Andra memejamkan mata, berharap semua penat di kepalanya lenyap seketika. Belum juga genap semenit Andra merasa rileks, dering ponselnya sudah menginterupsinya.
"Arrgh!" Andra mengerang, lalu mengacak rambut. Matanya membola setelah melihat nama itu muncul di screen ponselnya.
From: Adyra
Ke Pasar Malam di ujung jalan deket sekolah, yuk!
Andra mengernyit. Ini cewek otaknya ditaruh mana? Nggak ada angin nggak ada hujan, udah ngajak cowok jalan aja. Basa-basi, kek. Say "Hai", kek. Bilang "selamat malam", atau apa gitu.
Andra mengulum bibir menahan senyum. "Bener-bener cewek aneh."
Oke, gue jemput sekarang.
Andra melempar ponselnya asal di atas ranjang empuknya. Lalu melompat mendekati lemari dan membukanya. Pandangannya menyebar lurus dan keningnya mengernyit serius.
"Enaknya pakai baju apa, ya?"
••••
Sumpah demi apa Adyra pengin menenggelamkan ubun-ubunnya di Sungai Amazon detik ini juga. Mau ditaruh di mana lagi mukanya? Pasti sekarang, Andra sedang berada di jalan menuju rumahnya. Tapi, bahkan sampai saat ini Adyra hanya mampu mondar-mandir seperti orang gila.
"Sekarang gue harus apa? Sekarang gue harus apa? Sekarang gue harus apaaa?" Adyra mengacak rambut, lalu mengecek ponselnya. Dan sudah 10 menit, dia masih saja nggak tau harus berbuat apa?!
Adyra terkesiap, membulatkan mulutnya setelah mendengar bel pintu dari kupingnya. Bel pintu sialan itu sudah berbunyi berkali-kali, dan Adyra masih saja mendekam dalam kamarnya.
"Sayang! Kok nggak dibukain pintunya? Kamu ini bener-bener, ya!" Adyra mendengar Papa mengomel dari ruang kerjanya.
Akhirnya Adyra bisa mendesah lega, karena tidak akan melihat wajah Andra sekarang. Tapi, tunggu! Kalau Papa yang bukain pintunya, berarti....
"BIAR ADYRA AJA, PA!"
.
.
.
Telapak tangannya menyentuh ganggang pintu, lalu membukanya perlahan.
"Hai." Adyra tersenyum kikuk, sambil mengangkat telapak tangan kanannya.
Andra mengangkat satu alisnya lalu membalas sapa tangan Adyra. "Hai."
"Gue kira lo nggak bakal dateng."
Andra mengernyit, "Lo nggak suka gue dateng?"
"Hah?" Adyra langsung menggeleng, "Ng-nggak, bukan gitu! Maksud gue, kenapa lo langsung nerima ajakan gue? Lo bisa aja nolak, kan?"
"Jadi lo mau gue nolak? Ya udah, kalo gue pulang aja-"
"Hih! Bukan gitu maksud gue!" Adyra mulai keki.
"Ya terus, maksud lo gimana?"
Bola mata Adyra berputar malas, "Lupain aja lah! Mau berangkat, kan? Yaudah, ayo!"
Detik setelahnya Adyra menutup pintu, lalu menarik lengan jaket yang dikenakan Andra menjauh dari rumahnya. Detik berikutnya, Adyra mengerutkan dahi saat melihat Andra hanya diam tanpa mengikuti langkah kakinya. "Kenapa lagi?"
"Lo yakin, mau pakai baju itu?"
"Emang kenapa? Lo malu? Kita cuma ke pasar malam, bukan ke party. Jadi, nggak harus pakai dress, kan?"
Andra mengangguk mengiyakan, "Emang nggak harus pakai dress, sih. Tapi... nggak harus pakai baju tidur juga, kan?"
Adyra mendelik, lalu mengerjapkan mata tak percaya. Maluuu! Bisa kasih tahu di mana tempat penyewaan muka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...