Andra menyisir rambutnya ke belakang. Sambil membawa beberapa makanan dalam sebuah kantong plastik berukuran sedang. Cowok itu berjalan melewati koridor rumah sakit dengan kakinya yang panjang.
Usai pekan Ujian Akhir Semester, Andra jadi bebas keluyuran ke luar rumah pagi-pagi seperti ini. Karena jadwal libur yang lumayan panjang.
Selama berjalan melewati koridor, Andra tiba-tiba teringat Adyra. Sejak kemarin malam Adyra belum menghubunginya. Andra pikir, dia masih shock karena kejadian kemarin. Jadi, Andra membiarkannya.
Cowok itu mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, lalu mencoba menghubungi Adyra. Andra menempelkan ponsel di antara telinga dan pipinya, karena tangannya sibuk dia gunakan untuk membuka pintu ruangan.
Setelah Andra membuka pintu, langkahnya terhenti saat melihat seseorang.
"Hai."
Andra menarik sudut bibir, "Kamu di sini?"
Adyra berjalan mendekati Andra dan mengambil alih kantong plastik itu dari tangan Andra. Andra menurunkan ponselnya lalu menutup pintu. Kemudian berjalan memasuki ruangan.
"Kenapa kamu bisa ada di sini? Pagi-pagi lagi," kata Andra sambil membantu Adyra mengeluarkan beberapa buah segar dari kantong plastik.
"Aku tahu kamu bakal ke sini." Adyra menuangkan susu kemasan ke dalam gelas untuk Andra. "Jadi, aku datang ke sini buat nemenin kamu."
Andra menerima gelas dari Adyra. "Makasih."
Adyra menatap Andra yang tengah meneguk tandas susunya dari gelas yang diberikan Adyra.
"Buat apa kamu bawa makanan sebanyak ini?" tanyanya sambil menunjuk rentetan makanan di atas meja dengan pandangan.
"Buat nungguin dia, lah. Apalagi?" sahut Andra sambil mengangkat satu alisnya jenaka.
Adyra ikut tersenyum sambil mengambil tempat duduk di samping Andra.
"Kata dokter lengan kanannya patah," kata Andra membuat kepala Adyra langsung terangkat.
"Tapi, untungnya nggak ada luka yang serius karena benturan waktu kecelakaan. Dan semoga aja dia cepat sadar."
Adyra meremas tangannya sendiri. Sambil menatap lelaki yang berbaring itu disela-sela keheningan.
Andra menoleh, setelah berhenti mengunyah apelnya. "Dia nggak selemah itu. Setahu aku, Dimas itu orang yang kuat. Dia nggak akan kalah sama keadaan kayak gini."
Adyra tersenyum singkat, lalu menatap Dimas yang masih berbaring di hadapannya. Andra menelan apel dari kunyahannya, sambil mengamati wajah Adyra yang terlihat dari samping. Gadis itu memang nampak tenang. Namun yang Andra heran, kenapa tangannya bergetar?
Adyra terkejut saat Andra menggapai telapak tangannya. Telapak tangan Adyra yang selalu hangat, kini terasa begitu dingin saat kulit Andra menyentuhnya.
"Kamu sakit?"
••••••
Adyra mundur beberapa langkah. Gadis itu menatap Dimas dengan perasaan yang masih terombang-ambing. Ibarat sebuah perahu di tengah lautan yang diterpa badai besar.
Adyra melihat tangan itu tergenggam. "Kak, kenapa bisa kayak gini, sih? Aku kangen..."
Adyra mengembuskan napas. "Kemana Kak Dimas yang selama ini bikin hari-hari aku selalu terasa menyenangkan?"
Andra--yang berada tepat di samping Adyra, hanya bisa menatap interaksi monolog di depannya itu dengan wajah tanpa ekspresi.
"Aku pengen balik ke masa-masa, di mana Kak Dimas selalu ada buat aku. Kak Dimas yang nyubit bibir aku pas lagi monyong-monyong waktu ngambek, bawain aku permen pas aku nangis, dan yang selalu genggam tangan aku biar aku nggak ketakutan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
أدب المراهقينSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...