Sebuah motor besar itu mulai meninggalkan pekarangan rumah untuk membelah jalanan beraspal. Teriknya mentari tak menyulutkan tarikan di kedua sudut bibirnya sekalipun. Bahkan aroma jaket maskulin itu masih bisa tercium samar lewat udara.
Adyra melangkah memasuki rumah dengan langkah sumringah. Tanpa sadar, gadis itu berjalan mundur tanpa meninggalkan tatapannya pada satu titik di mana motor itu berjalan.
"Gitu banget lihatinnya."
Gadis itu menoleh ke asal suara, lalu nyengir lebar saat melihat Papanya sudah berdiri di belakangnya. "Sejak kapan Papa di situ?"
"Pantesan nggak mau dijemput," lanjutnya tanpa menggubris pertanyaan Adyra.
"Biar nggak ngerepotin aja," belanya.
Andi melipat tangannya di depan dada sambil menatap anak gadisnya menyelidik. "Jadi udah... jadian, nih?"
Satu kalimat ringan baru saja menceluskan jantungnya. Andi tertawa terbahak-bahak hingga memegangi perutnya. Pipi Adyra merona seketika. "Papa, apaan sih.."
***
"Udah pulang, Den?"
Cowok itu hanya bergumam sebagai balasan, lalu meninggalkan ruang tamu menuju kamar. Bi Sumi dibuat heran dengan sikap Andra yang sangat berbeda dari sebelumnya. Kalau dulu Aden-nya itu akan pulang sekolah dengan wajah kusut ataupun terkadang ditambah beberapa titik wajah yang membiru karena berantem. Sekarang sangat berbeda. Walau masih pelit ngomong, tapi setidaknya wajah yang selalu terlihat dingin itu berubah sumringah entah karena apa.
"Itu si Aden kenapa, ya? Senyum-senyum sendiri," gumam Bi Sumi keheranan.
Andra melempar asal tas ranselnya setelah melepas sepasang sepatu converse-nya. Cowok itu merebahkan punggungnya di atas kasur. Andra mengambil sebuah rubik dari laci meja belajarnya. Sudut bibirnya tersenyum tipis menatap kotak-kotak berwarnanya itu sambil memainkannya. Kemudian cowok mengalihkan pandangannya, tepat ke arah langit-langit kamarnya.
"Ah! Kenapa jadi gini sih gue!"
Andra mengacak rambutnya kasar. Cewek itu hampir berhasil memporak-porandakan batinnya seperti sekarang. Dulu aja deket sama cewek mah ogah, apalagi boncengin? Menurut Andra, semua cewek itu sama aja. Penjilat. Matre. Dan ribet.
Tapi Adyra? Ya, dia emang ribet, sih. Ribet banget malah. Tapi entah kenapa sifat agresif Adyra, cerianya, kebodohannya, matanya, senyumnya, bibir-eh, astagfirullah! Mikir apa sih!
Cowok itu menepuk jidatnya berkali-kali. Gadis itu berhasil menguasai otaknya sekarang. Nggak bisa dibiarin! Andra harus mencari kesibukan agar dia berhenti memikirkan Adyra.
Andra merogoh saku celanannya untuk menemukan sebuah ponsel miliknya. Cowok itu sudah mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, lalu mulai memainkan sebuah game yang biasa dia lakukan hanya sekadar membunuh rasa bosan. Tapi sayang, semua itu nggak mempan sama sekali. Andra sama sekali tidak fokus bermain. Bahkan sudah beberapa kali game over walau belum sampai lima menit saja.
Andra mendengus lalu membanting ponselnya asal. Tapi sebelum dia sempat melempar ponselnya, sebuah lagu yang mendering nyaring menghentikan kegiatannya.
08573443xxx is calling...
"Nomor siapa, ya?" Andra mengendik acuh lalu menerima panggilan.
"Halo?"
Andra menjauhkan telinganya dari layar ponsel secara spontan. Cowok itu mengernyit tak percaya setelah mendengar sebuah suara di seberang telepon.
"Halo?" sapa suara itu lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/85423550-288-k872241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Fiksi RemajaSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...