57. Lampu Merah

9.2K 659 14
                                    

Andra berjalan menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering. Padahal dari tadi dia jarang ngomong banget. Usai mengalirkan air mineral ke tenggorokan, pada saat itu juga ia bisa bernapas lega.

"Baru pulang?"

Andra menoleh, dan melihat Dimas duduk di sebuah kursi dan sambil memakan beberapa potong kue di atas meja.

"Hm," katanya. Lalu Andra melanjutkan kegiatan minumnya.

Tersenyum tipis. "Lo, tipe cowok yang posesif juga, ya?" Andra menghentikan tegukan airnya. "Setelah sekian lama gue kenal lo, gue baru tahu sifat lo yang satu ini."

Andra mengangkat satu alisnya. "Emang kenapa? Ada yang salah?"

Dimas menghela napas. "Enggak, sih. Cuma ya... kalo menurut gue, kalo lo terlalu posesif sama cewek lo, gue pikir dia bakal ngerasa nggak nyaman sama lo."

Mendengar pendapat Dimas, Andra mengangguk. "Oh, gitu."

Andra menaruh botol minumnya, lalu menutup kulkasnya lagi. Sebelum ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ia mengganggu kegiatan makan Dimas dengan mencomot kue yang hendak cowok itu antarkan ke mulutnya. Andra memakan kue itu sambil menatap wajah Dimas lekat. "Tapi kalo menurut gue, nggak ada salahnya, kok. Bukannya wajar ya, kalo gue bersikap kayak gitu sama orang yang gue sayang?"

"Gue pikir, Adyra bakal ngerti. Kalo itu, salah satu bukti kalo gue sayang sama dia, dan nggak mau kehilangan dia." Dengan akhiran senyum diakhir kalimat Andra, membuat Dimas bergeming seraya menatap piring kosongnya.

•••••

Adyra berdecak sebal. Sejak kemarin, Andra tidak bicara apa-apa. Bahkan saat cowok itu menjemputnya untuk pergi sekolah bareng, ia diam saja.

Andra memarkir motornya di parkiran, lalu Adyra spontan turun dari motor tanpa disuruh. Gadis itu menelan ludah usai memberikan helm itu pada Andra. "Masih marah?"

Andra menatap Adyra sebentar, lalu menggeleng. "Nggak."

"Terus kenapa dari tadi diam aja? Kenapa muka lo datar banget?" Adyra mencebikkan bibir.

Alis cowok itu terangkat sebelah, kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Adyra hingga membuat cewek itu memundurkan kepalanya. "Karena lo nggak senyum."

Adyra mengernyit, tak paham maksud dari ucapan Andra. Sementara cowok itu, ia menarik sudut bibirnya. "Kalo lo nggak senyum, gue juga nggak ada alasan buat senyum, tuh."

Adyra tersipu. Ia menyentuh pipinya yang terasa memanas. "Kok kesel, ya?"

Gemas, Andra mengacak rambut Adyra. Gadis itu tersenyum dengan perlakuan Andra. Karena dialog singkat itu juga, yang membuat Andra menempelkan tangannya di bahu Adyra sambil jalan menuju kelas mereka.

Gadis itu mencubit perut Andra. "Lepasin, nggak? Malu, tahu!"

•••••

Di kantin, Andra dan teman-temannya meramaikan suasana di sebuah meja. Di kubu cowok, ada Rio, dan Bara duduk bersebelahan. Sementara di kubu cewek, Amy dan Siska serta Adyra melengkapi beberapa kursi yang kosong. Tak lama, Cinta datang sambil meletakkan kotak bekalnya di atas meja.

"Makan roti doang? Emang kenyang?" kata Rio melihat Cinta membuka bekalnya.

Cewek itu tersenyum, "Udah biasa, kok."

"Jangan dibiasain, dong." Aldo datang membawa beberapa piring makanan. "Kalo siang itu makan nasi, biar perut lo kenyang. Nih, makan nasi goreng punya gue."

"Nggak usah. Makan ini doang juga kenyang, kok," katanya menolak.

Aldo merengek. Namun, Cinta sama sekali tak memperdulikan.

Adyra's Diary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang