"Handphone kamu ketinggalan."
Adyra terdiam. Seolah tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Satu-satunya yang dapat ia gerakkan hanya bola mata. Adyra menatap Andra di sebelah kanannya yang tengah menunjukkan wajah penuh tanya, dan Dimas di sebelah kirinya dengan senyum yang berbeda dari biasanya. Gadis itu mencoba memejamkan mata. Berharap jika semua yang ia lihat saat ini hanya mimpi saja.
"Gimana bisa handphone Adyra ada di lo?" tanya Andra membuka suara. Bersamaan dengan kalimat Andra, gadis itu menghempaskan semua harapannya. Karena pada kenyataannya, Adyra sedang tidak bermimpi sekarang.
Mendengar Andra menyahut kalimatnya, Dimas tak langsung menjawab. Lelaki itu menatap Andra sejenak setelah itu memberikan senyum. "Lo di sini, Ndra? Bukannya lagi makan malam keluarga?"
"Itu bukan jawaban dari pertanyaan gue," sahut Andra langsung dengan ekspresi datarnya.
Adyra mengamati mimik wajah cowok itu. Jika Andra sudah menunjukkan ekspresi seperti itu, bisa dipastikan jika cowok itu tidak sedang berada dalam suasana hati yang menyenangkan saat ini.
Melihat respon Andra, Dimas tersenyum. "Waktu di jalan, gue nemuin handphone ini. Jadi, gue ke sini mau balikin."
Andra mengambil ponsel itu dari tangan Dimas. Setelah diperiksa, ternyata benda itu tak mau menyala. Cowok itu langsung mengernyit, "Handphone nya mati. Jadi, gimana lo bisa tahu kalo ini punya Adyra?"
Dimas yang ditanya, Adyra yang gelisah. Ia takut jika Dimas salah bicara. Ia takut Dimas mengatakan sesuatu yang bisa memperkeruh suasana. "Udahlah, Ndra--"
"Bentar. Aku lagi bicara sama Dimas," sela Andra tak memberi kesempatan Adyra bicara.
Gadis itu semakin takut, ketika melihat Dimas memasang senyumnya. "Waktu gue ketemu Adyra, gue lihat dia bawa HP itu. Jadi gue pikir..."
"Kalian ketemuan?!" tanpa sadar, Andra menaikkan nada bicara. Ia nampak terkejut, namun juga terlihat tak percaya.
"Enggak," sela Dimas ketika Adyra hampir membuka suara. Lelaki itu menaikkan sudut bibirnya. "Gue emang lihat Adyra," ia menatap Adyra disela-sela kalimatnya. "Tapi... kayaknya dia nggak ngelihat gue."
Adyra merasa, seolah ada maksud yang Dimas disampaikan dari ucapannya. Namun, Adyra lebih tertarik melihat Andra. Ia mengamati setiap ekspresi dari wajah Andra. Hingga pada akhirnya ia sedikit lega melihat cowok itu menyelipkan senyum tipis sebelum bicara.
"Oh," respon Andra.
Menghindari kejadian yang bukan-bukan, Adyra berniat segera membubarkan pertemuan ini. Memang tak seharusnya juga Adyra di sini. Tak seharusnya juga ia mengiyakan ajakan Dimas dan berujung seperti ini. Adyra memang bodoh. Pada akhirnya, Adyra sendiri yang susah, kan?
"Kayaknya udah malam. Gue ngantuk, hehe." Adyra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setelah itu, ia merebut ponsel miliknya dari tangan Andra. Kemudian, Adyra menatap Dimas. "Makasih, udah balikin HP gue."
Dimas tahu, Adyra berniat mengusirnya. "Urusan saya juga udah selesai. Saya mau pulang."
"Barengan aja," sahut Andra. Dimas tak menjawab. Ia hanya menoleh sekadarnya.
"Aku pulang, ya?" Andra menepuk bahu Adyra. "Nanti ketemuan di mimpi kamu," kata Andra sambil mengedipkan sebelah mata.
Adyra bergidik mendadak ngeri. "Menggelikan."
Seolah tak menganggap atensi Dimas di antara mereka, Andra malah asik mencubit-cubit pipi Adyra yang terasa menggemaskan baginya.
"Apa, sih?! Pulang sana! Katanya mau pulang," kesal Adyra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...