"Karena dalam cinta, berjalan satu kaki hanya akan memincangkan yang sebelahnya lagi..."(The Overtunes - Sayap Pelindung)
•••••
Adyra tersenyum girang saat secangkir hot chocolate pesanannya sudah datang. Setelah berterima kasih, gadis itu langsung meminum cairan di dalam cangkir itu dengan semangat. Andra yang melihatnya begitu antusias, mulai menatap Adyra dengan sorot mengkhawatirkan.
“Pelan-pelan. Emang nggak panas?”
Adyra mengangkat tatapan, “B aja, tuh.”
Bola mata Andra berputar, lalu mendekatkan bibir di sedotan untuk menikmati segelas jus pesanannya.
Setelah kejadian ‘nggak jadi pulang bareng’ barusan, Andra langsung menelepon Adyra, dan mengabarkan kalau dia sudah berada di depan pintu rumahnya. Jelas Adyra kaget, saat dia melihat Andra benar-benar berdiri di samping motornya tanpa mengganti seragam sekolahnya.
Andra langsung menarik Adyra naik ke atas motornya dan berakhir di sebuah kafe dekat rumah Adyra.
“Pasti lo belum mandi, kan?”
Andra melirik sekadarnya, dengan masih menikmati segelas jusnya. “Gue sih, mandi nggak mandi juga masih tetep wangi.”
Adyra berdecak, “Masih tetep, songongnya selangit.”
Andra hanya menarik sudut bibir kanannya, sambil bertopang dagu menghadap Adyra. Sesaat, pandangan Adyra teralihkan saat indera pendengarannya menangkap suara gemericik dari luar jendela.
“Pas banget hari ini hujan,” kata Adyra sambil memandangi jendela.
Suasananya masih sama, dengan saat dulu Adyra datang sebelum bersama Andra. Adyra tersenyum nanar. Lagi-lagi hal itu.
Andra mengikuti arah pandang Adyra, lalu berakhir memandang gadis itu dengan senyum di wajahnya. “Emang kenapa?”
Adyra memutar kepala menatap Andra. “Nggak papa. Gue seneng aja lihatin hujan.”
Andra mengangkat alis sebelah kanan. “Daripada lihatin hujan, mending lihatin gue.”
Adyra termangu sejenak, lalu mendengus geli setelahnya. Hujan turun di waktu yang tepat. Dan takdir, menemukan sosok seperti Andra di waktu yang tepat pula. Adyra bahagia. Entah sejak kapan, perasaannya selalu menghangat saat bersama dengan orang yang berbeda walaupun di tempat yang sama.
Adyra tersenyum sambil bertopang dagu. “Yaudah. Aku lihatin kamu aja, deh."
Andra terkekeh, lalu mengusap puncak kepala Adyra. “Kamu?”
“Kenapa?” Alis kanan Adyra terangkat. “Kita kan udah pacaran. Nggak ada salahnya dong, kalo sapaannya diganti aku-kamu. Yakan?”
Andra menurunkan tangannya dari kepala Adyra. “Gue nggak mau.”
Wajah Adyra mendadak masam. “Kok nggak mau?”
“Norak. Lagian udah mainstream.”
Bola mata Adyra berputar. “Norak bagian mananya, sih?” Adyra berdecih dalam hati. Apa-apa dibilang norak deh, perasaan.
Andra meminum sedikit jusnya, kemudian beralih menatap Adyra lagi. “Bukan gue banget.”
Adyra mendesah kecewa. “Terus yang elo banget itu kayak gimana?”
Andra mengangkat sudut bibir kirinya. “Ganteng.”
Otak Adyra langsung macet. Mendadak, Adyra seperti lagi mendengar sekumpulan burung yang berkicau sambil melingkar di atas kepalanya. Adyra hanya tersenyum kecut menanggapi tingkat kepedean Andra yang nyaris overload.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Teen FictionSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...