperti Andra yang dikenalinya. Sementara Bara, masih bergeming. Tak bergerak sejengkalpun dari tempatnya berdiri. "Gimana, ya? Kalo gue nggak mau?"

Tangan Andra semain mengepal. Mati-matian dia menahan emosinya yang semakin lama semakin menguar. "GUE BILANG PERGI DARI HADAPAN GUE SEKARANG!"

Adyra berjengkit. Melihat Andra yang seperti kesetanan sontak membuat tubuh Adyra mundur secara perlahan.

Andra berjalan menghampiri Bara lalu meraih kerah kemeja dan mencengkramnya. Bara terdongak hingga matanya bersitatap dengan Andra yang balik menatapnya. "Gue nggak tau apa masalah lo sama gue. Dan sekalipun gue tau, gue nggak peduli! Tapi, kalo lo coba-coba ganggu orang terdekat gue sama mulut lo yang nggak berguna itu. Jangan salahin gue kalo di hari berikutnya lo bakal nginep di rumah sakit."

Bara mendesis, "Lo pikir gue takut sama lo?"

Bara balas mencengkram kerah kemeja Andra, lalu bersiap melayangkan bogeman ke arahnya. "BERHENTI!"

Bara mematung, karena terinterupsi oleh suara yang memenuhi indera pendengarannya. Kepalan tangannnya yang melayang di udara, bersamaan ekspresi terkejut yang sangat kentara.

Bara langsung menurunkan tangannya saat dia melihat mamanya berdiri di samping Pak Edwin sambil menatapnya.

••••

"Jadi apa masalahnya?"

Pak Edwin melipat tangan di atas meja, sambil menatap Andra dan Bara secara berkala. Sampai saat ini, tidak ada satupun di antara mereka yang membuka suara. Sontak membuat Pak Edwin mengarahkan tatapannya ke Adyra yang duduk di antara mereka.

Adyra mendadak gugup, "Ba---Bapak ngapain ngelihatin saya?"

Kelopak mata Pak Edwin menyipit curiga. "Kamu pasti tahu sesuatu, kan? Jelas-jelas kamu ada di sana tadi. Coba ceritain sama saya!"

"Adyra nggak tau apa-apa."

"Saya nggak lagi ngomong sama kamu!" telak Pak Edwin sambil menatap Andra yang tadi menyelanya.

Pak Edwin menatap Adyra lagi dengan sorot mengintimidasi. "Ayo jawab."

Adyra semakin bingung. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Kejadian tadi terasa sangat tiba-tiba baginya. Saat Adyra hampir membuka mulut, suara pintu yang terbuka menginterupsi kesadarannya.

Adyra's Diary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang