Adyra mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ia tak pernah segugup ini sebelumnya. Melihat Andra yang sedang berjalan menuju ke arahnya, membuat jantung Adyra berdebar kencang. Ia menggigit bibir, seraya merapalkan berbagai kalimat secara random untuk menyemangati dirinya sendiri.
Tanpa sadar, Adyra memejamkan mata terlalu lama. Ketika kelopak matanya terbuka, ia melihat Andra. Kali ini, cowok itu nampak sangat dekat. Sekitar tiga meter di hadapan Adyra.
Adyra sudah menyiapkan semua kalimatnya. Saat ini, yang harus Adyra lakukan adalah memasang wajah senang dan tersenyum lebar.
Berhasil. Adyra berhasil tersenyum di depan Andra. Namun sayangnya, kalimat yang sudah ia susun sedemikian rupa malah tertelan saliva. Adyra membiarkan Andra melewatinya begitu saja tanpa saling sapa.
Nggak, gue nggak bisa. Gue takut.
•••••
"Eh, Barbar! Join ke kantin, nggak—eh, itu cokelat?" Aldo mengernyit lalu mengerling jahil, "Bagi-bagi, kali."
Bara memasang tampang waspada sambil menjauhkan bungkusan cokelatnya. "Nggak boleh!" Ini 'kan buat Adyra, lanjutnya dalam hati.
"Pelit, kuburan sempit."
"Emang rencananya, kuburan lo mau seberapa hektar?" balas Bara tak kalah skeptis.
"Ngejawab lagi, lo." Aldo mendecak lidah, "Yaudah kalo nggak mau. Gue pergi sendiri."
Cowok itu sudah niat menghibur Adyra sejak kemarin. Bara tidak betah melihat wajah murung Adyra yang berkepanjangan. Kata mamanya, kalau mau menghibur cewek, kasih sesuatu yang dia suka. Dan setahu Bara, Adyra suka cokelat. Semoga saja, setelah Adyra makan ini, mood-nya jadi jauh lebih baik.
"Adyra?"
Baru saja Bara mau ke kelas cewek itu. Tapi urung, karena ia melihat Adyra berjalan sendirian ke arahnya. Bara tak bisa menahan senyum. "Baru aja gue mau nyamperin lo ke kelas."
Tak langsung merespon, Adyra diam beberapa saat. Hingga kemudian tersenyum kaku membalas sapaan Bara.
"Gue punya sesuatu." Adyra melihat sesuatu yang Bara ulurkan padanya. Cokelat, kesukaan Adyra. Ia selalu suka semua hal yang berbau cokelat. Saat melihat cokelat, Adyra selalu terlihat bersemangat. Jadi, harusnya ia senang 'kan dapat cokelat dari Bara?
"Nggak usah, Bar. Makasih," tolak Adyra sambil tersenyum.
"Kok gitu?" Bara tak bisa menutupi rasa kecewanya. "Gue beli ini khusus buat lo. Biar lo nggak sedih lagi. Lo suka cokelat, kan? Dan lagi setahu gue, cokelat itu bisa bikin mood lo jadi bagus, terus—"
Adyra menelengkan kepala, tak mendengarkan Bara bicara. Ketika ia mengikuti arah pandang gadis itu, ia melihat Andra berdiri di sana mengamati mereka. Namun tak berlangsung lama. Cowok itu berjalan acuh sambil memasang earphone ke telinga. Bara bisa melihat kesedihan Adyra dari matanya. Membuat wajah Bara memerah kesal.
••••
"Ra, lo nggak papa?"
Adyra memberikan senyum tipis sambil menganggukkan kepala. Melihat Adyra yang masih jarang ngomong, Amy jadi khawatir. Ketika mendengar bunyi bel, Adyra langsung mengemasi barang-barangnya dari atas meja.
"Duluan, ya!"
Usai keluar kelas, ia celingukan seperti mencari seseorang. Sambil berjalan menyusuri koridor, manik matanya tak sengaja melihat Andra dari jarak yang tidak cukup jauh. Adyra tak langsung menyapa. Ia memilih mengikuti langkah cowok itu hingga berakhir di perpustakaan.
Andra mengedarkan pandangannya. Mencari rak mana yang sesuai dengan apa yang dia butuhkan saat ini. Usai menemukannya, Adyra mengikuti langkahnya dari belakang. Cowok itu berhenti di rak buku bagian Ilmu Pengetahuan Alam.
"Cari buku apa?"
Andra menghentikan kegiatannya ketika mendengar suara Adyra. Bukannya menoleh, ia malah melanjutkan langkah kakinya. Masih menyusuri rak buku di sisi lainnya.
Adyra tidak menyerah. Ia selalu berada di belakang Andra seolah tak mau kehilangannya. Kini, Andra sudah duduk di sebuah kursi dan melakukan sesuatu dengan buku-bukunya. "Kamu ngerjain tugas?" tanya Adyra.
Merasa tak dapat respon, ia bertanya lagi. "Tugas apa?"
Adyra menghela napas. Ia bertopang dagu di samping Andra. Memilih mengamatinya saja daripada banyak bicara. "Ya udah, deh. Gue nggak akan berisik. Gue cuma mau nemenin lo."
Adyra melengkungkan bibir, "Boleh 'kan?"
••••
Adyra mengernyitkan dahi melihat Andra berlarian kecil di lapangan sambil membawa bola. Gadis itu mempercepat langkah untuk menghampirinya.
"Lo nggak lanjutin tugasnya? Kok malah main basket?"
Seperti dugaan, Andra mengabaikannya. "Gue mau ikutan main, dong!"
Tanpa pikir panjang, Adyra berlari menyamai langkah Andra. Ia ingin merebut bola itu dari tangan Andra. Namun, karena tubuh Andra yang lebih tinggi dari Adyra, ditambah lagi dengan gerakan gesitnya dalam menggiring bola membuat Adyra kelawahan sendiri.
Bukan Adyra kalau cepat mengalah. Ketika Andra menembak bola itu ke arah ring, Adyra mencoba menghalaunya dengan melompat setinggi-tingginya.
Gadis itu mengaduh kesakitan. Bukannya dapat bola, ia malah terjatuh. Ia tak sengaja menginjak kerikil hingga membuat tubuhnya jatuh terpeleset.
"Adyra!"
Andra menghampiri Adyra yang kini tengah memegangi kakinya. Ketika Andra menekan pergelangan kaki, gadis itu mengernyitkan dahi.
"Sakit?" Adyra mengangguk. Cowok itu terlihat mengeluarkan sesuatu, dari dalam tasnya. Seperti, minyak gosok. "Gue pijat dikit, ya? Mungkin agak sakit. Tapi, lo bisa tahan, kan?" Adyra hanya bisa mengangguk. Bibirnya seolah terkunci karena tak percaya dengan perlakuan Andra padanya.
"Aakkh!"
Adyra berteriak. Sakit, seperti kata Andra. Tanpa sadar, ia sampai mencengkeram kuat lengan Andra karena saking sakitnya.
"Ternyata, lo mau masih peduli gue?"
Adyra tak bisa menahannya. Entah kenapa, ia ingin sekali mengatakan hal itu. Ia melihat Andra mendingakkan kepala. Tak lama, ia berdiri. Namun Adyra sempat menahan lengannya.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
Adyra terperangah. Ia tak menyangka jika Andra mengajaknya bicara. Gadis itu sampai tak bisa menyembunyikan senyumnya. "Apa?"
Andra tak langsung menjawab. Ia menatap Adyra cukup lama. Tangannya bergerak, menyentuh punggung tangan Adyra lalu mengecupnya.
"Ayo putus."
••••
Baru kelar uas, jadi sempat up nya sekarang:)
Selamat membaca^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...